Tuesday 31 May 2016

Penentuan Jarak Kehamilan



a.       Pengertian
Penentuan jarak kehamilan merupakan salah satu cara untuk menentukan berapa jarak yang akan direncanakan diantara kehamilan satu dengan yang lain (Dwijayanti,2005).
b.      Jarak Kehamilan
Kehamilan merupakan saat yang paling tepat untuk saling berbagi dan merencanakan apa yang akan dilakukan sebagai calon orang tua. Upaya perencanaan dalam keluarga yakni menentukan jumlah anak dan jarak kehamilannya merupakan hal yang umum dilakukan, terutama oleh keluarga-keluarga mudah baik diperkotaan maupun di pedesaan. Kesadaran akan penting bila perencanaan keluarga ini biasanya dikaitan dengan konsep perencanaan keluarga, pasangan muda dianggap lebih siap baik secara mental,spiritual maupun finansial dalam menata masa depan anak-anak mereka. Tentu saja pandangan ini masih bisa di pertanyakan mengingat penataan masa depan keluarga sangat berkaitan dengan banyak faktor (Sugiri,2007).
Pengaturan jarak kehamilan merupakan salah satu usaha agar pasangan dapat lebih menerima dan siap untuk memiliki anak kembali,menjadi hal penting untuk dikomunikasikan (Masyhuri,2007).
Keinginan keluarga untuk memiliki anak sangat erat kaitannya dengan pandangan masing-masing keluarga tentang pandangan masing-masing keluarga tentang nilai anak (value of children). Semakin tinggi tanggung jawab keluarga terhadap nilai anak maka semakin tinggi pula dorongan keluarga untuk merencanakan jumlah anak ideal (BKKBN,2007).
Menentukan jarak kehamilan tidak semua pasangan usia subur mengetahui secara jelas manfaatnya buat kehidupan jangka panjang yang lebih baik.Maka yang paling penting dalam hal ini adalah meningkatkan peran suami istri dalam memahami betul manfaat menentukan jarak kehamilan. Dimana,terdapat keadaan bahwa jarak kehamilan yang diinginkan sebagian besar wanita di negara berkembang tersebut tidak selalu terpenuhi.Hal itu diakibatkan beberapa faktor yang mungkin sangat kompleks sifatnya seperti faktor sosial budaya serta pengambilan keputusan yang dilakukan tidak oleh istri, akan tetapi oleh anggota keluarga lainnya seperti suami atau ibu mertua. Kejadian ini masih terjadi di Indonesia, terutama di beberapa daerah pedalaman yang masih kuat nilai-nilai tradisionalnya. Padahal tertulis dalam hak-hak reproduksi yang mengatakan bahwa setiap orang berhak untuk menentukan jumlah anak yang dimiliki serta jarak kehamilan yang diinginkan (Diana,2007).
Dalam merencanakan dan mengatur jarak kehamilan,perencanaan pasangan dapat dipengaruhi oleh banyak faktor baik dari segi kematangan ekonomi,umur pasangan, pengaruh sosial budaya, lingkungan, pekerjaan maupun status kesehatan pasangan (Susan,2006).
c.       Waktu dan jarak  kehamilan yang aman dan ideal
Mengingat banyaknya resiko yang mungkin saya terjadi jika waktu dan jarak kehamilan terlalu dekat, maka solusi terbaik adalah dengan mengatur dan merencanakan kehamilan berikutnya dengan matang.Beberapa ahli mengatakan bahwa waktu dan jarak kehamilan yang aman dan ideal adalah antara 18 bulan sampai 48 bulan dihitung dari waktu persalinan sebelumnya (Mario, 2015).
Mengatur waktu dan jarak kehamilan yang aman dan ideal akan menghindkan ibu dan anak dari resiko. Waktu dan jarak  kehamilan ideal diatas akan memberikan cukup istirahat bagi Rahim ibu untuk kembali siap menjadi rumah bagi calon bayi yang akan dikandung (Mario, 2015).
d.      Faktor usia juga merupakan salah satu faktor dalam menentukan jarak kehamilan dimana pada saat merencanakan kehamilan yang harus dihindari antara lain empat T yaitu:
1)      Terlalu muda untuk hamil (< 20 tahun)
2)      Terlalu tua untuk hamil (>35 tahun)
3)      Terlalu sering hamil (anak > orang berisiko tinggi)
4)      Terlalu dekat jarak kehamilannya ( < 2 tahun)
Oleh karena faktor usia, di Indonesia wanita di atas 30 tahun banyak yang memilih jarak pendek untuk melahirkan anak sebelum mereka berumur 35 tahun ke atas ( Yolan,2007).
 Faktor usia merupakan faktor penting dalam menentukan jarak kehamilan terutama bagi wanita bila berusia 38 tahun dan masih menginginkan 2 orang anak maka tidak bisa hamil dengan jarak umur 3 tahun antara yang satu dengan yang lain, bila usia dibawah 30 tahun dan tidak mempunyai masalah kesehatan yang membahayakan kehamilan maka masih mempunyai kesempatan untuk mengatur jarak kehamilan  (Dwijayanti,2005).
Keberhasilan beberapa negara maju yang wanitannya berpendidikan lebih tinggi cenderung menggunakan kontrasepsi untuk mengatur jarak kehamilan. Karena umurnya mereka menyadari perlunya mengatur jarak kehamilan ( Diana, 2007).
Peningkatan partisipasi pasangan di bidang pendidikan akan berdampak pada pembatasan jumlah dan jarak anak yang dilahirkan, terutama disebabkan meningkatnya kesadaran dan tanggung jawab dalam hidup berumah tangga
( Bappenas,2007).
Aspek ekonomi juga faktor yang tak kalah penting, jika tidak direncanakan terutama soal penyiapan dananya, bisa juga berakibat fatal. Salah satu keuntungan dalam mengatur penentuan jarak kehamilan adalah dari segi ekonomi sosial yaitu meningkatkan derajat kualitas hidup perempuan secara menyeluruh ( Diana,2007).
Pada umumnya pasangan yang tidak mau mempunyai anak beralasan bahwa mereka tidak cukup mampu menyediakan dukungan yang layak untuk membesarkan anak sebagaimana mestinya. Dengan persiapan mental maupun ekonomi dari pasangan akan mempermudahkan pasangan untuk menentukan jarak kehamilan (Zeverina,2007).
e.       Resiko dalam Menentukan Jarak Kehamilan
Wanita yang melahirkan dengan jarak yang sangat berdekatan (< 2 tahun) akan mengalami resiko antara lain (Yolan,2007):
1).    Resiko perdarahan trimester III
2).    Plasenta previa
3).    Anemia
4).    Ketuban pecah dini
5).    Endometriosis masa nifas
6).    Kematian saat melahirkan
7).    Kehamilan dengan jarak yang terlalu jauh juga dapat menimbulkan resiko tinggi antara lain persalinan lama.
f.       Perencanaan kehamilan yang sehat
Perencanaan berkeluarga yang optimal melalui perencanaan kehamilan yang aman,sehat dan diinginkan merupakan salah satu faktor penting dalam upaya menurunkan angka kematian maternal. Menjaga jarak kehamilan tak hanya menyelamatkan ibu dan bayi dari sisi kesehatan, namun juga memperbaiki kualitas hubungan psikologis keluarga (Sugiri,2007).
Salah satu perencanaan kehamilan antara lain dengan mengikuti program keluarga berencana (KB). KB memberi kepada pasangan pilihan tentang kapan sebaiknya mempunyai anak, berapa jumlahnya, jarak antar anak yang satu dengan yang lain, dan kapan sebaiknya berhenti mempunyai anak ( Yolan,2007).
Efek jarak kehamilan terlalu dekat pada anak Jarak kehamilan atau kelahiran yang berdekatan juga dapat memicu pengabaian pada anak pertama secara fisik maupun psikis, yang dapat menimbulkan rasa cemburu, ketidaksiapan berbagai kasih sayang dari orang tuanya (Yolan,2007).
Banyak kakak-beradik dengan jarak kehamilan atau kelahiran terlalu pendek menimbulkan sikap iri atau cemburu. Seperti kakak tidak gembira atas kehadiran adiknya, justru sering menganggapnya musuh karena merampas kasih sayang dari orang tuanya (Diana,2007).
Persiapan secara mental untuk kakak sangat penting dilakukan oleh orang tuanya terutama si ibu agar nantinay tidak merasa tersisih, yaitu dengan cara (Yanti,2007):
1).    Menjelaskan padanya secara natural bahwa kehadiran adiknya nanti tidak akan membuat perhatian orangtua padanya berkurang bahkan mungkin akan semakin sayang.
2).    Semakin besar usia anak maka akan semakin mudah bagi orangtua untuk menjelaskannya. Ia mungkin tertarik dengan penjelasan mengenai apa yang akan terjadi dengan tubuh ibu dan apa yang ada dalam perut ibu nantinya.
3).    Berjanji pada si kakak bahwa kelak ia akan dilibatkan saat orangtua akan memilih nama untuk adiknya juga pada saat akan membelikan perlengkapan untuk adik serta saat mengasuhnya.

Sunday 8 May 2016

Konstipasi Pada Ibu Nifas



1.      Pengertian
                  Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami statis usus besar sehingga menimbulkan eliminasi yang jarang atau keras atau keluarnya tinja terlalu kering dan keras (Alimul Aziz,2012).
                  Konstipasi atau sering disebut sembelit adalah kelainan pada sistem pencernaan di mana seorang manusia (atau mungkin juga pada hewan) mengalami pengerasan feses atau tinja yang berlebihan sehingga sulit untuk dibuang atau dikeluarkan dan dapat menyebabkan kesakitan yang hebat pada penderitanya. Konstipasi yang cukup hebat disebut juga dengan obstipasi.
                  Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit. Konstipasi adalah penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, masa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses diabsorpsi. Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkan dan melumasi feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rektum. Defekasi hanya setiap 4 hari atau lebih dianggap tidak normal. Pola defekasi yang biasanya setiap 2 sampai 3 hari sekali tanpa danya kesulitan, nyeri atau perdarahan dianggap normal.
Konstipasi adalah penurunan frekunsi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, masa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses diabsorpsi. Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkan dan melumasi feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rektum (Potter & Perry, 2006).
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan.  Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan atau dehidrasi. Ibu sering kali sudah menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya di perineum akibat episiotomi, laserasi atau hemoroid. Kebiasaan buang air yang teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali normal. Kebiasaan mengosongkan usus secara regular perlu dilatih kembali untuk merangsang pengosongan usus. 
                  Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu yang berangsur-angsur untuk kembali normal.  Pola makan ibu nifas tidak akan seperti biasa dalam beberapa hari dan perineum ibu akan terasa sakit untuk defekasi. Faktor-faktor tersebut mendukung konstipasi pada ibu nifas dalam minggu pertama. Suppositoria dibutuhkan untuk membantu eliminasi pada ibu nifas.  Akan tetapi proses konstipasi juga dapat dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan ibu dan kekhawatiran lukanya akan terbuka bila ibu buang air besar.
                  Pada umumnya, sebagian besar wanita akan defekasi dalam waktu 3 hari pertama setelah persalinan, kemudian akan kembali ke kebiasaan semula. Namun ada sebagian wanita yang mungkin meneumui masalah konstipasi setelah melahirkan. Hal ini karena motilitas ususnya berkurang selama persalinan dan sementara waktunya setelahnya. Obat anestesi selama persalinan dapat mengurangi motilitas usus. Akan tetapi, dapat juga karena rasa takut sakit dan merusak  atau merobek jahitan.
     

      Asuhan yang dapat dilakukan antara lain :
a.       Meningkatkan jumlah cairan yang di minum
b.      Meningkatkan Jumlah makanan berserat
c.       Mengkonsumsi buah-buahan
d.      Istirahat yang cukup
e.       Biasakan defekasi tepat waktu
f.       Defekasi pada saat pertama kali ada dorongan
g.      Beri laktasif untuk melunakkan fesess bila konstipasi parah ( Bahiyatun,2009).
                  Sulit buang air besar (konstipasi) dapat terjadi karena ketakutan akan rasa sakit, takut jahitan terbuka, atau karena haemorrhoid. Kesulitan ini dapat dibantu dengan mobilisasi dini, Mengkonsumsi makanan tinggi serat dan cukup minum sehingga bisa buang air besar dengan lancar. Sebaiknya pada hari kedua ibu sudah bisa buang air besar. Jika sudah pada hari ketiga ibu masih belum bisa buang air besar, ibu bisa menggunakan pencahar bentuk supositoria. Ini penting untuk menghindarkan gangguan konstraksi uterus yang dapat menghambat pengeluaran vagina. Buang air akan biasa setelah sehari,kecuali bila ibu takut dengan luka episiotomy dan amati bila sampai 3 -4 hari hari belum buang air besar, sebaiknya dilakukan diberikan obat rangsangan per oral atau per rektal, Jika masih belum bisa dilakukan klisma untuk merangsang buang air besar sehingga tidak mengalami sembelit dan menyebabkan jahitan terbuka (Sari Eka,2014).
2.      Tanda Klinis Konstipasi :
a.       Adanya feses yang keras.
b.      Menurunnya bising usus.
c.       Adanya keluhan pada rektum.
d.      Nyeri saat mengejan dan defekasi.
e.       Adanya perasaan masih ada sisa feses
f.       Perut terasa begah, penuh, dan bahkan terasa kaku karena tumpukan tinja
g.      Frekuensi buang angin  meningkat disertai bau yang lebih busuk daripada biasanya (bahkan terkadang penderita akan kesulitan atau sama sekali tidak bisa buang angin).
h.       Terkadang mengalami mual bahkan muntah jika sudah parah.
i.        Sakit punggung bila tinja yang tertumpuk cukup banyak (Alimul Aziz,2012).
3.      Penyebab terjadinya konstipasi
Ketika makanan masuk ke dalam saluran pencernaan, tubuh akan mengambil nutrisi atau zat-zat gizi dan air dari makanan tersebut. Sisa atau ampas dari makanan tersebut selanjutnya dikeluarkan melalui usus halus lewat kontraksi usus.
Kurangnya mengkonsumsi cairan, kurangnya beraktivitas, tidak cukupnya makan makanan berserat, konsumsi obat-obatan tertentu, tidak menyegerakan ke kamar mandi saat ingin buang air besar dan secara teratur menggunakan laksatif atau obat pencahar akan dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pencernaan yang pada akhirnya menyebabkan timbulnya konstipasi.

4.      Cara penanganan konstipasi

                  Makan makanan dengan cukup kandungan serat dan minum cukup banyak cairan adalah kunci dalam penanganan konstipasi. Dengan minum cukup air dan makanan berserat akan membantu pergerakan feses dan membuat feses menjadi lebih lunak. Peningkatan aktifitas fisik juga akan membantu dalam mengatasi konstipasi.
      Biasanya ibu nifas yang sulit buang air besar. Jika klien pada hari ketiga belum juga buang air besar maka akan diberikan Laksan supositoria dan minum air hangat. Agar dapat buang air besar secara teratur dapat dilakukan dengan diet teratur, pemberian cairan yang banyak, makanan cukup serat, olahraga (Ambarwati Eni,2009).
5.      Faktor yang mempengaruhi Konstipasi
a.       Diet atau Pemenuhan nutrisi
Diet atau pemenuhan nutrisi yang dikonsumsi dapat mempengaruhi defekasi. Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dpat membantu proses percepatan defekasi dan jumlah konsumsi pun dapat mempengaruhinya.
b.      Asupan Cairan
Pemasukan cairan yang kurang dalm tubuh membuat defekasi menjadi keras oleh karena proses absorspsi kurang sehingga dapat mempengeruhi proses defekasi atau konstipasi.
c.       Aktivitas
Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi, sehingga gerakan peristaltik pada daerah kolon dapat bertambah baik dan memudahkan dalam membantu proses kelancaran proses defekasi.
d.      Gaya Hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat mempengaruhi konstipasi. Hal ini dapat terlihat pada seseorang yang memilki gaya hidup sehat/kebiasaan melakukan buang air besar ditempat yang bersih atau toilet. Maka  ketika buang air besar ditempat toilet umum atau tempat kotor, ia mengalami kesulitan dalam proses defekasi.
e.       Nyeri
Adanya nyeri dapat mempengaruhi kemampuan atau keinginan ibu nifas untuk berdefekasi, seperti pada kasus hemoroid dan episiotomi ( Alimul Aziz,2012).

Manfaat Ambulasi dini atau Mobilisasi dini Pada Ibu Nifas



1. Pengertian Mobilisasi
Ambulasi dini atau mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing pasien keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya untuk untuk berjalan (Sulistyawati, 2009).
Pada masa nifas, perempuan sebaiknya melakukan mobilisi ddini. Yang dimaksud mobilisasi dini adalah beberapa jam setelah melahirkan, segera bangun dari tempat tidur dan bergerak,agar lebih kuat dan lebih baik. Gangguan berkemih dan buang air besar juga dapat teratasi. Mobilisasi sangat bervariasi, tergantung pada komplikasi persalinan,nifas atau sembuhnya luka (jika ada luka). Jika tidak ada kelainan, lakukan mobilisasi sedini mungkin, yaitu dua jam setelah persalinan normal. Ini berguna untuk memperlancar sirkulasi darah dan mengeluarkan cairan vagina. Karena sehabis bersalin, ibu istirahat, tidur terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring kekanan dan kekiri untuk mencegah terjadinya trombosis dan troboemboli. Pada hari ke 2 diperbolehkan duduk, hari ketiga jalan-jalan, hari ke 4 atau ke 5 sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi diatas mempunyai variasi, bergantung pada komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya luka-luka ( Anggraini Yetty,2010).
Mobilisasi setelah persalinan, ibu akan merasa lelah. Oleh karena itu ibu harus istirahat. Mobilisasi yang dilakukan tergantung pada komplikasi persalinan, nifasnya dan sembuhnya luka. Mobilsasi dini adalah mobilisasi segera setelah melahirkan dengan membimbing ibu untuk bangun dari tempat tidurnya. Ibu postpartum diperbolehkan bangun dari tempat tidurnya 24-48 jam setelah melahirkan. Anjurkan ibu untuk memulai mobilisasi dengan miring kanan/kiri, duduk kemudian berjalan (Nugroho Taufan,2014).
Mobilisasi dini mungkin sangat dianjurkan bagi ibu paska bersalin karena hal ini akan meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah resiko terjadinya tromboflebitis, meningkatkan fungsi kerja peristaltik dan kandung kemih sehingga dapat mencegah konstipasi dan retensi urine serta ibu akan merasa sehat. Pelaksanaan mobilisasi dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan kondisi ibu. Setelah persalinan selesai ibu bisa mengawali ambulasi dengan latihan maenarik nafas dalam dan latihan tungkai secara sederhana. Kemudian bisa dilanjutkan dengan duduk dan menggoyang-goyangkan tungkainya ditempat tidur. Jika ibu merasa pusing, ibu bisa melanjutkan berjalan (Sujiatini,2010).
2.      Tujuan Mobilisasi
            Membantu jalannya penyembuhan penderita / ibu yang sudah melahirkan. Mobilisasi yang dilakukan meliputi :
a.         Hari ke 1 sampai dengan ke 3
Lakukan miring kekanan dan kekiri yang dimulai sejak 6-10 jam setelah penderita atau ibu sadar. Latihan pernafasan dapat dilakukan ibu sambil tidur terlentang sedini mungkin setelah sadar.
Ibu dapat duduk 5 menit dan minta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya disertai batuk-batuk kecil yang gunannya untuk melonggarkan pernafasan dan sekaligus menumbuhkan kepercayaan pada ibu bahwa ia mulai pulih. Kemudian posisi tidur terlentang dirubah menjadi setengah duduk.
Rasa letih dan rasa nyeri pada luka jahitan usai persalinan membuat ibu enggan turun dari tempat tidur. Mobilisasi harus dilakukan secara bertahap dan secepatnya begitu ibu pulih.
Mobilisasi harus segera mungkin bergerak begitu kekuatanya pulih, supaya fungsi aliran darahnya juga cepat kembali normal. Aliran darah yang normal akan mempercepat pemulihan, mencegah infeksi yang ditimbulkan oleh gangguan pembuluh darah balik, dan mencegah perdarahan lebih lanjut.
Selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari ibu yang sudah melahirkan dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan kemudian berjalan sendiri pada hari ke 3 sampai 5 hari. Mobilisasi secara teratur dan bertahap serta di ikuti dengan istirahat dapat membantu peyembuhan ibu.  
b.        Hari ke 4 sampai dengan ke 7
Ibu nifas setelah hari ke tujuh boleh mandi sendiri, syarat melahirkan dengan persalinan alami. Setelah 4 hari boleh dirapikan kamar mandi dan beres-beres rumah yang ringan. Tidak mengangkat beban yang dirasa terlalu berat. Boleh jalan-jalan keliling rumah. Syarat : hati-hati tidak boleh lari-lari dulu.
c.         Minggu ke 2 dan ke 3
Boleh mengerjakan pekerjaan rumah yang biasa dilakukan. Tidak mengangkat beban yang terlalu berat.
d.      Minggu ke 4-6
Setelah satu bulan ibu nifas yang, sudah boleh bekerja seperti biasa melakukan aktivitas di kantor maupun aktivitas yang lain.
e.       Minggu ke 7-8
Setelah 7-8 minggu ibu dapat melakukan pekerjaan rutin seperti biasa dan olahraga. Kondisi fisik wanita yang berolahraga rutin dengan takaran yang benar tentu lebih jauh lebih baik dari pada yang tidak pernah olahraga.
Terkait dengan mobilisasi, ibu sebaiknya mencermati faktor-faktor berikut ini :
1)      Mobilisasi jangan dilakukan terlalu cepat sebab bisa menyebabkan ibu terjatuh. Khususnya jika kondisi ibu lemah atau memiliki jantung, meski begitu, mobilisasi yang terlambat dilakukan juga buruknya, karena  bisa menyebabkan gangguan fungsi organ tubuh, aliran darah tersumbat, terganggunya fungsi otot dan lain-lain.
2)      Yakinkan ibu bisa melakukan gerakan-gerakan secara bertahap.
3)      Kondisi tubuh akan cepat pulih jika ibu melakukan mobilisasi dengan benar dan tepat. Tidak cuma itu, bahkan penelitian menyebutkan early ambulation (gerakan-gerakan segera mungkin) bisa mencegah aliran darah terhambat. Hambatan aliran darah bisa menyebabkan terjadinya trombloflebisis vena dalam dan bisa menyebabkan infeksi.
4)      Jangan melakukan mobilisasi yang berlebihan karena bisa membebani jantung.
5)      Pada ibu dengan partus normal ambulasi dini dilakukan paling tidak 6-12 jam postpartum, sedangkan pada ibu dengan partus sectio secarea ambulasi dilakukan paling tidak 12 jam postpartum setelah ibu sebelumnya beristirahat (tidur).
6)      Ambulasi dilakukan oleh ibu dengan tahapan : miring kiri atau kanan terlebih dahulu, kemudian duduk dan apabila ibu sudah cukup kuat berdiri maka ibu dianjurkan untuk berjalan (mungkin ke toilet untuk berkemih).
7)      Banyak keuntungan dari ambulasi dini dibuktikan oleh sejumlah penelitian. Para wanita menyatakan bahwa mereka lebih baik dan lebih kuat setelah ambulasi awal (Sari Eka,2014).
3.       Manfaat  Mobilisasi
Manfaat dari pelaksanaan mobilisasi dini adalah :
a. Dapat mengurangi kejadian komplikasi kandung kemih, konstipasi, trombosis vena puerperalis, dan emboli pulmonal (Bahiyatun, 2009).
b.  Penderita merasa lebih sehat dan lebih kuat.
c.  Faal usus dan kandung kemih menjadi lebih baik.
d.  Lebih sesuai dengan keadaan di Indonesia (lebih ekonomis)
e. Memungkinkan bidan untuk memberikan bimbingan pada ibu mengenai cara merawat bayinya (Sulistyawati, 2009)
4.  Keuntungan Mobilisasi
 Keuntungan mobilisasi dini adalah :
a.       Ibu merasa lebih sehat dan kuat.
b.      Fungsi usus, sirkulasi, paru-paru dan  perkemihan lebih baik.
c.       Memungkinkan untuk mengajarkan perawatan bayi pada ibu.
d.      Mencegah trombosis pada pembuluh tungkai.
e.       Sesuai dengan keadaan indonesia, sosial ekonomis (Nugroho Taufan,2014).
Ambulasi dini di lakukan secara perlahan namun meningkat secara namun meningkat secara berangsur-angsur, mulai dari jalan-jalan ringan dari jam ke jam sampai hitungan hari hingga pasien dapat melakukannya sendiri tanpa pendamping sehingga tujuan memandirikan pasien dapat terpenuhi (Sari Eka,2014).