Thursday 7 September 2017

Mekanisme Persalinan

A.    Pengertian Persalinan
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. (Asuhan Persalinan Normal, 2008)
      Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang terjadi pada kehamilan cukup bulan ( 37- 42 minggu ), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam waktu 18- 24 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.
Persalinan adalah proses pergerakan keluar janin, plasenta , dan membrane dari dalam rahim melalui jalan lahir. Berbagai perubahan terjadi pada proses reproduksi wanita dalam hitungan hari dan minggu sebelum persalinan dimulai (Bobak, 2004).
Persalinan normal adalah persalinan lewat vagina. Pada persalinan normal, proses persalinan diawali dengan rasa mulas dan keluarnya lendir bercampur darah dari vagina. Rasa mulas dan nyeri (his) biasanya datang secara teratur, semakin lama semakin kuat dan semakin nyeri, sampai anak berhasil dilahirkan. Proses kelahiran anak diikuti oleh kelahiran ari-ari. Seringkali jalan lahir mengalami robekan (ruptur perineum) dan butuh beberapa jahitan untuk memperbaikinya. (Paisal, 2007)

B.     Sebab-Sebab Mulainya Persalinan
1.      Teori keregangan
Otot mempunyai kemampuan meregang dalam batas waktu tertentu. Setelah melewati batas waktu tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan mulai berlangsung. Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskhemia otot-otot uterus.
2.      Teori penurunan progesteron
Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu sehingga produksi progesteron mengalami penurunan yang mengakibatkan otot rahim lebih sensitif terhadap oksitosin. Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah progesteron mencapai tingkat penurunan tertentu.
3.    Teori oksitosin internal
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofise posterior. Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahi, sehingga sering terjadi kontraksi braxton hicks. Menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan mengakibatkan oksitosin meningkat sehingga persalinan dimulai.
4.    Teori prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu, yang dikeluarkan oleh desidua. Semakin tua umur kehamilan prostaglandin meningkat sehingga dapat memicu terjadinya persalinan.
5.    Teori hipotalamus-pituitari dan glandula suprarenal
Pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi keterlambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus. Glandula suprarenal merupakan pemicu terjadinya persalinan.
6.    Teori berkurangnya nutrisi
Bila nutrisi pada janin berkurang maka hasil konsepsi akan segera dikeluarkan.
7.    Faktor lain
Tekanan pada ganglion servikale dari fleksus frankenhauser yang terletak di belakang serviks. Bila ganglion ini tertekan, maka kontraksi uterus dapat dibangkitkan.






C.    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan
Pada setiap persalinan, ada 5 faktor yang harus diperhatikan, yaitu :
1.      Power
Power adalah tenaga yang mendorong keluar janin. Kekuatan yang berguna untuk mendorong keluar janin adalah his, kontraksi otot –otot perut, kontraksi diagfragma dan aksi ligamamnet, dengan kerja sama yang baik dan sempurma. Ada dua power yang bekerja dalam proses persalinan. Yaitu HIS dan Tenaga mengejan ibu. HIS merupakan kontraksi uterus karena otot-otot polos bekerja dengan baik dan sempurna, pada saat kontraksi, otot-otot rahim menguncup sehingga menjadi tebal dan lebih pendek. Kavum uteri lebih kecil mendorong janin dan kantong amnion ke arah bawah rahim dan serviks. Sedangkan tenaga mengejan ibu adalah tenaga selain HIS yang membantu pengeluaran.
2.      Passage
Merupakan faktor jalan lahir, terbagi menjadi 2 yaitu :
a.       Bagian keras
Bagian ini terdiri dari tulang panggul (Os coxae, Os Sacrum, Os Coccygis), dan Artikulasi (Simphisis pubis, Artikulasi sakro-iliaka, artikulasi sakro-kosigiu). Dari tulang-tulang dasar dan artikulasi yng ada, maka bagian keras janin dapat dinamakan Ruang panggul (Pelvis mayor dan minor), pintu panggul (Pintu atas panggul, Ruang tengah panggul, Pintu bawah panggul, dan ruang panggul yang sebenarnya yaitu antara inlet dan outlet), Sumbu panggul (merupakan garis yang menghubungkan titik-titik tengah ruang panggul yang melengkung ke depan), Bidang –bidang (Hogde I, Hodge II, Hodge III, den Hodge IV).
Jenis- jenis panggul menurut Caldwell & Moloy, 1993 adalah Ginegoid yang bulat 45%, Android panggul pria 15%, Antroid Lonjong seperti telur 35%, Platipeloid pica menyempit arah muka belakang 5 %.

b.       Bagian lunak
Jalan lunak yang berpegaruh dalam persalinan adalah SBR, Serviks Utreri, dan vagina. Diamping itu otot –otot, jaringan ikat, dan ligament yang menyokong alat-alat urogenital juga sangat berperan penting dalam persalinan.
3.      Passanger
Faktor yang juga sangat mempengaruhi persalinan adalah faktor janin. Meliputi sikap janin, letak janin, dan bagian terendah. Sikap janin menunjukkan hubungan bagian –bagian janin dengan sumbu tubuh janin, misalnya bagaimana sikap fleksi kepala, kaki, dan lengan. Letak janin dilihat berdasarkan hubungan sumbu tubuh janin dibandingkan dengan sumbu tubuh ibu. Ini berarti seorang janin dapat dikatakan letak longitudinal ( preskep dan presbo), letak lintang, serta letak oblik. Bagian terbawah adalah istilah untuk menunjukkan bagian janin apa yang paling bawah.
4.      Psikis Ibu
Psikis ibu dalam persalinan akan sangat mempengaruhi daya kerja otot –otot yang dibutuhkan dalam persalinan baik itu yang otonom maupun yang sadar. Jika seorang ibu menghadapi persalinan dengan rasa tenang dan sabar, maka persalinan akan terasa mudah untuk ibu tersebut. Namun jika ia merasa tidak ingin ada kehamilan dan persalinan, maka hal ini akan menghambat proses persalinan.
5.      Penolong
Dalam persalinan, ibu tidak mengerti apa yang dinamakan dorongan ingin mengejan asli atau yang palsu. Untuk itu, seorang mitra yang dapat membantunya mengenali tanda gejala persalinan sangat dibutuhkan. Tenaga ibu akan menjadi sia-sia jika saat untuk mengejan yang ibu lakukan tidak tepat.



D.    Mekanisme Persalinan
1.      Kala I
Kala I disebut juga kala pembukaan dimana serviks membuka dari 0 cm sampai pembukaan lengkap (10cm). Proses ini berlangsung kurang lebih 18- 24 jam, yang terbagi dalam 2 fase, yaitu:
a.       Fase Laten
1)     Dimulai sejak awal kontraksi, yang menyebabkan penipisan, dan pembukaan serviks secara bertahap.
2)     Berlangsung hingga serviks membuka 3 cm.
3)     Pada umunya, fase laten berlangsung hampir 8 jam.
b.      Fase aktif, dibagi dalam 3 fase, yakni :
1)      Fase Akselerasi (fase percepatan)
Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
2)      Fase Dilatasi Maksimal
Dalam waktu 2 jam pembukaan serviks berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
3)      Fase Deselerasi (fase kurangnya kecepatan)
Pembukaan serviks menjadi lambat, dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap atau 10 cm.Pada primi, berlangsung selama 12-13 jam dan pada multigravida sekitar 7-8 jam. Kecepatan pembukaan serviks 1 cm per jam (nullipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara).Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dan multigravida, pada primigravida ostium uteri internum akan membuka lebih dahulu sehingga serviks akan mendatar dan menipis, baru kemudian ostium uteri eksternum membuka. Pada multigravida ostium uteri eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama (sarwono, 1999). Tanda dan gejala inpartu :


a)      Penipisan pembukaan serviks
b)      Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit)
c)      Cairan lendir bercampur darah (“show”) melalui vagina.
Proses persalinan pada kala I :
a)      Dimulai pada waktu serviks membuka karena his: kontraksi uterus yang teratur, makin sering, makin nyeri, disertai pengeluaran darah-lendir (tidak lebih banyak dari darah haid).
b)      Berakhir pada waktu pembukaan serviks telah lengkap (pada periksaan dalam bibir porsio tidak dapat diraba lagi) dan selaput ketuban biasanya pecah pada akhir kala I.
c)      Lamanya tergantung paritas ibu : primigravida ± 12 jam, multigravida ± 7 jam.
d)     Mekanisme pembukaan serviks adalah sebagai berikut : kontraksi segmen atas uterus dan retraksi (regangan) segmen bawah uterus yang mengakibatkan pembukaan serviks. Akhirnya segmen bawah uterus makin menipis, dan segmen atas uterus (korpus) makin menebal.
e)      Pada primigravida retraksi (regangan - penipisan) mendahului pembukaan serviks, sedangkan pada multigravida berlangsung bersama-sama. Inilah yang menentukan lamanya kala I, kecepatan pembukaan pada sepertiga pertama lambat, dan pada dua per tiga kedua cepat hingga pembukaan lengkap 10 cm. Frekuensi his 1 kali/10 menit pada permulaan persalinan, 2-3 kali/10 menit pada akhir kala I. Lamanya: kurang lebih satu menit. Nyerinya: berasal dari regangan seviks yang membuka. Terjadi kalau tekanan intrauterine melebihi 20 mmHg. Biasanya dimulai dari tulang belakang yang menjalar ke depan. Kontraksi uterus dimulai pada tempat kira-kira batas tuba dengan uterus. Akibatnya terhadap janin : setiap kontraksi dapat menghambat aliran darah dari plasenta ke janin. Apabila tekanannya melebihi 75 mmHg akan menyumbat aliran darah sama sekali. Kalau his terlampau kuat, terlampau lama, atau terlampau sering dapat menimbulkan gawat janin.Darah lendir bercampur lendir yang keluar dari uterus akibat pergeseran selaput ketuban dengan dinding uterus pada waktu pembukaan serviks.
2.      Kala II ( Pengeluaran )
Dimulai dari pembukaan lengkap ( 10 cm ) sampai bayi lahir. Proses ini berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida. Pada kala ini his menjadi lebih kuat dan teratur kurang lebih 2-3 menit sekali. Ibu mulai merasakan adanya tekanan pada anus sehingga timbul perasaan ingin mengedan. Kemudian perineum mulai menonjol dan vulva mulai membuka. Dengan kekuatan his dan mengedan yang maksimal maka bayi dapat dilahirkan.Tanda dan gejala kala II persalinan :
a.       Ibu merasakan ingin meneran bersamaan adanya kontraksi.
b.       Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rektum dan atau vaginanya.
c.       Perineum terlihat menonjol.
d.      Vulva, vagina dan sfingter ani terlihat membuka.
e.       Peningkatan pengeluaran lendir dan darah.
f.        Selaput ketuban pecah.

Proses persalinan kala II :
a.       Dimulainya hanya dapat diketahui dengan periksa dalam, dengan menemukan serviks yang membuka lengkap (pembukaan lengkap 10 cm).
b.      Berakhir dengan lahirnya janin.
c.       Lamanya pada primigravida paling lama 2 jam, multipara paling lama 1 jam.

d.      Mengejan
Disebab oleh turunnya kepala yang menekan rectum. Berakibat meningkatnya tekanan intra abdominal yang memperkuat kontraksi uterus. Jangan dibiarkan apabila serviks belum membuka lengkap atau dilakukan di luar his, karena regangan yang berlebihan pada ligamentum serviks lateralis dapat menimbulkan prolapsus uteri (turun peranakan) di kemudian hari.
e.       Perineum yang menggembung.
Terjadi pada waktu kepala janin mencapai introitus vagina. Bertambah gembung pada setiap kontraksi uterus, yang dapat mengakibatkan robekan perineum, kecuali bila dilakukan episotomi.
f.       Kepala mulai tampak diantara labia minora (crowning).
g.      Mekanisme persalinan :
1)      Turunnya kepala
Dibagi menjadi 2, yaitu masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul dan majunya kepala. Pembagian ini terutama bagi primigravida :
a)      Masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul
(1). Masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul pada primigravida sudah terjadi bulan terakhir dari kehamilan tetapi pada multigravida biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan.
(2). Masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul biasanya dengan sutura sagitalis, melintang dan dengan fleksi yang ringan.
(3). Masuknya sutura sagitalis terdapat di tengah-tengah jalan lahir, ialah tepat diantara symphysis dan promotorium, maka dikatakan kepala dalam “synclitismus” pada syclitismus os parietale depan dan belakang sama tingginya.
(4). Jika sutura agak ke depan mendekati symphysis atau agak ke belakang mendekati promotorium disebut asynclitismus.
b)      Asynclitismus posterior
Sutura sagitalis mendekati symphysis dan os parietale belakang lebih rendah dari os parietale depan.
c)      Asynclitismus anterior
Sutura sagitalis mendekati promotorium sehingga os parietale depan lebih rendah dari os parietale belakang. Pada pintu atas panggul biasanya kepala dalam asynclitismus posterior yang ringan.
d)     Majunya kepala
Pada primigravida terjadi setelah kepala masuk ke dalam rongga panggul dan biasanya baru mulai pada kala II. Pada multigravida sebaliknya majunya kepala dan masuknya kepala dalam rongga panggul terjadi bersamaan.
Yang menyebabkan majunya kepala :
(1). Tekanan cairan intrauterine
(2). Tekanan langsung oleh fundus pada bokong
(3). Kekuatan mengejan
(4). Melurusnya badan anak oleh perubahan bentuk rahim
2)      Fleksi
Dengan majunya kepala, fleksi bertambah hingga ubun-ubun kecil lebih rendah dari ubun-ubun besar keuntungan dari bertambahnya fleksi ialah ukuran kepala yang lebih kecil melalui jalan lahir (diameter suboccipito bregmantika 9,5 cm menggantikan diameter suboccipito frontalis 11,5 cm). Fleksi disebabkan karena anak didorong maju dan sebaliknya mendapat tahanan dari pinggir pintu atas panggul, serviks, dinding panggul atau dasar panggul. Akibat dari kekuatan ini terjadinya fleksi karena moment yang menimbulkan fleksi lebih besar dari moment yang menimbulkan defleksi.
3)      Putaran paksi dalam
Pada presentasi belakang kepala bagian yang terendah ialah daerah ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang akan memutar ke depan ke bawah symphysis. Putaran paksi dalam mutlak perlu untuk kelahiran kepala karena putaran paksi merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya bentuk bidang tengah dan pintu bawah panggul. Putaran paksi dalam tidak tersendiri, tetapi selalu kepala sampai hodge III, kadang-kadng baru setelah kepala sampai di dasar panggul. Sebab-sebab putaran paksi dalam :
a)      Pada letak fleksi, bagian belakang kepala merupakan bagian terendah ari kepala
b)      Bagian terendah dari kepala ini mencari tahanan yang paling sedikit terapat sebelah depan atas dimana terdapat haitus genitalis anatar muskulus levator ani kiri dan kanan
c)      Ukuran terbesar dari bidang tengah panggul ialah diameter anteroposterior.
4)      Ekstensi
Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai di dasar panggul, terjadilah ekstesni atau defleksi dari kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah ke depan dan atas, sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk melaluinya.Kepala bekerja 2 kekuatan, yang satu mendesaknya ke bawh dan satunya disebabkan tahanan dasar panggul yang menolaknya ke atas. Resultantenya ialah kekuatan ke arah ke depan atas. Setelah subocciput tertahan pada pinggir bawah symphysis maka dapat maju karena kekuatan tersebut di atas bagian yang berhadapan dengan subocciput, maka lahirlah berturut-turut pada pinggir atas perineum ubun-ubun besar, dahi, hidung dan mulut dan akhirnya dagu dengan gerakkan ekstensi. Subocciput yang menjadi pusta pemutaran disebut hypomoclion.
5)      Putaran paksi luar
Setelah kepala lahir, maka kepala anak memutar kembali ke arah punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam. Gerakkan ini disebut putaran restitusi. Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga belakang kepala berhadapan dengan tuber ischiadicum. Gerakkan yang terakhir ini adalah putaran paksi luar yang sebenarnya dan disebabkan karena ukuran bahu, menempatkan diri dalam diameter anteroposterior dari pintu bawah panggul
6)      Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar bahu depan sampai di bawah symphysis dan menjadi hypomoclion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan menyusul dan selanjutnya seluruh badan anak akhir searah dengan paksi jalan lahir.
3.      Kala III ( Pelepasan Uri )
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah bayi lahir, uterus teraba keras. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Fisiologi Persalinan Kala Tiga.
Pada kala tiga persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perleketan placenta. Karena tempat perleketan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran placenta tidak berubah maka placenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, placenta akan turun bagian bawah uterus atau kedalam vagina. Tanda-tanda lepasnya placenta mencakup beberapa atau semua hal-hal dibawah ini:
a.       Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya dibawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan placenta terdorong kebawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada diatas pusat (seringkali mengarah kesisi kanan).
b.      Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihar menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahveld).
c.       Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul dibelakang placenta akan membantu mendorong placenta keluar dan dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacenta pooling) dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan dalam placenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersumbur keluar dari tepi placenta yang terlepas.
Manajemen Aktif Kala Tiga
a.       Keuntungan-keuntungan manjemen aktif kala tiga :
1).    Persalinan kala tiga yang lebih singkat
2).    Mengurangi jumlah kehilangan darah
3).    Mengurangi kejadian retensio palcenta
4).    Menghasilkan kontraksi uterus yang lebih baik
b.      Manajemen Aktif kala tiga terdiri dari tiga langkah utama:
1).    Pemberian suntikan oksitoksin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir
2).    Melakukan penegangan tali pusat terkendali
3).    Masase fundus uteri
Pemberian Suntikan Oksitoksin
1).    Serahkan bayi yang telah terbungkus kain pada ibu untuk diberi ASI
2).    Letakkan kain bersih diatas perut ibu
3).    Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain.
4).    Beritahu ibu bahwa ia akan disuntikan
5).    Segera(dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir) suntikan oksitoksin 10 unit IM pada 1/3 bagian atas paha bagian luar (aspektus lateralis).
Jika oksitoksin tidak tersedia, minta ibu untuk melakukan stimulasi putting susu atau menganjurkan ibu untuk menyusukan dengan segera. Ini akan menyebabkan pelepasan oksitoksin secara alamiah. Jika peraturan/patograf kesehatan memungkinkan, dapat diberikan misoprostol 600 mcg (oral/sublingual).sebagai pengganti oksitoksin. Penegangan Tali Pusat Terkendali :
1.      Berdiri disamping ibu
2.      Pindahkan klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala dua) pada tali pusat sekitar 5-20 cm dari vulva.
3.      Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan kain) tepat diatas simfisis pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menahan uterus pada saat melakukan penegangan pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan satu tangan dan tangan yang lain (pada dinding abdomen) menekan uterus ke arah lumbal dan kepala ibu (dorso kranial). Lakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadi inversio uteri.
4.      Bila placenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali (sekitar dua atau tiga menit berselang) untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat terkendali.
5.      Saat mulai kontraksi (uteus menjadi bulat atau tali pusat menjulur) tegangkan tali pusat ke arah bawah, lakukan tekanan dorso kranial hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri bergerak ke atas yang menandakan placenta telah lepas dan dapat dilahirkan.
6.      Tetapi jika langkah 5 diatas tidak berjalan sebagaimanan mestinya dan placenta tidak turun setelah 30-40 detik di mulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan lepasnya placenta, jangan teruskan tali pusat.
7.      Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi berikutnya. Jika perlu, pindahkan klem lebih dekat ke perineum pada saat tali pusat memanjang. Pertahankan kesabaran pada saat melahirkan placenta.
8.      Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan tekanan dorso kranial pada korpus uteri secara serntak. Ikuti langkah-langkah tersebut pada setiap kontraksi hingga terasa placenta terlepas dari dinding uterus.
9.      Setelah placenta terlepas, anjurkan ibu untuk meneran agar placenta terdorong keluar melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai (mengikuti poros jalan lahir).
10.  Pada saat placenta terlihar di introitus vagina, lahirkan placenta dengan mengankat tali pusat ke atas dan menopang placenta dengan tangan lainnya untuk meletakkan dalam wadah penampung. Karena selaput ketuban mudah robek, pegang placenta dengan kedua tangan dan secara lembut putas placenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.
11.  Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban.
12.  Jika selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir saat melahirkan placenta, dengan hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari tangan anda atau klem DTT atau steril atau forcep untuk keluarkan selaput ketuban yang teraba.
Jika placenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan oksitoksin 10 menit IM dosisi kedua. Periksa kandung kemih jika penuh gunakan teknik aseptik untuk memasukkan kateter nelaton disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongkan kandung kemih. Ulangi kembali penengangan tali pusat dan tekanan dorso kranial seperti yang di uraikan di atas. Nasehati keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika placenta belum lahir setelah waktu 30 menit. Pada menit ke 30 coba lagi melahirkan placenta dengan melakukan penegangan tali pusat untuk terakhir kalinya jika placenta tetap tidak lahir rujuk segera. Ingat apabila placenta tidak lahir setelah 30 menit, jangan mencoba untuk melepaskan dan segera lakukan rujukan.
Masase fundus uteri, Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uterus
a.       Letakkan telapak tangan pada fundus uteri.
b.      Jelaskan tindakan kepada ibu, katakan bahwa ibu mungkin merasa agak tidak nyaman karena tindakan yang diberikan. Anjurkan ibu untuk enarik nafas dalam dan perlahan serta rileks.
c.       Dengan lembut tapi mantap gerakkan tangan dengan arah memutar pada fundus uteri supaya uterus berkontraksi. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik, lakukan penatalaksaaan atonia uteri.
d.      Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya lengkap dan utuh :
e.       Periksa plasenta sisi maternal (yang melekat pada dinding uterus) untuk memastikan bahwa semuanya lengkap dan utuh (tidak ada bagian yang hilang)
f.       Pasangkan bagian-bagian plassenta yang robek atau terpisah untuk memastikan tidak ada bagian yang hilang
g.      Pasangkan bagian-bagian sisi foetal (yang menghadap bayi) untuk memastikan tidak ada bagian yang hilang
h.      Evaluasi selaput untuk memastikan kelengkapannya
i.        Periksa uterus setelah satu hingga dua menit untuk memastikan uterus berkontraksi. Jika uterus masih belum berkontraksi baik, ulangi masase fundus uteri. Ajarkan ibu dan keluarganya cara melakukan masase uterus sehingga mampu untuk segera mengetahui jika uterus tidak berkontraksi baik.
j.        Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca persalinan dan 30 menit selama satu jam kedua pasca persalinan.

4.      Kala IV
Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum. Observasi yang harus dilakukan pada kala ini adalah tingkat kesadaran, tanda-tanda vital, kontraksi uterus dan perdarahan. Setelah plasenta lahir :
a.       Lakukan rangsangan taktil (masase) uterus untuk merangsang uterus berkontraksi baik dan kuat.
b.      Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara melintang dengan pusat sebagai patokan. Umumnya tinggi fundus uteri setinggi atau beberapa jari di bawah pusat.
c.       Memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.
d.      Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan ( laserasi atau episiotomi ) pada perineum.
e.       Evaluasi keadaan umum ibu.
f.       Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan kala empat di bagian belakang partograf, segera setelah asuhan diberikan atau setelah penilaian dilakukan.

E.     Memperkirakan Kehilangan Darah
Satu cara untuk menilai kehilangan darah adalah dengan melihat volume darah yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol 500ml dapat menampung semua darah tersebut. Jika darah bias mengisi dua botol, ibu telah kehilangan 1 liter darah. Jika darah bisa mengisi setengah botol, ibu kehilangan 250ml darah. Memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah satu cara untuk menilai kondisi ibu. Cara tidak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah adalah melalui penampakan gejala dan tekanan darah. Apabila perdarahan menyebabkan ibu lemas, pusing, dan kesadaran menurun serta tekanan darah sistolik turun lebih dari 10mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah terjadi perdarahan lebih dari 500ml. Bila ibu mengalami syok hipovolemik maka ibu telah kehilangan darah 50% dari total jumlah darah ibu (2000-2500ml).Penting untuk selalu memantau keadaan umum dan menilai jumlah kehilangan darah ibu selama kala empat melalui tanda vital, jumlah darah yang keluar dan kontraksi uterus.Memeriksa Perdarahan dari Perineum. Perhatikan dan temukan penyebab perdarahan dari laserasi atau robekan perineum dan vagina.

F.     Pencegahan Infeksi
Setelah persalinan, dekontaminasi alat plastic, tempat tidur dan matras dengan larutan klorin 0,5% kemudian cuci dengan deterjen dan bilas dengan air bersih. Jika sudah bersih keringkan dengan kain bersih supaya ibu tidak berbaring diatas matras yang basah. Dekontaminasi linen yang digunakan selama persalinan dalam larutanklorin 0,5% dan kemudian cuci segera dengan air dan deterjen.

G.    Pemantauan Keadaan Umum Ibu
Sebagian besar kejadian kesakitan dan kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan terjadi selama 4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Karena alasan ini sangatlah penting untuk memantau ibu secara ketat segera setelah persalinan. Jika tanda-tanda vital dan kontraksi uterus masih dalam batas normal selama 2 jam pertama pasca persalinan, mungkin ibu tidak akan mengalami perdarahan pasca persalinan.Selama 2 jam pertama pasca persalinan :
1.      Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih, dan darah yang keluar setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit selama 1 jam kedua kala empat. Jika ada temuan yang tidak normal, tingkatkan frekuensi observasi dan penilaian kondisi ibu.
2.      Masase uterus untuk membuat kontraksi uterus menjadi baik setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit selama 1 jam kedua kala empat. Jika ada temuan yang tidak normal, tingkatkan frekuensi observasi dan penilaian kondisi ibu.
3.      Pantau temperature tubuh setiap jam selama 2 jam pertama pasca persalinan. Jika meningkat, pantau dan tatalaksana sesuai dengan apa yang diperlukan.
4.      Nilai perdarahan. Periksa perineum dan vagina setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit selama 1 jam kedua kala empat.
5.      Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai kontraksi uterus dan jumlah darah yang keluar dan bagaimana melakukan masase jika uterus menjadi lembek.
6.      Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bersihkan dan bantu ibu untuk mengenakan baju atau sarung yang bersih dan kering, atur posisi ibu agar nyaman, duduk bersandarkan bantal atau berbaring miring. Jaga agar bayi tetap diselimuti dengan baik, bagian kepala tertutup baik, kemudian berikan bayi ke ibu dan anjurkan untuk dipeluk dan diberi ASI.
Jangan gunakan kain pembebat perut selama 2 jam pertama pasca persalinan atau hingga kondisi ibu sudah stabil. Kain pembebat perut menyulitkan penolong untuk menilai kontraksi uterus secara memadai. Jika kandung kemih penuh, bantu ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya dan anjurkan untuk mengosongkan setiap kali diperlukan. Ingatkan ibu bahwa keinginan untuk berkemih mungkin berbeda setelah dia melahirkan bayinya. Jika ibu tidak dapat berkemih, bantu ibu dengan cara menyiram air bersih dan hangat ke perineumnya. Berikan privasi atau masukan jari-jari ibu kedalam air hangat untuk merangsang keinginan berkemih secara spontan.
Jika setelah berbagai upaya tersebut, ibu tidak dapat berkemih secara spontan, mungkin perlu dilakukan kateterisasi. Jika kandung kemih penuh atau dapat dipalpasi, gunakan teknik aseptic saat memasukkan kateter nelaton DTT atau steril untuk mengosongkan kandung kemih. Setelah kandung kemih dikosongkan, lakukan masase pada fundus agar uterus berkontraksi dengan baik.
Sebelum meninggalkan ibu, pastikan bahwa ia dapat berkemih sendiri dan keluarganya mengetahui bagaimana menilai kontraksi dan jumlah darah yang keluar. Ajarkan pada mereka bagaimana mencari pertolongan jika ada tanda-tanda bahaya seperti :
1.      Demam
2.      Perdarahan aktif
3.      Keluar banyak bekuan darah
4.      Bau busuk dari vagina
5.      Pusing
6.      Lemas luar biasa
7.      Penyulit dalam menyusukan bayinya
8.      Nyeri pinggul atau abdomen yang lebih hebat dari nyeri kontraksi biasa.