BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian terpadu dari
Pembangunan Nasional yang antara lain mempunyai tujuan untuk mewujudkan bangsa
yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir batin. Salah satu ciri bangsa yang
maju adalah bangsa yang mempunyai derajat kesehatan yang tinggi, karena derajat
kesehatan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada kualitas
sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang sehat akan lebih produktif dan
meningkatkan daya saing bangsa. Oleh karena itu pembangunan kesehatan menempati
peran penting dalam Pembangunan Nasional. Kesehatan adalah tanggung jawab
bersama dari setiap individu, masyarakat, pemerintah dan swasta. Apapun peran
yang dimainkan pemerintah, tanpa kesadaran individu dan masyarakat untuk secara
mandiri menjaga kesehatan mereka, hanya sedikit yang akan dicapai. Perilaku
sehat dan kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapatkan pelayanan
kesehatan yang bermutu sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan.
Dalam pembangunan
kesehatan, pemerintah telah mengupayakan suatu program kesehatan yang
berkesinambungan dalam sistem kesehatan nasional dimana semua kegiatan yang
secara bersama-sama diarahkan untuk mencapai tujuan utama berupa peningkatan
dan pemeliharaan kesehatan (prasetyani,
2011).
Pembinaan peran
serta masyarakat adalah salah satu upaya pengembangan yang berkesinambungan
dengan tetap memperhatikan penggerakan dan pemberdayaan masyarakat melalui
model persuasif dan dan tidak memerintah, untuk meningatkan pengetahuan, sikap,
perilaku dan mengoptimalkan kemampuan masyarakat dalan menentukan,
merencanakan, memecahkan masalah. Peningkatan
peran serta masyarakat bertujuan untuk meningkatkan dukungan masyarakat secara
aktif dan dinamis berbagai upaya kesehatan masyarakat dan mendorong ke arah
kemandirian dalam memecahkan masalah kesehatan dengan penuh tanggung jawab.
Proses menua
merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak
lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho Wahyudi, 2006).
Usia lanjut adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan
dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang ‚ terjadinya tidak bisa
dihindari oleh siapapun‚ namun manusia dapat berupaya untuk menghambat
kejadiannya. (Siti Bandiyah‚ 2009).
Balita adalah bayi dan anak
yang berusia 5 tahun ke bawah. Balita merupakan masa pertumbuhan tubuh dan otak
yang sangat pesat dalam pencapaian keoptimalan fungsinya ( Supartini, 2004).
Pada masa balita kesehatan anak sangat perlu di perhatikan karena dapat mempengaruhi
pertumbuhan balita. Untuk dapat menjaga kesehatan balita kita perlu
memperhatikan asupan makanan yang didapatkan, dan kebutuhan imunisasi untuk
menjaga kekebalan tubuh balita.
Komunitas
adalah kelompok orang yang berada di suatu lokasi tertentu. Pelayanan kebidanan
komunitas dilakukan diluar rumah sakit. Kebidanan komunitas dapat juga
merupakan bagian atau kelanjutan pelayanan kebidanan yang diberikan di rumah
sakit. Bidan
komunitas adalah bidan yang bekerja melayani keluarga dan masyarakat diwilayah
kerja tertentu.
Dari hasil
pendataan yang dilakukan di RW II Desa Blaru pada tanggal 2-5 Desember‚
didapatkan data Jumlah penduduk di RW II sebanyak 267 jiwa‚ yang terdiri dari umur
0-11 bulan sebanyak 2 jiwa, 1-5 tahun 19 jiwa, 6-12 tahun 25 jiwa, 13-20 tahun
34 jiwa, 21-35 tahun 67 jiwa, 36-50 tahun 63 jiwa, dan umur > 50 tahun 57
jiwa.
Dari jumlah
penduduk tersebut terdapat 20 lansia dan 19 balita. Beberapa lansia mengalami
masalah kesehatan yang terdiri dari Hipertensi‚ Diabetes Mellitus, katarak,
osteoporosis dan Asam Urat. Di RW II terdapat 5 lansia menderita hipertensi, 2
lansia yang menderita Diabetes Mellitus, 1 lansia menderita asam urat, 1 lansia
menderita katarak, dan 1 lansia menderita osteoporosis. Dari 19 balita terdapat
satu balita yang menderita penyakit muntaber.
Rata-rata pengetahuan lansia dan orang tua balita tentang
kesehatannya kurang, dilihat dari kurangnya pemahaman tentang penyakit yang
terjadi pada lansia dan balita. Namun perilaku lansia sudah baik, karena para lansia sudah mulai
memeriksakan kesehatan ke tenaga kesehatan. Dan perilaku orang tua balita sudah
baik, karena orang tua rajin membawa balitanya ke posyandu dan sudah
mengimunisasikan anaknya secara lengkap.
Oleh karena itu perlu dilaksanakan sebuah kegiatan
untuk mengatasi masalah kesehatan pada lansia dan balita di wilayah RW II.
Diharapkan dengan dilakukan penyuluhan
kesehatan dan pelayanan kesehatan sebagai strategi dalam memberi bekal
pengetahuan dalam mengatasi masalah kesehatan.
B. Tujuan
1.
Tujuan Umum
Meningkatkan‚ memberdayakan‚ dan membangun
kemandirian masyarakat di bidang kesehatan pada lanjut usia (lansia) dan balita
di RW II Desa Blaru Kecamatan Pati Kabupaten Pati.
2.
Tujuan Khusus
a. Mengetahui
permasalahan kesehatan yang ada di RW II.
b. Mengimplementasikan
proses pendekatan masyarakat melalui pendekatan yang sistematis mulai dari
pengkajian sampai dengan evaluasi.
c. Menginformasikan
hasil pelaksanaan kepada masyarakat.
d.
Merekomendasikan atau melaksanakan
program lanjutan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Kebidanan Komunitas
1.
Konsep dasar
Konsep adalah kerangka ide yang mengandung suatu
pengertian tertentu. Kebidanan berasal dari kata dari “bidan” yang menururt
kesepakatan WHO,ICM dan IFGO pada tahun 1993 mengatakan bahwa : bidan adalah
seorang yang telah mengikuti pendidikan kebidanan yang diakui oleh pemerintah
setempat, telah menyelesaikan pendidikan tersebut dan lulus serta terdaftar
atau mendapat izin melakukan praktik kebidanan.
Komunitas adalah kelompok sosial yang ditentukan
dengan batas-batas wilayah,nilai-nilai keyakinan dan minat yang sama, serta
adanya saling mengenal dan berintereksi antara anggota satu dengan yang
lainnya.(WHO, 1974)
Bidan komunitas adalah bidan yang bekerja melayani
keluarga dan masyarakat diwilayah kerja tertentu.( Ratna Dewi, 2011)
Kelompok komunitas terkecil adalah keluarga individu yang dilayani adalah
bagian dari keluarga atau komunitas.Oleh karena itu, bidan tidak memandang
pasiennya dari sudut biologis.Akan tetapi juga sebagai unsur sosial yang memiliki
budaya tertentu dan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan lingkungan disekelilingnya.
Pelayanan kebidanan komunitas adalah upaya yang
dilakukan bidan untuk pemecahan terhadap masalah kesehatan ibu dan anak balita
dalam keluarga
dan masyarakat. Hubungan bidan dengan ibu dan anak balita cukup erat. Tugas
bidan terutama adalah menolong ibu dalam kehamilan, persalinan dan nifas. Ibu
sesuai fungsinya dalam keluarga lebih banyak memperhatikan masalah sosial
keluarga termasuk kesehatan, sehingga ibu yang banyak memperhatikan kesehatan
keluarga akan menghindari keluarga dari masalah kesehatan
Peningkatan kesehatan keluarga dapat mewujudkan
lingkungan keluarga sehat dan meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat.
Masalah kesehtan dapat timbul pada siapa saja baik keluarga miskin atau kaya.
Faktor lain yang sangat penting mempengaruhi kesehatan keluarga adalah
lingkungan. Keadaaan lingkungan yang tidak sehat seperti daerah kumuh cepat
timbul masalah kesehatan, perilaku keluarga terhadap kesehatan juga
mempengaruhi kehidupan mereka. Perilku ini erat hubungannya dengan adat
budaya.( Ambarwati, 2011)
2.
Manajemen Kebidanan Komunitas
Strategi penggerakan dan pemberdayaan masyarakat
yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan,
meningkatan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan yang telah disediakan oleh pemerintah, mengembangkan berbagai cara
untuk menggali dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat untuk
pembangunan kesehatan, mengembangkan berbagai bentuk kegiatan pembangunan
kesehatan yang sesuai dengan kultur budaya masyarakat setempat dan
mengembangkan manajemen sumber daya yang dimiliki masyarakat secara terbuka(
transparan).
Penggerakan dan pemberdayaan masyarakat dibidang
kesehatan akan menghasilkan kemandirian masyarakat dibidang kesehatan dengan
demikian pergerakan dan pemberdayaan masyarakat merupakan proses sedangkan
kemandirian merupakan hasil, karenanya kemandirian masyarakat dibidang
kesehatan bisa diartikan sebagai kemampuan untuk dapat mengidentifikasi masalah
kesehatan yang ada dilingkungannya, kemudain merencanakan dan melakukan cara
pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat tanpa tergantung pada bantuan
dari luar.
Pembinaan peran serta masyarakat adalah salah satu
upaya pengembangan yang berkesinambungan dengan tetap memperhatikan penggerakan
dan pemberdayaan masyarakat melalui model persuasif dan dan tidak memerintah,
untuk meningatkan pengetahuan, sikap, perilaku dan mengoptimalkan kemampuan
masyarakat dalan menentukan, merencanakan, memecahkan masalah. Pembianaan lokal
merupakan serangkaian langkah yang diterapkan guna menggali, meningkatkan
potensi yang mereka miliki termasuk partisipasi dan dukungan tokoh-tokoh
masyarakat serta LSM yang ada dan hidup di masyarakat.(Ambarwati, 2011).
B.
Teori Kesehatan Masyarakat
1.
Menurut Hendrik L Blum
ada 4 faktor yang mempengaruhi status derajat kesehatan masyarakat atau
perorangan. Faktor-faktor tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Lingkungan
Lingkungan memiliki
pengaruh yang dan peranan terbesar diikuti perilaku, fasilitas kesehatan dan
keturunan. Lingkungan sangat bervariasi, umumnya digolongkan menjadi tiga
kategori, yaitu yang berhubungan dengan aspek fisik dan sosial. Lingkungan yang
berhubungan dengan aspek fisik contohnya sampah, air, udara, tanah, ilkim,
perumahan, dan sebagainya. Sedangkan lingkungan sosial merupakan hasil
interaksi antar manusia seperti kebudayaan, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya
b. Perilaku
Perilaku merupakan
faktor kedua yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat karena sehat atau
tidak sehatnya lingkungan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat sangat
tergantung pada perilaku manusia itu sendiri. Di samping itu, juga dipengaruhi
oleh kebiasaan, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan, pendidikan sosial
ekonomi, dan perilaku-perilaku lain yang melekat pada dirinya.
c. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan
merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat karena
keberadaan fasilitas kesehatan sangat menentukan dalam pelayanan pemulihan
kesehatan, pencegahan terhadap penyakit, pengobatan dan keperawatan serta
kelompok dan masyarakat yang memerlukan pelayanan kesehatan. Ketersediaan
fasilitas dipengaruhi oleh lokasi, apakah dapat dijangkau atau tidak. Yang
kedua adalah tenaga kesehatan pemberi pelayanan, informasi dan motivasi
masyarakat untuk mendatangi fasilitas dalam memperoleh pelayanan serta program
pelayanan kesehatan itu sendiri apakah sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang
memerlukan.
d. Keturunan
Keturunan (genetik)
merupakan faktor yang telah ada dalam diri manusia yang dibawa sejak lahir,
misalnya dari golongan penyakit keturunan seperti diabetes melitus dan asma
bronehial.
2.
Menurut Teori Lawrence Green
Lawrence Green mencoba
menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau
masyrakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior
causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour causes). Selanjutnya
perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor :
a.
Faktor
predisposisi (Predisposing factor)
Faktor ini mencakup
pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan
masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang
di anut masayarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan
sebagainya. Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya
perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.
b.
Faktor
pemungkin (Enambling factor)
Faktor ini mencakup
ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat,
misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja,
ketersediaan makanan bergizi,dsb. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan
seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa,
dokter atau bidan praktik swasta. Untuk berperilaku sehat masyarakat memerlukan
sarana dan prasarana pendukung. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau
memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut
faktor pendukung atau faktor pemungkin.
c.
Faktor
penguat (Reinforcing factor)
Faktor ini meliputi faktor
sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan
perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini UU,
peraturan-peraturan, baik dari pusat maupun pemerintah daerah, yang terkait
dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya
perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja melainkan di
perlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan
para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Disamping itu UU juga
diperlukan untuk memperkuat perilaku tersebut (Notoadmodjo, 2007).
C.
Lansia
1.
Pengertian
Lansia
adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas baik pria maupun wanita, yang masih
aktif beraktivitas dan bekerja ataupun mereka yang tidak berdaya untuk mencari
nafkah sendiri sehingga bergantung kepada orang lain untuk menghidupidirinya
(Ineko, 2012).
Usia
lanjut adalah salah satu tahap dalam kehidupan manusia atau proses menjadi tua
atau menua merupakan proses alami dalam hidup setiap manusia.
Usia
lanjut adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Constantinides 1994). Proses menua merupakan proses
yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya
dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho Wahyudi, 2006).
2.
Kategori
a. Kelompok
usia dimana manusia sudah dapat dikategorikan menua/tua, yaitu :
1) Kelompok
pertengahan umur 45-54 tahun
Tanda-tandanya :
a) Keriput-keriput
halus mulai tampak, rambut mulai menipis dan berubah.
b) Persendian
mulai terasa kaku.
c) Tanda-tanda
rabun jauh mulai terasa, sehingga kalau memegang benda agak jauh dari mata
tidak dapat melihat dengan jelas.
2) Kelompok
usia lanjut dini (55-64 tahun)
Tanda-tandanya :
a) Kulit
mulai kurang elastisitasnya.
b) Mulai
tumbuh bintik-bintik coklat agak kehitaman.
c) Kekuatan
otot menurun.
d) Tulang
menipis.
e) Wanita
mencapai menopause.
f) Laki-laki
lama untuk bereaksi.
3) Kelompok
usia lanjut (65-70 tahun)
Tanda-tandanya :
a) Alat-alat
perasa mulai berubah.
b) Penglihatan
mulai kabur.
c) Pendengaran
tidak lagi prima.
d) Lutut
terasa kaku-kaku.
e) Langkah
kaki mulai ragu
f) Cepat
lelah
4) Kelompok
usia lanjut resti (resiko tinggi, 70 tahun ke atas)
Tanda-tandanya :
a) Pencernaan
mulai lambat
b) Kerja
jantung tidak efektif lagi
c) Pembuluh
darah kaku
d) Daya
ingat menurun terutama kejadian-kejadian akhir memburuk.
e) Suara
dan keinginan masih ada tetapi tenaga sudah loyo.
3. Masalah-Masalah
Pada Lansia
a. Mudah
jatuh
b. Mudah
lelah
c. Kekacauan
mental akut
d. Nyeri
dada
e. Sesak
nafas pada waktu melakukan kerja fisik
f. Bedebar-debar
g. Pembengkakkan
kaki bagian bawah
h. Nyeri
pinggang atau punggung
i.
Nyeri pada sendi pinggul
j.
Berat badan menurun
k. Sukar
menahan buang air seni (sering ngompol)
l.
Gangguan tidur (sulit tidur)
m. Keluhan
pusing-pusing
D.
Balita
1.
Pengertian
Balita adalah
bayi dan anak yang berusia 5 tahun ke bawah. Balita merupakan masa pertumbuhan
tubuh dan otak yang sangat pesat dalam pencapaian keoptimalan fungsinya (
Supartini, 2004).
Pada masa balita
kesehatan anak sangat perlu di perhatikan karena dapat mempengaruhi pertumbuhan
balita. Untuk dapat menjaga kesehatan balita kita perlu memperhatikan asupan
makanan yang didapatkan, dan kebutuhan imunisasi untuk menjaga kekebalan tubuh
balita.
2.
Karakteristik Balita
Karakteristik
balita dibagi menjadi dua yaitu :
a)
Anak usia 1-3 tahun
b) Anak
usia prasekolah (3-5 tahun)
Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif artinya
anak menerima makanan dari apa yang disediakan orang tua. Laju pertumbuhan masa
balita lebih besar dari masa usia prasekolah, sehingga diperluka jumlah makanan
yang relatif besar. Tetap perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah
makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil dari anak yang
usianya lebih besar. Oleh sebab itu pola makan yang diberikan adalah porsi
kecil dengan frekuensi sering. Pada usia prasekolah anak menjadi konsumen
aktif. Mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini anak
mulai bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah playgroup. Pada fase ini
anak mencapai fase gemar memprotes. Pada masa ini berat badan anak cenderung
mengalami penurunan, akibat dari aktivitas yang mulai banyak, dan pemilihan
maupun penolakan terhadap makanan (Septiari, 2012).
E.
Hipertensi
Tekanan darah
tinggi atau hipertensi adalah tekanan darah yang selalu terbaca di atas 140/90
mmHg. Cenderung diturunkan dari keluarga dan lebih banyak terdapat pada orang
tua. Keadaan ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol dengan pola
hidup sehat dan obat-obatan.
1. Gejala-gejala
Biasanya
tidak ada gejala-gejala sampai timbul komplikasi
2. Komplikasi
a. Stroke
(disebabkan oleh pecahnya/sumbatan dari arteri pada otak, menyebabkan
kelumpuhan pada satu sisi tubuh).
b. Kegagalan
jantung
c. Kerusakan
ginjal
3. Penyebab
umum
Penyebab umum
hipertensi adalah penyakit jantung/ginjal yang berat, diabetes atau tumor dari
kelenjar adrenal (kelenjar penghasil adrenalin) yang cukup jarang. (Kadar garam
yang tinggi dalam darah akan memperburuk keadaan darah tingg, tetapi bukan
penyebab merupakan faktor penyebab).
4. Penanganan
a. Jangan
merokok/minum alkohol
b. Diet
rendah garam dan rendah lemak
c. Latihan
olahraga secara teratur (olahraga akan mengurangi stress, membantu menurunkan
berat badan, membakar lebih banyak lemak darah dan membuat jantung lebih kuat).
d. Minumlah
obat secara teratur sesuai petunjuk dokter).
e. Periksa
dokter secara teratur untuk memeriksa apakah tekanan darah terkontrol dengan
baik, sehingga akan mencegah timbulnya komplikasi.
f. Pelajari
cara-cara mengendalikan stress
F. Diabetes
Mellitus
1. Pengertian
Diabetes adalah
suatu penyakit, dimana tubuh penderitanya tidak bisa secara otomatis
mengendalikan tingkat gula (glukosa) dalam darahnya. Pada tubuh yang sehat,
pankreas melepas hormon insulin yang bertugas mengangkut gula melalui darah ke
otot-otot dan jaringan lain untuk memasok energi .
2. Penyebab
diabetes militus
a.
Kelainan genetika
Diabetes dapat
menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes, kelainan gen yang
mengakibatkan tubuhnya tak dapat menghasilkan insulin dengan baik. Tetapi
resikonya terkena diabetes juga tergantung pada faktor kelebihan berat badan
stres dan kurang bergerak.
b. Stress
Stress kronis
cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manis-manis dan berlemak
tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin otak. Serotonin ini memiliki efek
penenang sementara untuk meredakan setresnya. Tetapi gula dan lemak itulah yang
berbahaya bagi mereka yang beresiko terkenan diabetes.
Semakin bertambah usia
Semakin
bertambah usia semakin tinggi resiko diabetes. Resiko yang tiggi di mulai pada
usia 40 tahun
a.
Keturunan
Adanya riwayat
diabetes dalam keluarga, terutama orang tua dan saudara kandung. Keturunan
merupakan faktor yang paling berperat sebagai diabetes.
b. Obesitas
Tentu saja tidak
semua orang yang kegemukan menderita diabetes, tetapi pemyakit ini mungkin
muncul 10-20 tahun kemudian. Dinyatakan obesitas jika seseorang kelebihan 20%
dari berat badan normal
3. Tanda
dan gejala
a.
Kencing dalam jumlah yang banyak siang
dan malam.
b. Rasa
lapar yang berlebihan
c.
Berat badan meskipun tetap enak makan
d. Lemah,lesu.
e.
Luka sukar sembuh(luka iris/ serut),
infeksi kulit berulang, gatal-gatal di sekitar alat kalamin luar.
f.
Kesemutan,kehilangan rasa terutama
daerah kaki.
4. Klasifikasi
diabetes miletus
Ada bebeberapa
tipe diabetes melitus yang berbeda, penyakit ini di bedakan berdasarkan
penyebab perjalanan klinik dan terapinya klasifikasi yang utama adalah sebagai
berikut :
a.
Diabetes tipe 1 adalah bila tubuh perlu
pasukan insulin dari luar, karena sel-sel beta dari pulau-pulau Langerhans
telah mengalami kerusakan, sehingga pankreas berhenti memproduksi insulin.
Kerusak an sel beta tersebut dapt terjadi sejak kecil ataupun setelah dewasa.
Penderitanya harus mendapatkan suntikan insulin setiap hari selama hidupnya,
sehingga itu di kenal dengan istilah Insulin-dependent Diabetes Melitus (IDDM).
Penderita diabetes tipe I sangat rentan
trhadap komplikasi jangka pendek yang berbahaya dari penyakit ini, yakni dua
komplikasi yang erat berhubungan dengan perrubahan kadar gula darah, yaitu
terlalu banyak gula darah (hiperglikemia) atau kekurangan gula darah
(hipoglikemia). Resiko lain penderita diabetes tipe I ini adalah keracunan
senyawa keton yang berbahaya dari hasil samping metabolism tubuh yang menumpuk
( ketoasidosis), dengan resiko mengalami koma diabetic.
b. Diabetes
tipe II adalah tipe diabetes yang paling umum di jumpai, juga sering di sebut
diabetes yang di mulai pada masa dewasa, di kenal sebagai NIDDM
(Non-Insulin-dependent diabetes melitus). Diabetes ini terjadi jika insulin
hasil produksi pancreas tidak cukup atau sel lemak dan otot tubuh menjadi kebal
terhadap insulin, sehingga terjadilah gangguan pengiriman gula ke sel tubuh.
Diabetes tipe II ini dapat menurun dari orang tua yang penderita diabetes. Pada
diabetes tipe II, yang di anggap sebagai pencetus utama adalah faktor
obesitas(gemuk berlebihan).
5. Komplikasi
Tidak diketahui
dengan pasti penyakit diabetes timbul karena pangkreas tidak menghasilkan
/terlalu sedikit memproduksi insulin atau bila kerja insulin tidak normal
.Insulin adalah suatu hormone yang
berguna bagi pengangkutan zat gula dari darah kedalam sel sel tubuh.Dengan
insulin yang kurang jumlahnya atau kurang efektif,zat gula tetap berada diperedaran
darah dan meluap kedalam urin.kecenderungan untuk menderita diabetes tergantung
faktor keturunan.Bagi mereka yang mempunyai faktor keturunan tersebut ,maka
makan terlalu banyak gula, kelebihan
berat badan ,tekanan batin dan bahkan kehamilan dapat menjadi faktor pencetus
timbulnya diabetes. ( Sustrani dkk, 2004)
6.
Terapi
a. Insulin
Sebagaimana dinyatakan sebelumnya hormon insulin disekresikan oleh sel-sel
beta pulau Langerhans. Hormon ini bekerja untuk menurunkan kadar glukosa darah
post prandial dengan mempermudah pengambilan serta penggunaan glukosa oleh
sel-sel otot, lemak dan hati selama periode puasa, insulin menghambat pemecahan
simpanan glukosa protein dan lemak.
b. Agens Antidiatik Oral
Agens antidiabrtik oral mungkin berkhasiat bagi pasien diabetes tipe II
yang tidak dapat diatasi hanya dengan diet dan latihan meskipun demikian obat
ini tidak dapat digunakan pada kehamilan.
7.
Pencegahan
a. Menghindari kegemukan
terutama pada seseorang dengan resiko tinggi terhadap kemungkinan timbulnya
diabetes.
b. Bila seseorang telah
didiagnosa menderita Diabetes Melitus maka ia harus dapat mengontrol gula
darahnya dengan baik untuk memperkecil timbulnya komplikasi misalnya dengan :
1) Berhenti merokok
2) Menurunkan berat
badan (bila terlalu gemuk)
3) Mencegah sedapat
mungkin infeksi pada kaki terutama yang dapat
menyebabkan gangren.
G.
Muntaber
1. Pengertian
Penyakit
Muntaber atau Vibrio Parahaemolyticus Enteritis adalah keadaan di mana
seseorang menderita muntah-muntah disertai buang air besar berkali-kali.
Kejadian itu dapat berulang tiga sampai lebih sepuluh kali dalam sehari.
Terjadi perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, melembek sampai mencair,
yang kadang juga mengandung darah atau lendir. Lazimnya, penyakit muntaber
memang menyerang anak-anak, terutama pada usia dua hingga delapan tahun. Mereka
mudah tertular karena daya tahan tubuhnya belum sekuat orang dewasa.
2.
Penyebab
Penyebab
utama penyakit muntaber adalah peradangan usus oleh bakteri, virus, parasit
lain (jamur, cacing, protozoa), keracunan makanan atau minuman yang disebabkan
oleh bakteri maupun bahan kimia serta kurang gizi, misalnya kelaparan atau
kekurangan protein. Penyakit yang dapat disebabkan oleh bakteri Escherichia
coli ini dapat mewabah akibat lingkungan sekitar tempat tinggal yang kurang
bersih serta makanan yang dikonsumsi terkontaminasi bakteri. Sistem sanitasi
yang tidak terjaga dengan baik juga memudahkan kuman untuk berkembang biak.
Hujan yang terus menerus sehingga menimbulkan banjir dan lingkungan yang kotor,
sangat potensial menimbulkan wabah muntaber. Selain itu, penyakit muntaber juga
dapat disebabkan oleh virus Vibrio parahaemolyticus yang termasuk jenis vibrio
halofilik dan telah diidentifikasi ada 12 grup antigen “O” dan sekitar 60 tipe
antigen “K” yang berbeda. Strain patogen pada umumnya (tetapi tidak selalu)
dapat menimbulkan reaksi hemolitik yang khas (fenomena Kanagawa). Masa inkubasi
Vibrio parahaemolyticus biasanya antara 12 – 24 jam, tetapi dapat berkisar
antara 4 – 30 jam.
3. Cara
penularan Muntaber
Cara penularan muntaber adalah
melalui infeksi kuman penyebab, terjadi bila mengonsumsi makanan atau minuman
yang terkontaminasi tinja atau muntahan penderita muntaber. Tinja atau muntahan
tersebut dikeluarkan oleh penderita atau pembawa kuman (carrier) yang buang air
besar atau muntah di sembarang tempat. Tinja dan muntahan tadi kemudian
mencemari lingkungan misalnya tanah, sungai dan air sumur. Orang sehat yang
menggunakan air sumur atau air sungai yang sudah tercemari kemudian dapat
menderita muntaber. Penularan langsung juga dapat terjadi apabila tangan kotor
atau tercemar kuman dipergunakan untuk menyuap makanan. Muntaber lebih sering
menyerang anak-anak karena cara makan dan minum mereka yang umumnya belum dapat
menjaga kebersihan. Mereka mengonsumsi makanan atau minuman tanpa memperhatikan
kebersihan makanan yang dikonsumsi.
Mengkonsumsi makanan dan minuman
yang terkontaminasi bakteri, merangsang asam lambung yang akhirnya menimbulkan
muntaber. Karenanya, perhatian orang tua sangat diperlukan untuk mencegah
timbulnya penyakit muntaber pada anak-anak. Setelah terkontaminasi makanan yang
mengandung bakteri, perut penderita terasa perih, nyeri, mual-mual hingga
muntah, dan tak lama kemudian menderita muntaber. Nyeri di perut biasanya
timbul pada perut bagian bawah, diikuti kekejangan otot yang serupa.
Suhu badan penderita biasanya
menaik tajam dan kurang nafsu makan. Setelah beberapa hari mengalami
muntah-muntah dan diare, penderita akhirnya mengalami kekurangan cairan tubuh
atau lazim disebut dehidrasi.
4. Tanda
gejala Muntaber
Tanda gejala Muntaber adalah
sebagai berikut :
a. Sakit
perut yang hebat
b. Kembung
pada perut, mual dan muntah-muntah
c. Terjadi
demam tinggi (yang bisa mencapai 38°C atau leih)
d. Kepala
terasa pusing dan berat
e. Kurang
atau hilangnya nafsu makan
f. Lemas
g. Elastisitas
kulit menurun, bahkan halusinasi
5. Pencegahan Muntaber
a. Mengkonsumsi
makanan bergizi seimbang dan dalam jumlah yang cukup.
b. Penggunaan
air bersih untuk minum
c. Mencuci
tangan sesudah buang air besar dan sebelum makan
d. Membuang
tinja, termasuk tinja bayi pada tempatnya
e. Menjaga
kebersihan rumah, terutama kamar madi, WC, dan dapur
f. Menjaga
kebersihan peralatan makan
g. Mencuci
sayuran, buah, dan bahan makanan sebelum dimasak
h. Jika
mempuyai bayi, maka berikan ASI Eksklusif sampai dengan 6 bulan dan melanjutkan
pemberian sampai 2 tahun pertama kehidupan serta sebisa mungkin menghindari
penggunaan susu botol.
6. Penanganan Muntaber
a. Minumlah
cairan oralit sebanyak mungkin penderita mau dan dapat meminumnya. Tidak usah
sekaligus, sedikit demi sedikit asal sering lebih bagus dilakukan. Satu bungkus
kecil oralit dilarutkan ke dalam satu gelas air masak (200 cc). Jika oralit
tidak tersedia, buatlah larutan gula garam.Ambil air masak satu gelas, lalu
masukkan dua sendok gula pasir, dan seujung sendok teh garam dapur. Aduk rata
dan berikan kepada penderita sebanyak mungkin ia mau minum.
b. Penderita sebaikya diberikan makanan yang lunak dan tidak
merangsang lambung.
c. Memberikan makanan ekstra yang bergizi sesudah muntaber
d. Penderita muntaber sebaiknya dibawa ke dokter apabila
muntaber tidak berhenti dalam sehari atau keadaannya parah.
BAB
III
PENYAJIAN
DAN ANALISA DATA LANSIA
A.
Data
Kuantitatif
1.
Data demografi
1.1. Diagram
Jumlah penduduk
Analisa:
Berdasarkan
diagram di atas data penduduk di RW II sebanyak 267 jiwa terdiri dari umur 0-11
bulan sebanyak 2 jiwa, 1-5 tahun 19 jiwa, 6-12 tahun 25 jiwa, 13-20 tahun 34
jiwa, 21-35 tahun 67 jiwa, 36-50 tahun 63 jiwa, dan umur > 50 tahun 57 jiwa.
1.2. Diagram
proporsi Jumlah lansia menurut umur
Analisa:
Berdasarkan
diagram di atas di RW II terdapat 20 lansia terdiri dari umur 60-64 tahun
sebanyak 7 orang (35%), sedangkan lansia umur 65-70 tahun sebanyak 5 orang (25%)
dan umur >70 tahun sebanyak 8 orang (40%).
1.3. Diagram
proporsi lansia berdasarkan pendidikan
Analisa:
Berdasarkan
diagram di atas di RW II terdapat 20 lansia dengan tingkat pendidikan tamat SD
sebanyak 14 orang (70%), sedangkan yang tidak tamat SD sebanyak 6 orang (30%).
2.
Data Sosial Ekonomi Lansia
2.1. Proporsi
Penghasilan Lansia
Analisa
Berdasarkan
diagram di atas di RW II terdapat 20 lansia dengan tingkat penghasilan <
100.000 sebanyak 14 orang (70%), penghasilan 100.000 – 400.000 sebanyak 3 orang
(15%), penghasilan 500.000 – 1.000.000 sebanyak 3 orang (15%), dan
>1.000.000 tidak ada (0%).
2.2. Proporsi
pekerjaan Lansia
Analisa
Berdasarkan
diagram di atas di RW 02 terdapat 20 lansia dengan aktifitas sebagai pamong sebanyak
1 orang (5%), swasta sebanyak 2 orang (10%), buruh sebanyak 2 orang (10%),
pedagang sebanyak 1 orang (5%) dan tidak bekerja sebanyak 14 orang (70%).
3.
Data Sarana Prasarana Pendukung
Kesehatan
3.1. Diagram
Proporsi Sarana Keluarga Lansia Menerima Informasi Kesehatan.
Analisa
Berdasarkan
diagram di atas di RW II terdapat 20 lansia yang menerima informasi kesehatan
dari TV sebanyak 18 jiwa (90%), Koran/majalah sebanyak 2 jiwa (10%), radio
sebanyak 0 jiwa (0%), penyuluhan di puskesmas / posyandu 0 jiwa (0%), dan papan
pengumuman desa / RW 0 jiwa (0%).
3.2. Diagram Proporsi cara Keluarga Lansia ke
fasilitas kesehatan
Analisa
Berdasarkan
diagram di atas di RW II terdapat 16 jiwa (80%) lansia pergi ke fasilitas kesehatan
dengan menggunakan kendaraan sendiri dan 4 jiwa (20%) pergi ke fasilitas
kesehatan dengan menggunakan angkutan.
3.3. Diagram
Proporsi Tanggapan Lansia mengenai Petugas Kesehatan.
Analisa
Berdasarkan
diagram diatas tanggapan baik lansia terhadap tenaga kesehatan sangat
tinggi sejumlah 20 orang (100%) petugas
kesehatan sudah dianggap baik.
3.4. Diagram
Proporsi keinginan Lansia Mendapatkan pengarahan penyuluhan atau informasi
kesehatan
Analisa
Berdasarkan
diagram diatas 3 lansia (15%) merasa perlu mendapatkan informasi tentang
kesehatan secara individu, dan 15 lansia (75%) merasa perlu mendapatkan informasi
secara kelompok sedangkan 2 lansia (10%) merasa tidak perlu mendapat informasi
tentang kesehatan.
3.5. Diagram
Proporsi Sarana Pengobatan Lansia Saat Sakit
Analisa:
Berdasarkan
diagram di atas sarana pelayanan kesehatan yang digunakan lansia terdiri dari bidan/pearawat
sebanyak 1 orang (5%), di dokter 16 orang (80%), di Rumah sakit 1 orang (5%),
dan di puskesmas 2 orang (10%).
4.
Data Kesehatan
4.1. Proporsi
Status kesehatan lansia setahun terakhir
Analisa:
Berdasarkan
diagram diatas, status kesehatan lansia setahun terakhir ini dalam kondisi baik
sebanyak 10 orang (50%), dan kondisi tidak baik 10 orang (50%).
4.2. Jumlah
proporsi masalah kesehatan pada lansia
Analisa:
Berdasarkan
diagram di atas proporsi masalah kesehatan yang dialami lansia dari 20 lansia
terdiri dari Hipertensi sebanyak 5 orang
(25%), Diabetes Militus sebanyak 2 orang (10%), Asam urat sebanyak 1 orang (5%),
Osteoporosis 1 orang (5%), Katarak 1 orang (5%) dan lansia sehat 10 orang (50%).
4.3. Distribusi
cara lansia mengatasi masalah kesehatan
Analisa
Berdasarkan
diagram diatas lansia yang mengatasi masalah kesehatan dengan berobat di Tenaga
Kesehatan sebanyak 17 orang (85%), diobati sendiri sebanyak 2 orang (10%), dan
dibiarkan saja sebanyak 1 orang (5%).
B.
Data
Kualitatif
1.
Hipertensi
a. Pengetahuan
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan
pada lansia di RW II didapatkan
data 5 orang yang
menderita penyakit Hipertensi. Rata-rata menggambarkan kurangnya
pemahaman tentang pola makan yang baik untuk Hipertensi.
b. Sikap
Dari hasil
wawancara yang dilakukan pada lansia rata-rata menggambarkan sikap lansia sudah
baik, karena kebanyakan penderita Hipertensi ingin mengokonsumsi makanan yang
rendah garam dan baik untuk kesehatan.
c. Perilaku
Perilaku lansia
kurang baik karena dilihat dari kurangnya kesadaran diri untuk memeriksakan
atau sekedar melakukan pengecekan tekanan darah ke tenaga kesehatan secara
rutin, serta jarangnya melakukan olahraga yang bisa mencegah komplikasi
hipertensi.
d. Genetik
Dua dari 5 orang
yang menderita Hipertensi mengatakan bahwa sudah memiliki riyawat Hipertensi
dari keluarga.
2.
Diabetes Mellitus
a. Pengetahuan
Berdasarkan
hasil wawancara yang dilakukan pada lansia di RW II didapatkan data 2 orang
yang menderita penyakit Diabetes
Mellitus. Rata- rata menggambarkan
pengetahuan yang kurang dilihat dari kurangnya pemahaman lansia tentang penyakit Diabetes Mellitus.
b. Sikap
Dari hasil
wawancara yang dilakukan pada lansia rata-rata menggambarkan sikap lansia sudah
baik, karena kebanyakan penderita Diabetes Melitus ingin mengkonsumsi makanan
yang rendah gula dan baik untuk kesehatan.
c. Perilaku
Rata-rata
perilaku lansia kurang baik karena dilihat dari jarangnya melakukan olahraga
untuk kebugaran tubuh yang dapat menstabilkan kadar gula dalam tubuh, dan tidak
adanya kesadaran diri untuk memeriksakan atau melakukan pengecekan kadar gula
secara rutin.
d. Genetik
Satu dari 2
orang yang menderita Diabetes Melitus mengatakan bahwa sudah memiliki riyawat
penyakit Diabetes Mellitus dari keluarga.
ANALISIS DATA
DATA
|
MASALAH KESEHATAN
|
1. Jumlah penduduk di RW II Desa Blaru Kecamatan Pati Kabupaten Pati terdiri
dari 267 warga.
Yang terdiri dari: umur 0-11 bulan sebanyak 2 jiwa, 1-5 tahun 19 jiwa, 6-12
tahun 25 jiwa, 13-20 tahun 34 jiwa, 21-35 tahun 67 jiwa, 36-50 tahun 63 jiwa,
dan umur > 50 tahun 57 jiwa.
2. Jumlah lansia di RW II desa Blaru sejumlah
20 orang.
3. Lansia
berumur 60-64 tahun sebanyak 7 orang (35%), sedangkan lansia umur 65-70 tahun
sebanyak 5 orang (25%) dan umur >70 tahun sebanyak 8 orang (40%).
4. Tingkat pendidikan lansia terbanyak di RW
II adalah
tamatan SD sejumlah 14 orang (70%).
5. Tingkat pekerjaan lansia di RW II Desa Blaru
tertinggi adalah sudah tidak bekerja sejumlah 14 orang (70%).
6. Sejumlah 14 lansia (70%) berpenghasilan < 100.000,
penghasilan 100.000 – 400.000 sebanyak 3 orang (15%), penghasilan 500.000 –
1.000.000 sebanyak 3 orang (15%), dan >1.000.000 tidak ada (0%).
7. Sejumlah 20 lansia yang menerima informasi
kesehatan dari TV sebanyak 18 jiwa (90%), Koran/majalah sebanyak 2 jiwa
(10%), radio sebanyak 0 jiwa (0%), penyuluhan di puskesmas / posyandu 0 jiwa
(0%), dan papan pengumuman desa / RW 0 jiwa (0%).
8. Dari
20 lansia terdapat 16 jiwa (80%) lansia pergi ke fasilitas kesehatan dengan
menggunakan kendaraan sendiri dan 4 jiwa (20%) pergi ke fasilitas kesehatan
dengan menggunakan angkutan.
9. Sejumlah
20 lansia (100%) menganggap petugas kesehatan sudah baik.
10. 15
lansia (75%) merasa perlu mendapatkan informasi tentang kesehatan secara
kelompok. Sebanyak 3 lansia (15%) perlu mendapatkan informasi tentang
kesehatan secara individu. Dan terdapat 2 lansia (10%) yang merasa tidak
perlu mendapat informasi kesehatan.
11. Sarana
pelayanan kesehatan yang digunakan lansia terdiri dari bidan/pearawat
sebanyak 1 orang (5%), di dokter 16 orang (80%), di Rumah sakit 1 orang (5%),
dan di puskesmas 2 orang (10%).
12. Masalah
kesehatan yang dialami lansia terdiri dari Hipertensi sebanyak 5 orang (25%), Diabetes Militus
sebanyak 2 orang (10%), Asam urat sebanyak 1 orang (5%), Osteoporosis 1 orang
(5%), Katarak 1 orang (5%) dan lansia sehat 10 orang (50%).
13. Lansia
yang mengatasi masalah kesehatan berobat di Tenaga Kesehatan sebanyak 17 orang
(85%), diobati sendiri sebanyak 2 orang (10%), dan dibiarkan saja sebanyak 1
orang (5%).
14. Rata-rata
lansia yang menderita hipertensi menggambarkan kurangnya pemahaman tentang
pola makan yang baik untuk Hipertensi.
15. Sikap
lansia sudah baik, karena kebanyakan penderita Hipertensi ingin mengkonsumsi
makanan yang rendah garam dan baik untuk kesehatan.
16. Lansia
dengan hipertensi jarang melakukan pengecekan tekanan darah ke tenaga
kesehatan, serta jarangnya melakukan olahraga yang bisa mencegah komplikasi
hipertensi.
17. Dua
lansia yang menderita Hipertensi mengatakan bahwa sudah memiliki riwayat
Hipertensi dari keluarga.
18. Rata-
rata lansia yang menderita Diabetes Mellitus menggambarkan pengetahuan yang
kurang dilihat dari kurangnya pemahaman
lansia tentang penyakit Diabetes Mellitus.
19. Rata-rata
menggambarkan sikap lansia sudah baik, karena kebanyakan penderita Diabetes
Melitus ingin mengkonsumsi makanan yang rendah gula dan baik untuk kesehatan.
20. Rata-rata
perilaku lansia kurang baik karena dilihat dari lansia yang menderita
Diabetes mellitus jarang melakukan olahraga
21. Lansia
penderita Diabetes Melitus tidak melakukan pengecekan kadar gula secara
rutin.
22. Satu
lansia penderita Diabetes Mellitus mengatakan dalam kelurga memiliki riwayat
penyakit Diabetes Mellitus
|
1.
Resiko
meningkatnya Hipertensi di kalanganan
lansia di RW II Desa Blaru Kecamatan Pati Kabupaten Pati.
2.
Resiko
meningkatnya Diabetes Mellitus di kalangan
lansia di RW II Desa Blaru Kecamatan Pati Kabupaten Pati.
|
Skala Prioritas Masalah
a. Hipertensi pada Lansia
No
|
Kriteria
|
Perhitungan
|
Skor
|
Pembenaran
|
1
|
Sifat masalah
a. Ancaman
kesehatan =2
b. Tidak/
kurang sehat = 3
c. Krisis = 1
|
2/3x1
|
2/3
|
Hipertensi
dapat menyebabkan ancaman kesehatan
|
2
|
Kemungkinan
masalah dapat diubah
a. Dengan
mudah = 2
b. Hanya sebagian
= 1
c. Tidak dapat
diubah =0
|
1/2x2
|
1
|
Kondisi
hipertensi dapat di ubah dengan pola makan
|
3
|
Potensi
masalah untuk dapat dirubah
a. Tinggi = 3
b. Cukup= 2
c. Rendah = 1
|
2/3x1
|
2/3
|
Hipertensi dapat di cegah dengan mengatur pola makan
|
4
|
Penonjolan
masalah
a. Masalah
ringan harus ditangani agar tidak menuju ke berat =2
b. Masalah
yang tidak perlu segera ditangani =1
c. Masalah
tidak dirasakan=0
|
2/2x1
|
1
|
Hipertensi harus segera di tangani agar tekanan darah
dapat stabil
|
Jumlah skor
|
3 1/3
|
b. Diabetes
Mellitus pada Lansia
No
|
Kriteria
|
Perhitungan
|
Skor
|
Pembenaran
|
1
|
Sifat masalah
a. Ancaman
kesehatan =2
b. Tidak/
kurang sehat = 3
c. Krisis = 1
|
2/3x1
|
2/3
|
DM masuk dalam
situasi ancaman kesehatan
|
2
|
Kemungkinan
masalah dapat diubah
a. Dengan
mudah = 2
b. Hanya
sebagian = 1
c. Tidak dapat
diubah =0
|
1/2x2
|
1
|
Kondisi
diabetus millitus hanya sebagian dapat di ubah dengan pola makan
|
3
|
Potensi
masalah untuk dapat dirubah
a. Tinggi = 3
b. Cukup= 2
c. Rendah = 1
|
2/3x1
|
2/3
|
DM dapat di
cegah dengan mengatur pola makan
|
4
|
Penonjolan
masalah
a. Masalah
ringan harus ditangani agar tidak menuju ke berat =2
b. Masalah
yang tidak perlu segera ditangani =1
c. Masalah
tidak dirasakan=0
|
2/2x1
|
1
|
DM harus
segera di tangani agar kadar gulanya dapat stabil
|
Jumlah skor
|
3 1/3
|
1.
Resiko tinggi terjadinya komplikasi Hipertensi
2.
Resiko peningkatan penderita Diabetes
mellitus
BAB
III
PENYAJIAN
DAN ANALISA DATA BALITA
A.
Data
Kuantitatif
1.
Data demografi
1.1. Diagram
Jumlah penduduk
Analisa:
Berdasarkan
diagram di atas jumlah bayi dan balita di RW II Desa Blaru sebanyak 2 bayi
(10%) dan 19 balita (90%).
1.2. Diagram
proporsi orangtua balita berdasarkan pendidikan
Analisa:
Berdasarkan
diagram di atas di RW II terdapat ibu balita dengan tingkat pendidikan tamat PT
sebanyak 2 orang (10%), tamat SMA sebanyak 14 orang(74%) dan tamat SMP sebanyak
3 orang (16%).
2.
Data Sosial Ekonomi Keluarga Balita
2.1. Proporsi Pendapatan Keluarga Balita
Analisa
Berdasarkan
diagram di atas di RW II keluarga balita dengan tingkat penghasilan 500.000 –
1.000.000 sebanyak 17 orang (89%), dan >1.000.000 sebanyak 2 orang (11%).
2.2. Diagram
Proporsi Pekerjaan Ibu Balita
Analisa
Berdasarkan
diagram di atas di RW II terdapat ibu balita yang bekerja sebagai pedagang
sebanyak 1 orang (5%), PNS sebanyak 1 orang, swasta sebanyak 8 orang (48%) dan
tidak bekerja sebanyak 9 orang (70%).
3.
Data Sarana Prasarana Pendukung
Kesehatan
3.1. Diagram
Proporsi Sarana Keluarga Balita Menerima Informasi Kesehatan
Analisa
Berdasarkan
diagram di atas di RW II terdapat keluarga balita yang menerima informasi
kesehatan dari TV sebanyak 9 jiwa (47%), penyuluhan di puskesmas/posyandu
sebanyak 2 jiwa (11%), serta TV dan penyuluhan di puskesmas/posyandu sebanyak 8
keluarga (42%).
3.2. Diagram
Proporsi Jarak rumah balita dengan pelayanan kesehatan
Analisa:
Berdasarkan
diagram di atas di RW II terdapat keluarga balita yang menerima informasi
kesehatan dari TV sebanyak 9 jiwa (47%), penyuluhan di puskesmas/posyandu
sebanyak 2 jiwa (11%), serta TV dan penyuluhan di puskesmas/posyandu sebanyak 8
keluarga (42%).
4.
Data Kesehatan
4.1. Proporsi
Keadaan kesehatan balita 3 bulan terakhir
Analisa:
Berdasarkan
diagram diatas, keadaan kesehatan balita 3 bulan terakhir ini dalam kondisi
sehat sebanyak 18 orang (95%), dan sakit sebanyak 1 orang (5%).
4.2. Proporsi
masalah kesehatan pada Balita
Analisa:
Berdasarkan
diagram di atas proporsi masalah kesehatan yang dialami balita terdapat 1
balita menderita Muntaber dan 18 balita dalam kondisi sehat (95%).
4.3. Proporsi
Kunjungan Balita ke Posyandu
Berdasarkan
diagram diatas proporsi kunjungan balita ke posyandu setiap 1 bulan sekali
sebanyak 19 balita (100%).
4.4. Distribusi
Imunisasi Pada Balita
Analisa
Berdasarkan
diagram diatas di RW II proporsi balita yang sudah diimunisasi lengkap sebanyak
19 balita (100%).
B.
Data
Kualitatif
1.
Muntaber
a. Pengetahuan
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan
pada keluarga Balita di RW II didapatkan
data 1 balita yang menderita penyakit muntaber. Rata-rata
keluarga kurang memahami tentang penyakit muntaber.
b. Perilaku
Dari hasil
wawancara yang dilakukan pada orang tua balita rata-rata menggambarkan perilaku
orang tua balita sudah baik, karena orang tua rajin membawa balitanya ke
posyandu dan sudah mengimunisasikan anaknya secara lengkap.
ANALISIS DATA
DATA
|
MASALAH KESEHATAN
|
1. Jumlah
bayi dan balita di RW II Desa Blaru sebanyak 2 bayi (10%) dan 19 balita
(90%).
2. Ibu
balita dengan tingkat pendidikan tamat PT sebanyak 2 orang (10%), tamat SMA
sebanyak 14 orang(74%) dan tamat SMP sebanyak 3 orang (16%).
3. Keluarga
balita dengan tingkat penghasilan 500.000 – 1.000.000 sebanyak 17 orang
(89%), sedangkan penghasilan >1.000.000 sebanyak 2 orang (11%).
4. Ibu
balita yang bekerja sebagai pedagang sebanyak 1 orang (5%), PNS sebanyak 1
orang, swasta sebanyak 8 orang (48%) dan tidak bekerja sebanyak 9 orang (70%).
5. Keluarga
balita yang menerima informasi kesehatan dari TV sebanyak 9 jiwa (47%),
penyuluhan di puskesmas/posyandu sebanyak 2 jiwa (11%), serta TV dan
penyuluhan di puskesmas/posyandu sebanyak 8 keluarga (42%).
6. Jarak
rumah balita ke pelayanan kesehatan yang berjarak < 1 Km sebanyak 5 balita
(26%), sedangkan yang berjarak 1-5 Km
sebanyak 14 balita (74%).
7. Keadaan
kesehatan balita 3 bulan terakhir ini dalam kondisi sehat sebanyak 18 orang
(95%), dan sakit sebanyak 1 orang (5%).
8. Masalah
kesehatan yang dialami balita yaitu terdapat 1 balita menderita Muntaber dan
18 balita dalam kondisi sehat (95%).
9. Kunjungan
balita ke posyandu setiap 1 bulan sekali sebanyak 19 balita (100%).
10. Balita
yang sudah diimunisasi lengkap sebanyak 19 balita (100%).
11. Rata-rata
keluarga balita kurang memahami tentang penyakit muntaber.
12. Rata-rata
perilaku orang tua balita sudah baik, karena orang tua rajin membawa
balitanya ke posyandu dan sudah mengimunisasikan anaknya secara lengkap.
|
Resiko
meningkatnya Muntaber di kalangan Balita
di RW II Desa Blaru, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati.
|
Skala Prioritas Masalah
Muntaber
Pada Balita
No
|
Kriteria
|
Perhitungan
|
Skor
|
Pembenaran
|
1
|
Sifat masalah
a. Ancaman
kesehatan =2
b. Tidak/
kurang sehat = 3
c. Krisis = 1
|
3/3x1
|
1
|
Muntaber
merupakan penyakit yang berbahaya untuk balita
|
2
|
Kemungkinan
masalah dapat diubah
a. Dengan
mudah = 2
b. Hanya
sebagian = 1
c. Tidak dapat
diubah =0
|
1/2x2
|
1
|
Muntaber dapat
diubah dengan menerapkan PHBS
|
3
|
Potensi
masalah untuk dirubah
a. Tinggi = 3
b. Cukup= 2
c. Rendah = 1
|
2/3x1
|
2/3
|
Muntaber dapat di cegah dengan mengatur perilaku
hidup sehat
|
4
|
Penonjolan
masalah
a. Masalah
ringan harus ditangani agar tidak menuju ke berat =2
b. Masalah
yang tidak perlu segera ditangani =1
c. Masalah
tidak dirasakan=0
|
2/2x1
|
1
|
Muntaber harus
segera di tangani agar tidak terjadi dehidrasi
|
Jumlah skor
|
3
2/3
|
Resiko
meningkatnya penderita muntaber pada Balita
BAB
IV
PLANING
OF ACTION
No
|
Data
|
Masalah
Kesehatan
|
Tujuan
|
Rencana
|
Waktu/
tempat
|
Metode
|
Sasaran
|
Sumber
Dana
|
PJ
|
Pelaksanaan
|
1.
|
1. Jumlah penduduk di RW
II Desa Blaru Kecamatan Pati Kabupaten Pati terdiri dari 267 warga.
Yang terdiri dari: umur 0-11 bulan sebanyak 2 jiwa, 1-5 tahun 19 jiwa, 6-12
tahun 25 jiwa, 13-20 tahun 34 jiwa, 21-35 tahun 67 jiwa, 36-50 tahun 63 jiwa,
dan umur > 50 tahun 57 jiwa.
2. Jumlah lansia di RW II
desa Blaru sejumlah
20 orang.
3. Lansia
berumur 60-64 tahun sebanyak 7 orang (35%), sedangkan lansia umur 65-70 tahun
sebanyak 5 orang (25%) dan umur >70 tahun sebanyak 8 orang (40%).
4. Tingkat pendidikan lansia terbanyak di RW II adalah tamatan SD
sejumlah 14 orang (70%).
5. Tingkat pekerjaan lansia di RW II Desa Blaru tertinggi adalah sudah tidak
bekerja sejumlah 14 orang (70%).
6. Sejumlah 14 lansia (70%) berpenghasilan < 100.000,
penghasilan 100.000 – 400.000 sebanyak 3 orang (15%), penghasilan 500.000 –
1.000.000 sebanyak 3 orang (15%), dan >1.000.000 tidak ada (0%).
7. Sejumlah 20 lansia
yang menerima informasi kesehatan dari TV sebanyak 18 jiwa (90%),
Koran/majalah sebanyak 2 jiwa (10%), radio sebanyak 0 jiwa (0%), penyuluhan
di puskesmas / posyandu 0 jiwa (0%), dan papan pengumuman desa / RW 0 jiwa
(0%).
8. Dari 20 lansia terdapat 16 jiwa
(80%) lansia pergi ke fasilitas kesehatan dengan menggunakan kendaraan
sendiri dan 4 jiwa (20%) pergi ke fasilitas kesehatan dengan menggunakan
angkutan.
9. Sejumlah 20 lansia (100%)
menganggap petugas kesehatan sudah baik.
10.
15
lansia (75%) merasa perlu mendapatkan informasi tentang kesehatan secara
kelompok. Sebanyak 3 lansia (15%) perlu mendapatkan informasi tentang
kesehatan secara individu. Dan terdapat 2 lansia (10%) yang merasa tidak
perlu mendapat informasi kesehatan.
11.
Sarana
pelayanan kesehatan yang digunakan lansia terdiri dari bidan/pearawat
sebanyak 1 orang (5%), di dokter 16 orang (80%), di Rumah sakit 1 orang (5%),
dan di puskesmas 2 orang (10%).
12. Status kesehatan lansia setahun terakhir ini dalam
kondisi baik sebanyak 10 orang (50%), dan kondisi tidak baik 10 orang (50%).
13. Masalah kesehatan yang dialami
lansia terdiri dari Hipertensi
sebanyak 5 orang (25%), Diabetes Militus sebanyak 2 orang (10%), Asam
urat sebanyak 1 orang (5%), Osteoporosis 1 orang (5%), Katarak 1 orang (5%)
dan lansia sehat 10 orang (50%).
14. Di RW 02 terdapat 20 lansia
mengatasi masalah kesehatan berobat di Tenaga Kesehatan sebanyak 17 orag
(85%), diobati sendiri sebanyak 2 orang (10%), dan dibiarkan saja sebanyak 1
orang (5%).
15. Rata-rata lansia yang menderita hipertensi memiliki pemahaman
kurang tentang pola makan yang baik untuk Hipertensi.
16. Sikap lansia sudah baik, karena kebanyakan penderita
Hipertensi ingin mengkonsumsi makanan yang rendah garam dan baik untuk
kesehatan.
17. Lansia dengan hipertensi jarang melakukan pengecekan
tekanan darah ke tenaga kesehatan, serta jarangnya melakukan olahraga yang
bisa mencegah komplikasi hipertensi.
18. Dua lansia yang menderita Hipertensi mengatakan
bahwa sudah memiliki riwayat Hipertensi dari keluarga.
19. Rata- rata lansia yang menderita Diabetes Mellitus
menggambarkan pengetahuan yang kurang dilihat dari kurangnya pemahaman lansia tentang penyakit Diabetes Mellitus.
20. Rata-rata perilaku lansia kurang baik karena dilihat
dari lansia yang menderita Diabetes mellitus jarang melakukan olahraga
21. Lansia penderita Diabetes Melitus tidak melakukan
pengecekan kadar gula secara rutin.
22. Satu lansia penderita Diabetes Melitus mengatakan
dalam kelurga memiliki riwayat penyakit Diabetes Melitus
|
Resiko terjadinya peningkatan penyakit Hipertensi dan Diabetes Mellitus yang diderita oleh
lansia.
|
Setelah dilakukan program kegiatan
diharapkan terpeliharanya status kesehatan secara optimal pada lansia
diwilayah RW II Desa Blaru.
|
Dilakukan program
kegiatan yaitu :
1. Melakukan penyuluhan tentang penyakit Hipertensi dan
Diabetes Mellitus pada lansia
2. Melakukan pemeriksaan kesehatan dasar yaitu penimbangan BB, pemeriksaan
tekanan darah dan pemeriksaan gula darah.
|
Sabtu, 19 Desember 2015 di RW II
|
Ceramah
|
Lansia di RW II Desa Blaru
|
Swadana
|
1. Kepala
Desa, Desa Blaru
2. Ketua
RW II Desa Blaru
3. Ketua
RT 05, Ketua RT 06, ketua RT 07 dan ketua RT 08 Desa Blaru
4. Mahasiswa
kelompok II
|
Kelompok II
|
2.
|
1. Jumlah
bayi di RW II Desa Blaru sebanyak 2 bayi (10%) dan jumlah balita sebanyak 19
balita (90%).
2. Di
RW II terdapat ibu balita dengan tingkat pendidikan tamat PT sebanyak 2 orang
(10%), tamat SMA sebanyak 14 orang(74%) dan tamat SMP sebanyak 3 orang (16%).
3. Keluarga
balita dengan tingkat penghasilan 500.000 – 1.000.000 sebanyak 17 orang
(89%), sedangkan penghasilan >1.000.000 sebanyak 2 orang (11%).
4. Di
RW II terdapat ibu balita yang bekerja sebagai pedagang sebanyak 1 orang
(5%), PNS sebanyak 1 orang, swasta sebanyak 8 orang (48%) dan tidak bekerja
sebanyak 9 orang (70%).
5. Di
RW II terdapat keluarga balita yang menerima informasi kesehatan dari TV
sebanyak 9 jiwa (47%), penyuluhan di puskesmas/posyandu sebanyak 2 jiwa
(11%), serta TV dan penyuluhan di puskesmas/posyandu sebanyak 8 keluarga
(42%).
6. Jarak
rumah balita ke pelayanan kesehatan yang berjarak < 1 Km sebanyak 5 balita
(26%), sedangkan yang berjarak 1-5 Km
sebanyak 14 balita (74%).
7. Keadaan
kesehatan balita 3 bulan terakhir ini dalam kondisi sehat sebanyak 18 orang
(95%), dan sakit sebanyak 1 orang (5%).
8. Masalah
kesehatan yang dialami balita terdapat 1 balita menderita Muntaber dan 18
balita dalam kondisi sehat (95%).
9. Kunjungan
balita ke posyandu setiap 1 bulan sekali sebanyak 19 balita (100%).
23. Di
RW II balita yang sudah diimunisasi lengkap sebanyak 19 balita (100%).
24. Rata-rata
keluarga balita kurang memahami tentang penyakit muntaber.
25. Rata-rata
perilaku orang tua balita sudah baik, karena orang tua rajin membawa
balitanya ke posyandu dan sudah mengimunisasikan anaknya secara lengkap.
|
Resiko peningkatan penyakit Muntaber pada
balita
|
Setelah dilakukan program kegiatan
diharapkan terpeliharanya status kesehatan secara optimal balita diwilayah RW
II Desa Blaru.
|
Dilakukan program
kegiatan yaitu :
1. Melakukan Penimbangan BB dan pemberian makanan tambahan
2. Melakukan penyuluhan tentang penyakit muntaber
|
Sabtu, 19 Desember 2015 di RW II
|
Ceramah
|
Balita di RW II
|
Swadana
|
5. Kepala
Desa, Desa Blaru
6. Ketua
RW II Desa Blaru
7. Ketua
RT 05, Ketua RT 06, ketua RT 07 dan ketua RT 08 Desa Blaru
8. Mahasiswa
kelompok II
|
Kelompok II
|
BAB V
HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
1. Penyuluhan Kesehatan
Rata- rata
lansia memiliki pengetahuan yang kurang ditandai dengan kurangnya pemahaman lansia tentang penyakit
Diabetes Melitus dan hipertensi
serta kurangnya pengetahuan orang tua tentang Muntaber pada balita. Sehingga
perlu dilakukan penyuluhan kesehatan dengan harapan adanya peningkatan
pengetahuan masyarakat.
Pada tanggal 19
Desember pukul 14.00 sampai selesai di rumah Ketua RT VII, telah dilaksanakan penyuluhan
kesehatan dan pelayanan kesehatan dasar pada lansia dan balita. Kegiatan ini dihadiri
oleh 22 Lansia dan 13 Balita.
Dalam
pelaksanaan penyuluhan kesehatan ini yang menjadi kendala adalah dalam menyampaikan materi penyaji merasa gugup
sehingga penyampaian materi kurang maksimal dan tempat
pelaksanaan kegiatan yang
sempit dan terbuka, lansia dan ibu balita menjadi kurang memperhatikan materi penyuluhan yang
disampaikan, disamping itu banyaknya orang yang tidak bersangkutan ikut serta
dalam kegiatan sehingga menimbulkan gaduh selama kegiatan penyuluhan
berlangsung.
2.
Pelayanan kesehatan dasar
Dari hasil
wawancara dengan lansia
dan ibu balita di
RW II.
Beberapa lansia mengatakan menderita penyakit Diabetes Melitus dan hipertensi serta ada balita yang
menderita muntaber. Beberapa lansia
khawatir apabila ada kenaikan kadar gula darah, dan kenaikan tekanan darah.
Sehingga perlu dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi komplikasi. Setelah dilakukan penyuluhan
kesehatan dilanjutkan dengan pelayanan kesehatan dasar pada balita berupa
penimbangan berat badan dan pemberian makanan tambahan serta pada lansia berupa
penimbangan berat badan, pengukuran tekanan darah, dan pengecekan kadar gula
darah. Dari hasil pemeriksaan ada lansia yang kadar gula darahnya melebihi normal‚ dan ada
yang tekanan darahnya tinggi.
Kegiatan
ini kendalanya adalah alat pemeriksaan yang kurang memadai karena persediaan alat yang terbatas sehingga lansia harus mengantri lama untuk
menunggu gilirannya diperiksa.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Masalah
kebidanan komunitas sebagai salah satu penerapan dari praktik kebidanan dan
kesehatan komunitas yang bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan
masyarakat. Kegiatan peningkatan kesehatan Lansia dan balita dilakukan melalui
penyuluhan kesehatan dan pelayanan kesehatan dasar.
Kegiatan pertama
telah dilaksanakan pada tanggal 19 Desember 2015 dengan jenis kegiatan
penyuluhan kesehatan pada lansia tentang Diabetes Mellitus dan Hipertensi serta
pada Ibu balita tentang Muntaber. Dalam kegiatan ini dihadiri oleh 22 lansia dan 13 Balita. Rata-rata lansia dan
balita yang hadir mengikuti kegiatan dengan baik dan cukup antusias sampai
berakhirnya acara tersebut.
Setelah
dilakukan penyuluhan dilanjutkan acara pelayanan kesehatan dasar pada balita
berupa penimbangan berat badan dan pemberian makanan tambahan, serta pelayanan
kesehatan dasar pada lansia berupa penimbangan berat badan dan pemeriksaan tekanan
darah, serta pemeriksaan gula darah. Pemeriksaan ini dilakukan karena
didapatkan dari hasil pendataan terdapat 5 lansia yang mengalami hipertensi dan
2 lansia mengalami diabetes mellitus, dengan diadakan kegiatan ini lansia merasa senang karena
keluhan yang dirasakan mendapatkan respon dan tindak lanjut dari petugas
kesehatan.
Keberhasilan
kegiatan yang dicapai merupakan tanda peningkatan peran serta masyarakat
melalui penyuluhan kesehatan dan pelayanan kesehatan dasar di RW II Desa Blaru
Pati dan di sertai dukungan penuh dari masyarakat dan perangkat desa setempat.
B. Saran
a. Dalam
Kegiatan penyuluhan terdapat kendala, untuk selanjutnya sebaiknya penyaji lebih menguasai materi dan mempersiapkan diri
sehingga tidak terlihat gugup
dan kegiatan dilaksanakan di tempat yang lebih luas dan tertutup sehingga kegiatan dapat
terlaksana dengan kondusif.
b. Dalam
kegiatan pelayanan kesehatan dasar masih
terdapat kendala untuk
selanjutnya apabila mengadakan kegiatan serupa lebih
diperhatikan untuk kelengkapan dan
ketersediaan alat-alat dalam melakukan pemeriksaan.
DAFTAR PUSTAKA
Bandiah‚Siti.
2009. Lanjut Usia Dan Perawatan Gerontik.
Yogjalarta:Nuha Medika.
|
Muslihatun,
Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi,
dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya.
Prasetyani‚Eka.
2011. Ilmu KesehatanMasyarakat.Yogyakarta:
Nuha Medika.
Pudiastuti,
Ratna Dewi. 2011. Buku Ajar Kebidanan
Komunitas. Yogyakarta : Nuha Medika.
Sudarti
dan Endang khoirunnisa. 2010. Asuhan
Kebidanan Neonatus, Bayi, Dan Anak Balita. Yogyakarta: Nuha Medika.
Yantini.2010.
Kiat Sehat Saat Lansia. Banyumas:Nusa
Indah
No comments:
Post a Comment