Thursday 18 September 2014

makalah eutanasia

A.    Kasus Euthanasia di Indonesia
Kasus Hasan Kusuma – Indonesia
Sebuah permohonan untuk melakukan eutanasia pada tanggal 22 Oktober 2004 telah diajukan oleh seorang suami bernama Hassan Kusuma karena tidak tega menyaksikan istrinya yang bernama Agian Isna Nauli, 33 tahun, tergolek koma selama 2 bulan dan disamping itu ketidakmampuan untuk menanggung beban biaya perawatan merupakan suatu alasan pula. Permohonan untuk melakukan eutanasia ini diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kasus ini merupakan salah satu contoh bentuk eutanasia yang diluar keinginan pasien. Permohonan ini akhirnya ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan setelah menjalani perawatan intensif maka kondisi terakhir pasien (7 Januari 2005) telah mengalami kemajuan dalam pemulihan kesehatannya.

B.     Pengertian Euthanasia
Eutanasia (Bahasa Yunani , eu  yang artinya "baik", dan thanatos yang berarti kematian) adalah praktik pencabutan kehidupan manusia melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan. Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya (Hasan, 1995:145).

C.    Jenis Euthanasia
a.       Euthanasia Aktif
Euthanasia aktif adalah perbuatan yang dilakukan secara aktif oleh dokter untuk mengakhiri hidup seorang (pasien) yang dilakukan secara medis. Biasanya dilakukan dengan penggunaan obat-obatan yang bekerja cepat dan mematikan.
b.      Euthanasia Pasif
Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia, sehingga pasien diperkirakan akan meninggal setelah tindakan pertolongan dihentikan.

D.    Euthanasia Jika dipandang dari Berbagai Aspek
1.      Aspek Hak Asasi.
Hak asasi manusia selalu dikaitkan dengan hak hidup, damai dan sebagainya. Tapi tidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati. Mati sepertinya justru dihubungkan dengan pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini terbukti dari aspek hukum euthanasia, yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalam euthanasia. Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan sebagainya, secara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati, apabila dipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidaknyamanan atau lebih tegas lagi dari segala penderitaan yang hebat. Euthanasia jika dipandang dari sisi hak asasi maka itu diperbolehkan, seorang punya hak untuk hidup maka ia pun mempunyai hak untuk memutuskan tidak ingin melanjutkan hidupnya atau ingin mati karena setiap orang punya hak untuk menentukan jalan hidupnya.
2.      Aspek Ilmu Pengetahuan
Pengetahuan kedokteran dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medis untuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien. Apabila secara ilmu pengetahuan hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhan ataupun pengurangan penderitaan maka seseorang tidak disalah jika akhirnya mengajukan haknya untuk tidak diperpanjang lagi hidupnya karena segala upaya yang dilakukan akan sia-sia, bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan, karena di samping tidak membawa kepada kesembuhan, keluarga yang lain akan terseret dalam pengurasan dana.
3.      Aspek Agama
a.       Agama Islam
Seperti dalam agama-agama Ibrahim lainnya ( Yahudi dan Kristen ), Islam mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut merupakan anugerah Allah kepada manusia. Hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati (QS 22: 66; 2: 243). Oleh karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam.
Dan belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS 2: 195), dan dalam ayat lain disebutkan, Janganlah engkau membunuh dirimu sendiri, (QS 4: 29), yang makna langsungnya adalah Janganlah kamu saling berbunuhan. Dengan demikian, seorang Muslim (dokter) yang membunuh seorang Muslim lainnya (pasien) disetarakan dengan membunuh dirinya sendiri.
b.      Agama Budha
Ajaran agama Buddha sangat menekankan kepada makna dari kehidupan dimana penghindaran untuk melakukan pembunuhan makhluk hidup adalah merupakan salah satu moral dalam ajaran budha. Berdasarkan pada hal tersebut diatas maka nampak jelas bahwa euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang tidak dapat dibenarkan dalam ajaran agama budha.
Mempercepat kematian seseorang secara tidak alamiah adalah merupakan pelanggaran terhadap perintah utama ajaran budha yang dapat menjadi karma kepada siapapun yang terlibat dalam pengambilan keputusan tersebut.
c.       Agama Hindu
Pandangan agama hindu terhadap euthanasia bahwa bunuh diri adalah suatu perbuatan yang terlarang didalam ajaran hindu karena perbuatan tersebut dapat menjadi suatu factor yang mengganggu pada saat reinkarnasi dan dapat menghasilkan karma buruk. Kehidupan manusia adalah merupakan suatu kesempatan yang sangat berharga untuk meraih tingkat yang lebih baik dalam kehidupan kembali.
Berdasarkan kepercayaan umat Hindu, apabila seseorang melakukan bunuh diri, maka rohnya tidak akan masuk neraka ataupun surga melainkan tetap berada didunia fana sebagai roh jahat dan berkelana tanpa tujuan hingga ia mencapai masa waktu dimana seharusnya ia menjalani kehidupan (Catatan : misalnya umurnya waktu bunuh diri 17 tahun dan seharusnya ia ditakdirkan hidup hingga 60 tahun maka 43 tahun itulah rohnya berkelana tanpa arah tujuan), setelah itu maka rohnya masuk ke neraka menerima hukuman lebih berat dan akhirnya ia akan kembali ke dunia dalam kehidupan kembali (reinkarnasi) untuk menyelesaikan dahulu yang belum selesai dan dijalaninya kembali lagi dari awal.

E.     Euthanasia dipandang dari aspek hukum di Indonesia
Berdasarkan hukum di Indonesia maka euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344, 338, 340, 345, dan 359 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
1.      Pasal 344 KUHP
Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.
2.      Pasal 338 KUHP  
Barang siapa dngan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena makar mati, dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun.
3.      Pasal 340 KUHP
Barang siapa yang dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau pejara selama-lamanya seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.
4.      Pasal 359 KUHP
Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.
5.      Pasal 345 KUHP
Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun penjara.

Berdasarkan penjelasan pandangan hukum terhadap tindakan euthanasia, maka dokter dan keluarga yang memberikan izin dalam pelaksanaan tindakan tersebut dapat dijeratkan dengan pasal 345 KUHP dengan acaman penjara selama-lamanya empat tahun penjara.

F.     Praktik Euthanasia di Berbagai Negara
Praktik-praktik eutanasia yang dilaporkan dalam berbagai tindakan masyarakat:
1.      Uruguay mencantumkan kebebasan praktik eutanasia dalam undang-undang yang telah berlaku sejak tahun 1933.
2.      Belanda pada tahun 2000 lalu menerbitkan undang-undang yang membolehkan tindakan euthanasia (mempercepat kematian seseorang).
3.      Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan eutanasia pada akhir September 2002. Belgia kini menjadi negara ketiga yang melegalisasi eutanasia (setelah Belanda dan negara bagian Oregon di Amerika).
4.      Di Swiss, obat yang mematikan dapat diberikan baik kepada warga negara Swiss ataupun orang asing apabila yang bersangkutan memintanya sendiri
5.      Pada tahun 1939, pasukan Nazi Jerman melakukan suatu tindakan kontroversial dalam suatu "program" eutanasia terhadap anak-anak di bawah umur 3 tahun yang menderita keterbelakangan mental, cacat tubuh, ataupun gangguan lainnya yang menjadikan hidup mereka tak berguna.

G.    Beberapa Kasus Euthanasia di Negara Lain
1.      Terri Schiavo 
Terri Shiavo (usia 41 tahun) meninggal dunia di negara bagian Florida, 13 hari setelah Mahkamah Agung Amerika memberi izin mencabut pipa makanan yang selama ini memungkinkan pasien dalam koma ini masih dapat hidup. Komanya mulai pada tahun 1990 saat Terri jatuh di rumahnya dan ditemukan oleh suaminya, Michael Schiavo, dalam keadaan gagal jantung. Setelah Terri Schiavo selama 8 tahun berada dalam keadaan koma, maka pada bulan Mei 1998 suaminya yang bernama Michael Schiavo mengajukan permohonan ke pengadilan agar pipa alat bantu makanan pada istrinya bisa dicabut agar istrinya dapat meninggal dengan tenang, namun orang tua Terri Schiavo yaitu Robert dan Mary Schindler menyatakan keberatan dan menempuh langkah hukum guna menentang niat menantu mereka tersebut. Dua kali pipa makanan Terri dilepaskan dengan izin pengadilan, tetapi sesudah beberapa hari harus dipasang kembali atas perintah hakim yang lebih tinggi. Akhirnya hakim memutuskan bahwa pipa makanan boleh dilepaskan.

2.      Kasus "Doctor Death"
Dr. Jack Kevorkian dijuluki "Doctor Death", seperti dilaporkan Lori A. Roscoe . Pada awal April 1998, di Pusat Medis Adven Glendale , California diduga puluhan pasien telah "ditolong" oleh Kevorkian untuk mengakhiri hidup. Kevorkian berargumen apa yang dilakukannya semata demi "menolong" pasien-pasiennya. Namun, para penentangnya menyebut apa yang dilakukannya adalah pembunuhan.
3.      Kasus rumah sakit Boramae – Korea
Pada tahun 2002, ada seorang pasien wanita berusia 68 tahun yang terdiagnosa menderita penyakit sirosis hati. Tiga bulan setelah dirawat, seorang dokter bermarga Park umur 30 tahun, telah mencabut alat bantu pernapasan (respirator) atas permintaan anak perempuan si pasien. Pada Desember 2002, anak lelaki almarhum tersebut meminta polisi untuk memeriksa kakak perempuannya beserta dua orang dokter atas tuduhan melakukan pembunuhan. Seorang dokter yang bernama dr. Park mengatakan bahwa si pasien sebelumnya telah meminta untuk tidak dipasangi alat bantu pernapasan tersebut.
4.      Kasus BBC
Seorang warga Swiss bunuh diri dibantu medis atau euthanasia. Disaksikan keluarganya, ia menenggak obat mematikan di satu klinik di Swiss. Proses menuju kematian itu, disiarkan oleh televisi BBC. Kontroversi pun sontak merebak. Nama pria itu adalah Peter Smedley berusia 71 tahun dan sedang sakit parah yang tak mungkin disembuhkan lagi. Niatnya itu bisa terlaksana karena di negaranya, Swiss, euthanasia tidak terlarang. Ia pun meminta dokter di satu klik bernama Dignitas memberikan obat mematikan, barbituates.

H.    Kesimpulan
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
a.         Euthanasia jika dipandang dari sisi hak asasi maka itu diperbolehkan, seorang mempunyai hak untuk hidup maka ia pun mempunyai hak untuk memutuskan tidak ingin melanjutkan hidupnya atau ingin mati karena setiap orang punya hak untuk menentukan jalan hidupnya.
b.         Menurut ilmu pengetahuan jika hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhan ataupun pengurangan penderitaan maka seseorang tidak disalah jika akhirnya mengajukan haknya untuk tidak diperpanjang lagi hidupnya karena segala upaya yang dilakukan akan sia-sia, bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan, karena di samping tidak membawa kepada kesembuhan, keluarga yang lain akan terseret dalam pengurasan dana.
c.         Menurut agama islam, euthanasia itu dilarang karena hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati. Oleh karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam. Selain itu dalam ajaran agama budha, euthanasia juga dilarang karena mempercepat kematian seseorang secara tidak alamiah adalah pelanggaran terhadap perintah utama ajaran budha yang dapat menjadi karma kepada siapapun yang terlibat dalam pengambilan keputusan tersebut. Serta menurut agama hindu, euthanasia juga di larang karena perbuatan tersebut dapat menjadi suatu faktor yang mengganggu pada saat reinkarnasi dan dapat menghasilkan karma buruk.
d.        Berdasarkan hukum di Indonesia, euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344, 338, 340, 345, dan 359 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

















DAFTAR PUSTAKA
Euthanasia.(Online). (http://kamusbahasaindonesia.org/eutanasia, diakses 24 Oktober 2010).
Franson, J.C. 2004. Chapter 5 Euthanasia.(Online), (http://www.nwhc.usgs.gov. diakses 29 Oktober 2010).
Karo-Karo, Andre. 1987. Euthanasia. PenerbitErlangga. Jakarta.


analisis kasus kehamilan

Kasus 5

Ny. G umur 27 tahun, G1P0A0, hamil 29 minggu datang ke BPS permata dengan keluhan mengeluarkan darah banyak lewat jalan lahir, warna merah segar, tidak di sertai nyeri perut. Hasil pemeriksaan KU lemah, pucat, TFU 2 jari diatas pusat, presentasi kepala, bagian bawah belum masuk PAP, TD 80/50 mmHg, HB 8,4 gr%.

Soal

1.       Diagnosa  yang tepat sesuai kasus diatas adalah...
2.       Bagaimana faktor predisposisi kasus diatas?
3.       Sebagai Bidan, tindakan yang tepat untuk menangani kasus diatas adalah..

Analisis Kasus
1.    Diagnosa:
Ny.G 27 tahun G1P0A0 hamil 29 minggu dengan plasenta previa.
DS:
-         Ibu mengeluarkan darah banyak lewat jalan lahir, warna merah segar, tidak disertai nyeri.
DO:
-UK : 29 minggu
-TD : 80/50 mmHg
-KU : lemah dan pucat
-HB : 8,4 gr%
TFU : 2 jari diatas pusat

2.    Faktor predisposisi adalah beberapa kondisi atau situasi yang menyebabkan seseorang lebih beresiko terkena sebuah penyakit.
Faktor predisposisi pada plasenta previa adalah
a.     Umur penderita
1)   Umur muda karena indometrium belum sempurna. (pada umur muda < 20 tahun).
2)   Pada umur diatas 35 tahun.
b.    Paritas
Pada paritas tinggi (Multipara) kejadian plasenta previa makin besar.
c.     Endrometrium yang cacat
1)   Bekas persalinan berulang dengan jarak pendek
2)   Bekas operasi dan kuretase.
3)   Perubahan endrometrium pada mioma uteri atau polip.
4)   Pada keadaan malnutrisi.

Faktor predisposisi terjadinya kasus diatas:
a.     Kemungkinan Ny. G mengalami malnutrisi.
b.    Kemungkinan Ny. G mempunyai mioma atau polip.

3.    Tindakan yang tepat untuk kasus diatas adalah
a.     Menanyakan pada ibu tentang karakteristik perdarahan, kapan mulai terjadi, seberapa banyak, warnanya apa, adakah gumpalan.
b.    Memeriksa tekanan darah ibu, suhu, nadi, dan denyut jantung janin.
c.     Melakukan pemeriksaan external, rasakan apakah perut bagian bawah teraba lembut, kenyal ataukah keras.
d.    Jangan melakukan pemeriksaan dalam, apabila mungkin periksa dengan spekulum.
e.     Menganjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap kekiri dan menghindari peningkatan tekanan rongga perut (misalnya menghindari batuk dan menghindari mengedan).
f.      Memasang infus NaCL atau RL sebanyak 2-3 kali jumlah darah yang hilang.
g.     Memantau tekanan darah dan frekuensi nadi secara teratur setiap 15 menit.
h. Merujuk pasien ke rumah sakit