Sunday 1 January 2017

Penerimaan Diri Terhadap Perubahan Fisik



a.       Definisi
Dalam Kamus Lengkap Psikologi Chaplin (2006) penerimaan diri (self acceptance) adalah sikap yang pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri dan pengakuan akan keterbatasan-keterbatasan sendiri.
Germer (2009) mendefinisikan penerimaan diri sebagai kemampuan individu untuk dapat memiliki suatu pandangan positif mengenai siapa dirinya yang sebenar-benarnya, dan hal ini tidak dapat muncul dengan sendirinya, melainkan harus dikembangkan oleh individu.
Sikap menerima adalah kemampuan seseorang untuk mengakui kenyataan diri secara apa adanya termasuk juga menerima segala pengalaman hidup, sejarah hidup, latar belakang hidup dan lingkungan pergaulan (Riyanto, 2006).
Sartain dalam Andromeda (2006) mendefinisikan penerimaan diri sebagai kesadaran seseorang untuk menerima dirinya sebagaimana adanya dan memahami dirinya sebagaimana adanya.
Berdasarkan teori-teori diatas dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri adalah kemampuan menerima kondisi diri sendiri secara jujur dan terbuka serta tidak malu dan ragu mengakui kelemahan dan kelebihan pada diri sendiri dan dihadapan orang lain.
Pada umumnya individu dengan penerimaan diri yang baik akan menunjukkan ciri-ciri tertentu dalam berfikir dan melakukan aktifitas kesehariannya. Individu yang dapat menerima dirinya secara utuh berarti individu tersebut mampu menerima secara positif aspek-aspek dalam diri.
Sebagian besar remaja tidak dapat menerima keadaan fisiknya. Hal tersebut terlihat dari penampilan remaja yang cenderung meniru penampilan orang lain atau tokoh tertentu.
b.      Aspek-aspek penerimaan diri
Grinder dalam Parista (2008) aspek-aspek penerimaan diri meliputi:
1)      Aspek Fisik
Tingkat penerimaan diri secara fisik, tingkatan kepuasan individu terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan fisik secara keseluruhan menggambarkan penerimaan fisik sebagai suatu evaluasi dan penilaian diri terhadap raganya, apakah raga dan penampilannya menyenangkan atau memuaskan untuk diterima atau tidak
2)      Aspek Psikis
Aspek psikis meliputi pikiran, emosi dan perilaku individu sebagai pusat penyesuaian diri. Individu yang dapat menerima dirinya secara keseluruhan serta memiliki keyakinan akan kemampuan diri dalam menghadapi tuntutan lingkungan.
3)      Aspek Sosial
Aspek sosial meliputi pikiran dan perilaku individu yang diambil sebagai respon secara umum terhadap orang lain dan masyarakat. Individu menerima dirinya secara sosial akan memiliki keyakinan bahwa dirinya sederajat dengan orang lain sehingga individu mampu menempatkan dirinya sebagaimana orang lain mampu menempatkan dirinya.
4)      Aspek Moral
Perkembangan moral dalam diri dipandang sebagai suatu proses yang melibatkan struktur pemikiran individu dimana individu mampu mengambil keputusan secara bijak serta mampu mempertanggung jawabkan keputusan atau tindakan yang telah diambilnya berdasarkan konteks sosial yang telah ada (Grinder dalam Kinayungan, 2008).
Menurut Jerseild (1974), individu yang menerima dirinya sendiri adalah yakin akan standar-standar dan pengakuan terhadap dirinya tanpa terpaku pada pendapat orang lain dan memiliki perhitungan akan keterbatasan dirinya serta tidak melihat dirinya sendiri secara irasional. Individu yang menerima dirinya menyadari asset diri yang dimilikinya dan merasa bebas untuk menarik atau melakukan keinginannya, serta menyadari kekurangannya tanpa menyalah kan diri sendiri.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli, penerimaan diri merupakan sikap positif terhadap dirinya sendiri, dapat menerima keadaan dirinya secara tenang dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, serta memilki kesadaran dan penerimaan penuh terhadap siapa dan apa diri mereka, dapat menghargai diri sendiri dan orang lain, serta menerima keadaan emosionalnya (depresi, marah, takut, cemas dan lain-lain) tanpa mengganggu orang lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri adalah kesediaan individu untuk menerima diri, baik kelebihan maupun kekurangan yang dimiliki individu yang mencakup keadaan fisik, sosial emosional, spiritual, serta bukan berarti pasrah pada keadaan atau kondisi yang ada. Penerimaan diri membantu individu untuk menghilangkan keterbatasan dan memperbaiki karakteristik kepribadiannya. Penerimaan diri akan membuat individu memiliki kepercayaan diri, rasa aman dan konsep diri yang positif. Selain itu, penerimaan diri juga membantu individu untuk melakukan evaluasi secara realistis dan objektif.
c.       Tahapan penerimaan diri
Proses seorang individu untuk dapat menerima dirinya tidak dapat muncul begitu saja, melainkan terjadi melalui serangkaian proses secara bertahap. Menurut Germer (2009) tahapan penerimaan diri terjadi dalam 5 fase, antara lain:
1)      Penghindaran (Aversion)
Pertama-tama, reaksi naluriah seorang individu jika dihadapkan dengan perasaan tidak menyenangkan (uncomfortable feeling) adalah menghindar, contohnya kita selalu memalingkan pandangan kita saat kita melihat adanya pemandangan yang tidak menyenangkan. Bentuk penghindaran tersebut dapat terjadi dalam beberapa cara, dengan melakukan pertahanan, perlawanan, atau perenungan.
2)      Keingintahuan (Curiosity)
Setelah melewati masa aversion, individu akan mengalami adanya rasa penasaran terhadap permasalahan dan situasi yang mereka hadapi sehingga mereka ingin mempelajari lebih lanjut mengenai permasalahannya tersebut walaupun hal tersebut membuat mereka merasa cemas. 
3)      Toleransi (Tolerance)
Pada tahap ketiga ini, individu  akan  menahan  perasaan tidak menyenangkan yang mereka rasakan sambil berharap hal tersebut akan hilang dengan sendirinya.
4)      Membiarkan Begitu Saja (Allowing
Setelah melalui proses bertahan akan perasaan tidak menyenangkan telah selesai, individu akan mulai membiarkan perasaan tersebut datang dan pergi begitu saja. Individu secara terbuka membiarkan perasaan itu mengalir dengan sendirinya. 
5)      Persahabatan (Friendship)
Seiring dengan berjalannya waktu, individu akan mulai bangkit dari perasaan tidak menyenangkan tadi dan mencoba untuk dapat memberi penilaian atas kesulitan tersebut. Bukan berarti ia merasakan kemarahan, melainkan individu dapat merasa bersyukur atas manfaat yang didapatkan berdasarkan situasi ataupun emosi yang hadir.
d.      Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri
Menurut Hurlock (1974) dalam Nurviana (2006), penerimaan diri dipengaruhi oleh sejumlah faktor diantaranya adalah:
1)      Aspirasi yang realistis
            Individu yang mampu menerima dirinya harus realistis tentang dirinya dan tidak mempunyai ambisi yang tidak mungkin tercapai.
2)      Keberhasilan
            Agar individu menerima dirinya, individu harus mampu mengembangkan faktor peningkat keberhasilan sehingga potensinya berkembang secara maksimal.
3)      Wawasan diri
            Kemampuan melihat diri pada individu seperti pandangan orang lain tentang diri individu tersebut menjadi pedoman untuk memungkinkan berperilaku sesuai harapan individu.
4)      Wawasan sosial
            Kemampuan melihat diri pada individu seperti pandangan orang lain tentang diri individu tersebut menjadi suatu pedoman untuk memungkinkan berperilaku sesuai harapan individu.
5)      Konsep diri yang stabil
            Bila individu melihat dirinya dengan satu cara pada suatu saat dan cara lain pada saat lain, yang kadang menguntungkan dan kadang tidak, akan menyebabkan ambivalensi pada dirinya. Agar tercapainya kestabilan dan terbentuknya konsep diri yang positif, significant others memposisikan diri individu secara menguntungkan.
Dapat disimpulkan bahwa yang mempengaruhi penerimaan diri adalah individu yang memiliki body image yang stabil sehingga mampu memahami diri sendiri dan memiliki keyakinan diri yang baik disertai rasa aman untuk mengembangkan diri. Hal ini mendorong individu untuk menentukan harapan realistis dan puas dengan diri sendiri. Penerimaan diri yang positif juga dapat dipengaruhi dengan keberhasilan yang pernah dialami, memperhatikan pandangan orang lain tentang dirinya, pengidentifikasian diri dengan orang yang baik dalam penyesuaian diri dan diberikan kesempatan serta dihargai oleh lingkungan.
e.       Ciri-ciri penerimaan diri
Rubin (1974) menjelaskan penerimaan diri merupakan karakteristik yang paling dalam menerangkan secara luas mengapa seseorang berfungsi secara baik. Hal tersebut ditampilkan dalam kemampuan mengatasi perasaan bila mengalami kegagalan dan sadar bahwa manusia mempunyai keterbatasan dan kelemahan.
Ciri-ciri yang menonjol pada individu yang menerima dirinya sendiri menurut Sheerer dalam Cronbach (1963) yaitu:
1)      Mempunyai keyakinan akan kemampuannya untuk menghadapi kehidupan.
2)      Menganggap dirinya berharga sebagai manusia.
3)      Tidak menganggap dirinya aneh/abnormal dan tidak mengharapkan orang lain menolak dirinya.
4)      Tidak malu dan hanya memperhatikan dirinya.
5)      Berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya.
6)      Dalam berperilaku mempergunakan norma dirinya.
7)      Menerima pujian dan celaan secara objektif.
8)      Tidak menyalahkan dirinya akan keterbatasan yang dimiliki ataupun mengingkari kenyataan.
f.       Dampak penerimaan diri
Hurlock dalam Wibowo (2010) membagi dampak penerimaan diri menjadi dua kategori:
1)      Dalam penyesuaian diri
Orang yang memiliki penerimaan diri mampu mengenali kelebihan dan kekurangannya. Individu yang mampu menerima dirinya biasanya memiliki keyakinan diri (self confidence) dan harga diri (self esteem). Selain itu mereka juga lebih dapat menerima kritik demi perkembangan dirinya.
Penerimaan diri yang disertai dengan adanya rasa aman untuk mengembangkan dirinya memungkinkan seseorang untuk menilai dirinya secara lebih realistis sehingga dapat menggunakan potensinya secara efektif. Penilaian yang realistis terhadap diri sendiri, dapat membuat individu akan bersikap jujur dan tidak berpura-pura, merasa puas dengan dirinya sendiri tanpa ada keinginan untuk menjadi orang lain.
2)      Dalam penyesuaian sosial
Penerimaan diri biasanya disertai dengan adanya penerimaan pada orang lain. Orang yang memiliki penerimaan diri akan merasa aman untuk menerima orang lain, memberikan perhatiannya pada orang lain, serta menaruh minat pada orang lain, seperti menunjukkan rasa empati dan simpati. Dengan demikian orang yang memiliki penerimaan diri dapat melakukan penyesuaian sosial yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang merasa rendah diri sehingga mereka cenderung berorientasi pada dirinya sendiri (self oriented).
g.      Penerimaan diri terhadap perubahan fisik pada remaja
Penerimaan diri terhadap perubahan fisik berarti merasa bangga terhadap diri sendiri. Penerimaan diri sendiri menyiratkan tugas kehidupan individu yang jujur terhadap diri sendiri, serta mampu menerima kehidupan dalam suka dan duka.
Gardner (2002) menyatakan bahwa penerimaan diri terutama penerimaan diri terhadap keadaan fisik merupakan suatu sikap yang mencerminkan adanya rasa senang sehubungan dengan kenyataan yang ada pada dirinya sehingga membuat individu memiliki emosi yang spontan, fleksibel, serta mampu menyadari perasaannya. Menerima kondisi dirinya seperti apa adanya disertai sikap dan perilaku yang wajar, tidak dibuat-buat dan tanpa ada sesuatu yang harus disembunyikan.
Penerimaan perubahan fisik merupakan salah satu tugas perkembangan yang harus dijalani dengan baik oleh remaja. Nasution (2008),  penerimaan perkembangan fisik adalah bagaimana individu mampu menerima perubahan fisiknya, merasa bangga dan bersikap toleran terhadap perubahan-perubahan yang mereka alami, menggunakan dan memelihara fisiknya secara efektif dan merasa puas terhadap fisiknya tersebut.
Remaja yang sedang mengalami perubahan fisik akan memperlihatkan suatu sikap dalam kehidupannya sejalan dengan penerimaan terhadap perubahan dan perkembangan fisik yang dialaminya. Pemahaman terhadap perubahan dan perkembangan fisik yang terjadi pada remaja putri akan mempengaruhi sikap penerimaan dirinya. Seperti halnya yang dikatakan Azwar (1990), bahwa hal ini dikarenakan remaja hidup dengan segala karakter dirinya dan sikap adalah salah satu aspek penerimaan diri, yang dapat diartikan sebagai kesiapan reaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu.
Remaja dalam perkembangannya, seringkali prihatin selama tahun-tahun awal masa remaja. Keprihatinan tersebut timbul karena adanya kesadaran akan reaksi sosial terhadap berbagai hal. Salah satu sumber keprihatinan tersebut adalah perubahan bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan standar budaya yang berlaku sebagai akibat dari perkembangan yang dialami remaja putri. Keprihatinan akan tubuh yang sedang berkembang semakin diperbesar dengan berkembangnya kesadaran akan pentingnya penampilan diri dalam kehidupan sosial yang nantinya mempengaruhi penerimaan diri remaja putri. Bila penerimaan remaja putri rendah, maka remaja merasa prihatin dan gelisah akan tubuhnya yang berubah dan merasa tidak puas dengan penampilan dirinya.
Hurlock (1994), mengatakan bahwa hanya sedikit remaja yang mengalami lateksis tubuh dan merasa puas dengan tubuhnya. Kegagalan dalam lateksis tubuh merupakan salah satu penyebab timbulnya rendahnya penerimaan diri dan kurangnya konsep diri pada masa remaja.
Apabila remaja gagal dalam menjalani dan menuntaskan tugas perkembangannya ini, maka akan berdampak tidak baik bagi perkembangan dirinya. Dampak dari kurangnya atau rendahnya penerimaan terhadap perubahan dan perkembangan fisik tersebut, remaja sering menyalahkan penampilan sebagai penyebab kurang sesuainya dukungan yang mereka peroleh dengan apa yang mereka harapkan. Remaja putri yang sedang dalam masa perubahan dan perkembangan fisik maupun seksual sekundernya pasti mengalami berbagai masalah termasuk penerimaan diri karena didalam perubahan dan perkembangan fisik atau seksual sekunder yang terjadi.
Berdasarkan aspek-aspek penerimaan diri yang telah disebutkan diatas, maka aspek-aspek penerimaan diri terhadap perkembangan fisik menurut Jersild (1958), yaitu :
1)      Pemahaman diri
Pemahaman akan keadaan diri adalah persepsi seseorang terhadap dirinya yang terbentuk dari keaslian tanpa kepura-puraan, realistis yang sebenarnya, jujur dan tidak berbelit-belit. Selanjutnya proses pemahaman terhadap kondisi diri sendiri tidak cukup hanya dengan mengenali kenyataan tentang diri sendiri tetapi juga merealisasikannya. Dengan kata lain, seseorang memahami dirinya yang sesungguhnya berarti ia mengenali keadaan dan kondisi nyata yang dialaminya secara jujur, realistis dan yang sebenarnya disertai dengan usaha merealisasikan segala potensi dan kemampuan yang dimilikinya.
Persepsi diri dengan realistis diri saling berkaitan. Kedua hal tersebut juga mempengaruhi individu di dalam membentuk konsep diri yang selanjutnya akan berperan dalam proses penerimaan diri. Seseorang yang memahami dirinya akan lebih menerima dirinya apa adanya dan begitu pula sebaliknya.
2)      Pandangan terhadap diri sendiri
Pandangan terhadap diri sendiri berarti kemampuan individu mengevaluasi diri sendiri secara obyektif. Ia mampu memandang keadaan dan kondisi dirinya sama seperti orang lain memandangnya. Pandangan individu terhadap kondisi dirinya meliputi pandangan terhadap keterbatasan diri dan pandangan terhadap kemampuan atau potensi diri yang dimilikinya.
Individu yang memandang keadaan dan kondisi dirinya secara obyektif akan tetap membuka diri dan memiliki penerimaan diri yang positif. Individu yang tidak mampu melihat diri secara obyektif cenderung melihat dirinya sebagai individu yang lemah serta tidak mudah untuk menerima keadaan diri apa adanya sehingga kontak dengan orang lain pun akan mengalami kesulitan. Dengan memiliki pandangan diri obyektif, individu akan lebih menghargai dan menyadari kemampuan dan kelemahan yang ia miliki.
3)      Konsep diri yang stabil
Konsep diri seorang individu dikatakan stabil apabila individu tersebut memandang, mempersepsikan serta menilai keadaan dan kondisi dirinya relatif sama dari waktu ke waktu. Konsep diri yang stabil ini meliputi gambaran diri dan pandangan terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya.
Seseorang dengan konsep diri yang tidak stabil, tidak akan memiliki gambaran yang jelas mengenai dirinya, sehingga mungkin ia menerima dirinya pada suatu saat tertentu dan menolaknya pada saat yang lain. Konsep diri yang mendukung penerimaan diri adalah konsep diri yang seimbang antara evaluasi dari orang lain dan evaluasi dari diri sendiri. Pada saat individu memasuki usia menginjak remaja atau dewasa, mereka mengalami perubahan yaitu penurunan kemampuan. Hal ini dapat mempengaruhi konsep diri. Dengan konsep diri yang stabil dan memuaskan proses penerimaan diri akan berjalan dengan baik.
4)      Harapan yang realistis
Suatu harapan untuk mencapai suatu tujuan atau target tertentu sesuai dengan realita dapat memberikan rasa puas pada diri individu yang bersangkutan karena kesempatan untuk mencapainya lebih terbuka. Kepuasan yang tercipta selanjutnya akan mendukung bagaimana pandangan individu terhadap keadaan dan kondisi yang dialaminya. Kepuasan diri dan pandangan diri terhadap realita yang dialami inilah yang menjadi faktor penting terciptanya penerimaan diri oleh individu yang bersangkutan.
Harapan akan realistis apabila individu menentukan sendiri, bukan karena pengaruh orang lain, karena sesungguhnya dirinyalah yang lebih memahami dan mengenali keadaannya sendiri serta kelebihan maupun kekurangannya.
5)      Tidak ada stress emosional
Stress emosional dapat mengganggu keseimbangan fisik dan psikis. Gangguan dalam keseimbangan fisik yang bersatu dengan stress emosional akan berpengaruh pada pandangan individu yang bersangkutan terhadap kondisi fisiknya serta kondisi emosinya.
Tidak adanya stres emosional akan membuat individu yang bersangkutan memandang keadaan dirinya secara objektif, memiliki kepercayaan diri, tidak menyesali diri, mampu bertindak yang terbaik bagi diri sendiri maupun orang lain dan memiliki keluasan wawasan, ia lebih berorientasi ke luar diri dari pada kedalam diri. Selain itu, ia pun lebih rileks dalam menjalani kehidupannya, bebas dari ketegangan, lebih sering menghayati bahagia dari pada marah, frustasi dan jengkel. Kondisi-kondisi yang positif ini membuat individu melakukan evaluasi diri sehingga penerimaan diri yang memuaskan dapat tercapai.

Harga Diri



a.       Definisi
Stuart & Sundeen (1995) dalam Muhith Abdul (2015)  mengatakan bahwa harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Dapat diartikan bahwa harga diri menggambarkan sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten.
Stuart, Gail W (2007) mengatakan bahwa harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri.
Chaplin (2006) mengartikan istilah self esteem dengan self evaluation yaitu suatu penilaian atau pertimbangan yang dibuat seseorang mengenai diri sendiri.
Harga diri menurut Myers (2012) adalah evaluasi diri seseorang secara keseluruhan.
Menurut Potter & Perry (2005), harga diri berasal dari dua sumber, yaitu diri sendiri dan orang lain. Harga diri bergantung pada kasih saying dan penerimaan. Harga diri mencakup penerimaan diri sendiri karena nilai dasar, meski lemah dan terbatas. Seseorang yang menghargai dirinya dan merasa dihargai oleh orang lain biasanya mempunyai harga diri yang tinggi. Seseorang yang merasa tidak berharga dan menerima sedikit respek dari orang lain biasanya mempunyai harga diri yang rendah.
Harga diri atau biasa dikenal dengan self esteem menurut Baron & Byrne (2012) merupakan evaluasi diri yang dibuat oleh setiap individu. Harga diri merujuk pada sikap seseorang terhadap dirinya sendiri, mulai dari sangat negatif sampai sangat positif. Individu yang ditampilkan tampak memiliki sikap negatif terhadap dirinya sendiri.
Menurut Santrock (1998) dalam Diana (2007) bahwa harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara positif atau negatif. Individu yang memiliki harga diri yang positif akan menerima dan menghargai dirinya sendiri apa adanya. Dalam harga diri tercakup evaluasi dan penghargaan terhadap diri sendiri dan menghasilkan sikap positif atau negatif terhadap dirinya sendiri. Sikap positif terhadap diri sendiri adalah sikap terhadap kondisi diri, menghargai kelebihan dan potensi diri, serta menerima kekurangan yang ada. Sedangkan yang dimaksud dengan sikap negatif adalah sikap tidak suka atau tidak puas dengan kondisi diri, tidak menghargai kelebihan diri dengan melihat diri sebagai sesuatu yang selalu kurang.
Harga diri rendah merupakan masalah banyak orang dan diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat. Umumnya disertai evaluasi diri negatif dengan membenci diri dan menolak diri.
Cara individu dalam mengekspresikan secara langsung harga diri rendah menurut Stuart & Sundeen dalam Riyadi dkk (2009) yaitu:
1)         Mengejek dan mengkritik diri sendiri
Padangan negatif tentang dirinya
2)         Merendahkan dan mengurangi martabat
Individu menghindari, mengabaikan atau menolak kemampuan yang nyata dimiliki
3)         Rasa bersalah dan khawatir
Menghukum diri sendiri, muncul dalam bentuk fobia, obsesi dan menolak diri sendiri.
4)         Manifestasi fisik
Manifestasi merupakan perwujudan (kongkritisasi) nyata dari suatu yang tidak terlihat (imaginary things) seperti pernyataan perasaan (emotion), pendapat (ideas), dan keyakinan (belief).
5)         Menunda keputusan
Menunda keputusan dalam hal ini adalah remaja ragu-ragu dalam mengambil keputusan
6)         Gangguan berhubungan
Perilaku yang muncul dalam bentuk menarik diri atau isolasi diri karena perasaan tak berharga
7)         Menarik diri dan realitas
Bila kecemasan karena penolakan diri mencapai kecemasan tingkat berat dan panik, mungkin klien akan mengalami gangguan asosiasi, halusinasi, curiga, cemburu atau paranoid
8)         Merusak diri
Individu mencederai diri sendiri bahkan sampai keinginan mengakhiri hidupnya
9)         Merusak atau menciderai orang lain
Kebencian dan penolakan diri sendiri dapat berkisar pada lingkungan dengan melukai orang lain
Self esteem (harga diri) merupakan penilaian individu terhadap dirinya sendiri baik positif maupun negatif, dan merupakan persepsi diri terhadap penghargaan, penerimaan, serta perlakuan orang lain terhadap dirinya yang tumbuh dari interaksi sosial, usaha pribadi yang memberikan pengalaman tertentu pada individu (Henggaryadi & Fakhrurrozi, 2008).
b.      Aspek-aspek harga diri
Menurut Coopersmith (2007) aspek-aspek yang terkandung dalam harga diri ada tiga yaitu:
1)      Perasaan Berharga
Perasaan berharga merupakan perasaan yang dimiliki individu ketika individu tersebut merasa dirinya berharga dan dapat menghargai orang lain. Individu yang merasa dirinya berharga cenderung dapat mengontrol tindakan-tindakannya terhadap dunia diluar dirinya. Selain itu individu tersebut juga dapat mengekspresikan dirinya dengan baik dan dapat menerima kritik dengan baik.
2)      Perasaan Mampu
Perasaan mampu merupakan perasaan yang dimiliki oleh individu pada saat dia merasa mampu mencapai suatu hasil yang diharapkan. Individu yang memiliki perasaan mampu umumnya memiliki nilai-nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yang realistis. Individu ini menyukai tugas baru yang menantang, aktif dan tidak cepat bingung bila segala sesuatu berjalan di luar rencana. Mereka tidak menganggap dirinya sempurna tetapi sadar akan keterbatasan diri dan berusaha agar ada perubahan dalam dirinya. Bila individu merasa telah mencapai tujuannya secara efisien maka individu akan menilai dirinya secara tinggi.
3)      Perasaan Diterima
Perasaan diterima merupakan perasaan yang dimiliki individu ketika ia dapat diterima sebagai dirinya sendiri oleh suatu kelompok. Ketika seseorang berada pada suatu kelompok dan diperlakukan sebagai bagian dari kelompok tersebut, maka ia akan merasa dirinya diterima serta dihargai oleh anggota kelompok itu.
Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berasal dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan dan kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga (Stuart, 2007).
c.       Dimensi harga diri
Coopersmith 1967 dalam Diana (2007) mengemukakan ada beberapa dimensi harga diri yaitu;
1)      Keberartian (significance)
Penerimaan, perhatian dan kasih sayang yang diterima dari orang lain. Penerimaan ditandai oleh kehangatan, respon positif, ketertarikan serta rasa suka terhadap individu apa adanya. Perwujudan dari rasa penghargaan serta ketertarikan tersebut secara umum dikategorikan dengan istilah penerimaan (acceptance), popularitas (popularity) dan kebalikannya adalah penolakan serta isolasi. Dampak utama dari perlakuan serta perwujudan kasih sayang tersebut adalah tumbuhnya perasaan dihargai yang merupakan refleksi dari penghargaan yang diterima dari orang lain. Semakin banyak orang yang menunjukkan sikap serupa pada mereka, dan semakin hal itu terjadi, akan semakin besar pula kemungkinan tumbuhnya pemahaman yang positif akan jati dirinya.
2)      Kekuatan (power)
Kemampuan seseorang untuk mempengaruhi terjadinya sesuatu untuk mengendalikan sikap dirinya maupun orang lain. Secara umum pengaruhnya dapat dilihat dari pengakuan dan penghargaan yang diterima dari orang lain serta sejauh mana orang lain menghargai hak serta ide-idenya.
3)      Kompetensi (competence)
Tingkat dimana performansi yang tinggi dalam pelaksanaan tugas-tugas yang bervariasi.
4)      Kebijakan (virtue)
Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip etis, moral dan agama. Individu mematuhi prinsip-prinsip etis, moral dan agama yang telah diterimanya dan diinternalisasi. Memiliki sikap diri yang positif terhadap keberhasilan untuk memenuhi tujuan dari prinsip-prinsip tersebut.
Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan. Tanda dan gejala gangguan harga diri:
1)      Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit.
2)      Rasa bersalah terhadap diri sendiri.
3)      Merendahkan martabat.
4)      Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri.
5)      Percaya diri kurang.
6)      Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram (Muhith Abdul, 2015).
Harga diri dapat diperoleh dari diri sendiri maupun dari orang lain. Aspek utama adalah perasaan dicintai dan menerima penghargaan dari orang lain. Manusia cenderung negatif, walaupun ia cinta dan mengakui kemampuan orang lain namun jarang mengekspresikannya. Harga diri akan rendah jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan dari orang lain.
Sikap atau perilaku remaja yang memiliki harga diri rendah atau kurang adalah sebagai berikut:
1)      Tidak mau mencoba sesuatu hal yang baru.
2)      Merasa tidak dicintai dan tidak diinginkan.
3)      Punya kecenderungan untuk melempar kesalahan pada orang lain.
4)      Memiliki emosi yang kaku dan disembunyikan.
5)      Mudah mengalami rasa frustasi dan tertekan.
6)      Meremehkan bakat dan kemampuannya sendiri.
Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadp diri sendiri, hilang kepercayaan diri dan merasa gagal mencapai keinginan.
Cara meningkatkan harga diri pada anak menurut Stuart & Sundeen (1991) dalam Riyadi dkk (2009) adalah sebagai berikut:
1)      Memberi kesempatan berhasil
Berikan tugas yang kemungkinan dapat diselesaikan oleh anak kemudian berilah pengakuan dan pujian atas keberhasilannya. Jangan memberikan tugas diluar kemampuannya atau yang sudah kita ketahui tidak dapat diselesaikannya.
2)      Menanamkan gagasan
Berfungsi memotivasi kreativitas anak untuk berkembang
3)      Mendorong aspirasi
Pertanyaan dan pendapat anak perlu ditanggapi dengan memberikan penjelasan sesuai. Berikan pengakuan dan sokongan yang sesuai untuk aspirasi yang positif sehingga anak memandang dirinya diterima dan bermakna.
4)      Membantu membentuk koping
Pada tiap perkembangan, individu mempunyai tugas perkembangan yang harus diselesaikan. Jadi individu perlu mengembangkan koping untuk menghadapi kemungkinan yang terjadi dalam menyelesaikan tugasnya. Anak akan merasa bermakna dan berhasil jika diterima dan diakui oleh orang lain, merasa mampu menghadapi kehidupan, dan merasa dapat mengontrol dirinya.
Stuart & Sundeen (1991) dalam Riyadi dkk (2009) mengatakan harga diri yang rendah berhubungan dengan hubungan interpersonal yang buruk.
d.      Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri
Menurut Coopersmith (1967) dalam Ghufron (2010) terdapat lima faktor yang mempengaruhi harga diri yaitu:
1)      Faktor Jenis Kelamin
Menurut Ancok dkk dalam Ghufron (2010) wanita selalu merasa harga dirinya lebih rendah daripada pria, seperti perasaan kurang mampu, kepercayaan diri yang kurang mampu, atau merasa harus di lindungi. Hal ini terjadi mungkin karena peran orang tua dan harapan-harapan masyarakat yang berebeda-beda baik pada pria maupun wanita. Pendapat tersebut sama dengan penelitian dari Coopersmith (1967) yang membuktikan bahwa harga diri wanita lebih rendah dari pada harga diri pria.
2)      Inteligensi
Individu dengan harga diri yang tinggi akan mencapai prestasi akademik yang tinggi daripada individu dengan harga diri yang rendah. Dan individu yang memiliki harga diri yang tinggi memiliki skor intelegensi yang lebih baik, taraf aspirasi yang lebih baik, dan selalu berusaha keras.
3)      Kondisi Fisik
Coopersmith (1967) menemukan adanya hubungan yang konsisten antara daya tarik fisik dan tinggi badan dengan harga diri. Individu dengan kondisi fisik yang menarik cenderung memiliki harga diri yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi fisik yang kurang menarik. Begitu pula dengan remaja yang terlalu memikirkan masalah ukuran dan bentuk tubuhnya. Mereka akan berusaha mati-matian untuk bisa mempertahankan bentuk tubuh atau menurunkan berat badannya.
4)      Lingkungan Keluarga
Coopersmith (1967) berpendapat bahwa perlakuan adil, pemberian kesempatan untuk aktif dan mendidik yang demokratis akan membuat anak mendapat harga diri yang tinggi. Orang tua yang sering memberi hukuman dan larangan tanpa alasan dapat menyebabkan anak merasa tidak berharga. Mereka yang berasal dari keluarga bahagia akan memiliki harga diri tinggi karena mengalami perasaan nyaman yang berasal dari penerimaan, cinta, dan tanggapan positif orang tua mereka. Sedangkan pengabaian dan penolakan akan membuat mereka secara otomatis merasa tidak berharga. Karena merasa tidak berharga, diacuhkan dan tidak dihargai maka mereka akan mengalami perasaan negatif terhadap dirinya sendiri.
5)      Lingkungan Sosial
Klass dan Hodge (1978) dalam Ghufron (2010) berpendapat bahwa pembentukan harga diri dimulai dari seseorang yang menyadari dirinya berharga atau tidak. Hal ini merupakan hasil dari proses lingkungan, penghargaan, penerimaan, dan perlakuan orang lain kepadanya. Termasuk penerimaan teman dekat, mereka bahkan mau untuk melepaskan prinsip diri mereka dan melakukan perbuatan yang sama dengan teman dekat mereka agar bisa dianggap sehati walaupun perbuatan itu adalah perbuatan yang negatif.
Sementara menurut Coopersmith (1967) ada beberapa perubahan dalam harga diri yang dapat dijelaskan melalui konsep-konsep kesuksesan, nilai, aspirasi dan mekanisme pertahanan diri. Kesuksesan tersebut dapat timbul melalui pengalaman dalam lingkungan, kesuksesan dalam bidang tertentu, kompetisi, dan nilai kebaikan.