BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Abortus
didefenisikan sebagai keluarnya janin belum mencapai viabilitas (yang mampu
hidup diluar kandungan). Dan masa gestasi mencapai 22 minggu atau lebih, berat
janin 500 gr atau lebih. Abortus lebih sering terjadi pada wanita berusia 30
tahun dan meningkatnya angka graviditas 6% kehamilan pertama atau kedua
berakhir dengan abortus, angka ini meningkat menjadi 16% pada kehamilan ke-3
dan seterusnya (Hipokrates, 2002).Kejadian abortus
sulit diketahui, karena sebagian besar tidak dilaporkan dan banyak dilakukan
atas permintaan. Keguguran spontan diperkirakan sebesar 10% sampai 15%
(Manuaba, 1998:214).
Insiden
kehamilan diketahui secara klinis sebanyak 15%-25% diantara kehamilan ini
mengalami komplikasi perdarahan pada trimester pertama, 50% dari ini mengalami
abortus. Tidak ada bukti yang meyakinkan pengobatan manapun mempengaruhi hasil
akhir. 95% kehamilan berlangsung lewat trimester pertama. Bila pada pemeriksaan
USG terlihat aktivitas jantung janin (Indra, 2007).
Biasanya
kejadian keguguran dilaporkan dalam angka kaguguran (abortion rate).
Angka keguguran ialah jumlah keguguran dalam setiap 1000 kelahiran hidup.
Dilaporkan besar angka keguguran berkisar antara 8,3 sampai 15 %. Angka ini
diperkirakan lebih kecil daripada yang sebenarnya berdasarkan alasan-alasan di
atas. Angka keguguran ini bersifat umum dan tidak memperhitungkan semua
keguguran yang terjadi sejak kehamilan yang pertama. Angka keguguran yang
spesifiklah jumlah keguguran dalam setiap 1000 kehamilan dihitung sejak
kehamilan yang pertama pada setiap wanita yang pernah hamil pada satu populasi
tertentu (dr. TMA Chalik 1997:2).
Menurut
data WHO persentase kemungkinan terjadinya abortus cukup tinggi. Sekitar 15–40%
angka kejadian, diketahui pada ibu yang sudah dinyatakan positif hamil, dan
60–75% angka abortus terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 12 minggu (Lestariningsih, 2008).
Diperkirakan
frekuensi keguguran spontan berkisar antara 10-15 %. Namun demikian, frekuensi
seluruh keguguran yang pasti sukar ditentukan, karena abortus buatan banyak
yang tidak dilaporkan, kecuali bila telah terjadi komplikasi. Juga karena
sebagian keguguran spontan hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga
wanita tidak datang ke dokter atau rumah sakit (Rustam Muchtar, 1998: 211).
Di
Indonesia, diperkirakan sekitar 2 – 2,5 % juga mengalami keguguran setiap
tahun, sehingga secara nyata dapat menurunkan angka kelahiran menjadi 1,7
pertahunnya ( Manuaba, 2001 ).AKI di Indonesia masih di dominasi perdarahan 42
%, ekslamsi 13% & infeksi 10 % ( BKKBN, 2005 ).
Pada
penelitian Thom terhadap 2.146 penderita dengan riwayat abortus satu kali, 94
orang (4,9%) menunjukkan adanya pertumbuhan janin yang terhambat pada kehamilan
berikutnya, 174 orang (8,7%) melahirkan bayi prematur. Sedangkan dari 638
penderita dengan riwayat abortus 3 kali atau lebih, ternyata terjadi
pertumbuhan janin yang terhambat pada 41 orang (6,4%), prematuritas pada 63
orang (10,8%) (Suryadi, 1994). Oleh karena itu, penulis membuat makalah dengan judul
“Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Abortus Spontan”
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian abortus?
2. Apa
saja jenis-jenis abortus?
3. Apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi abortus spontan?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian abortus
2. Untuk
mengetahui jenis-jenis abortus
3. Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi abortus spontan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian
Abortus
Abortus
adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari
20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. (Mansjoer, Arif dkk, 2001).
Aborsi adalah menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan
istilah “abortus”. Berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan
sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu
proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.
Gugur
kandungan atau aborsi adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20
minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat (hidup)
sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran
prematur.Abortus menurut terjadinya dibedakan atas dua golongan yaitu:
1. Abortus
spontan yairu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja atau
dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis, semata-mata
disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
2. Abortus
provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja tanpa indikasi
medis, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat.Abortus ini
terbagi lagi menjadi:
a. Abortus
medisinalis (abortus therapeutica) yaitu abortus karena tindakan kita sendiri,
dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu
(berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3
tim dokter ahli.
b. Abortus
kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak
legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan secara
sembunyi-sembunyi oleh tenaga tradisional.
B.
Jenis
Abortus
Berdasarkan
jenisnya abortus spontan dibagi menjadi abortus imminens, abortus insipien,
abortus inkomplet, abortus komplet, missed abortion, abortus habitualis.
1. Abortus
imminens (threatened)
Abortus imminens dicurigai bila terdapat pengeluaran
vagina yang mengandung darah, atau perdarahan pervaginam pada trimester pertama
kehamilan. Suatu abortus imminens dapat atau tanpa disertai rasa mulas ringan,
sama dengan pada waktu menstruasi atau nyeri pinggang bawah. Perdarahan pada
abortus imminens seringkali hanya sedikit, namun hal tersebut berlangsung
beberapa hari atau minggu.
2. Abortus
insipiens (inevitabble)
Merupakan suatu abortus yang tidak dapat
dipertahankan lagi ditandai dengan pecahnya selaput janin dan adanya pembukaan
serviks. Pada keadaan ini didapatkan juga nyeri perut bagian bawah atau nyeri
kolik uterus yang lebat. Pada pemeriksaan vagina memperlihatkan dilatasi ostium
serviks dengan bagian kantong konsepsi menonjol. Hasil pemeriksaan USG mungkin
didapatkan jantung janin masih berdenyut, kantung gestasi kosong (5-6,5
minggu), uterus kosong (3-5 minggu) atau perdarahan subkhorionik banyak di
bagian bawah.
3. Abortus
inkompletus (incomplete)
Abortus incompletus adalah pengeluaran sebagian
hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa yang
tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis terbuka
dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol
dari ostium uteri eksternum. Pada USG didapatkan endometrium yang tipis dan
irreguler.
4. Abortus
kompletus (complete)
Pada abortus kompletus semua hasil konsepsi sudah
dikeluarkan. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah
menutup, dan uterus sudah banyak mengecil. Selain ini, tidak ada lagi gejala
kehamilan dan uji kehamilan menjadi negatif. Pada pemeriksaan USG didapatkan
uterus yang kosong.
5. Missed
abortion
Missed abortion adalah kematian janin berusia
sebelum 20 minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau
lebih.
6. Abortus
habitualis (habitual abortion)
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang
terjadi berturut-turut tiga kali atau lebih. Pada umumnya penderita tidak sukar
menjadi hamil, namun kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu.
BAB
III
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Terjadinya Abortus Spontan
A.
Faktor
Fetal
Penyebab
yang paling sering menimbulkan abortus spontan adalah abnormalitas kromosom
pada janin. Sekitar 2/3 dari abortus spontan pada trimester pertama merupakan
anomali kromosom dengan ½ dari jumlah tersebut adalah trisomi autosom dan
sebagian lagi merupakan triploid, tetraploid, atau monosomi 45x. Sekitar 5 %
abortus terjadi karena faktor genetik. Paling sering ditemukannya kromosom
trisomi dengan trisomi 16.
Lebih
dari 60% abortus spontan yang terjadi pada trimester pertama menunjukkan
beberapa tipe abnormalitas genetik. Abnormalitas genetik yang paling sering
terjadi adalah aneuploidi (abnormalitas komposisi kromosom) contohnya trisomi
autosom yang menyebabkan lebih dari 50% abortus spontan. Poliploidi menyebabkan
sekitar 22% dari abortus spontan yang terjadi akibat kelainan kromosom. Sekitar
3-5% pasangan yang memiliki riwayat abortus spontan yang berulang salah satu
dari pasangan tersebut membawa sifat kromosom yang abnormal. Identifikasi dapat
dilakukan dengan pemeriksaan kariotipe dimana bahan pemeriksaan diambil dari
darah tepi pasangan tersebut. Tetapi tentunya pemeriksaan ini belum berkembang
di Indonesia dan biayanya cukup tinggi.
B.
Faktor
Maternal
1. Faktor
endokrin
Beberapa
gangguan endokrin telah terlibat dalam abortus spontan berulang, termasuk
diantaranya adalah diabetes mellitus tak terkontrol, hipo dan hipertiroid,
hipersekresi luteinezing hormone, disfungsi fase luteal dan penyakit polikistik
ovarium. Pada perkembangan terbaru peranan hiperandrogenemia dan
hiperprolaktinemia telah dihubungkan dengan terjadinya abortus yang berulang.
2. Faktor
anatomi
Anomali
uterus termasuk malformasi kongenital, defek uterus yang didapat (Astherman’s
syndrome dan defek sekunder terhadap dietilestilbestrol), leiomyoma,
inkompentensia serviks. Meskipun anomali-anomali ini sering dihubungkan dengan
abortus spontan, insiden, klasifikasi dan peranannya dalam etiologi masih belum
diketahui secara pasti. Abnormalitas uterus terjadi pada 1,9 % dalam populasi
wanita, dan 13 sampai 30 % wanita dengan abortus spontan berulang. Penelitian
lain menunjukkan bahwa wanita dengan anomali didapat seperti Asherman’s
syndrome, adhesi uterus, dan anomali didapat melalui paparan dietilestilbestrol
memiliki angka kemungkinan hidup fetus yang lebih rendah dan meningkatnya angka
kejadian abortus spontan.
3. Faktor
Immunologi
Pada
kehamilan normal, sistem imun maternal tidak bereaksi terhadap spermatozoa atau
embrio. Namun 40% pada abortus berulang diperkirakan secara immunologis
kehadiran fetus tidak dapat diterima. Terdapat antibodikardiolipid yang
mengakibatkan pembekuan darah dibelakang ari-ari sehingga mengakibatkan
kematian janin karena kurangnya aliran darah dari ari-ari tersebut.Respon
imun dapat dipicu oleh beragam faktor endogen dan eksogen, termasuk pembentukan
antibodi antiparental, gangguan autoimun yang mengarah pada pembentukan
antibodi autoimun (antibodi antifosfolipid, antibodi antinuclear, aktivasi sel
B poliklonal), infeksi, bahan-bahan toksik, dan stress.
4. Trombofilia
Trombofilia
merupakan keadaan yang berhubungan dengan predisposisi terhadap
trombolitik. Kehamilan akan mengawali keadaan hiperkoagulasi dan melibatkan
keseimbangan antara jalur prekoagulan dan antikoagulan. Trombofilia dapat
merupakan kelainan yang herediter atau didapat. Terdapat hubungan antara
antibodi antifosfolipid yang dapat dan abortus berulang dan semacam terapi dan
kombinasi terapi yang melibatkan heparin dan aspirin telah direkomendasikan
untuk menyokong pemeliharaan kehamilan sampai persalinan. Pada sindrom
antifosfolipid, antibodi antifosfolipid mempunyai hubungan dengan kejadian
trombosis vena, trombosis arteri, abortus atau trombositopenia. Namun,
mekanisme pasti yang menyebabkan antibodi antifosfolipid mengarah ke trombosis
masih belum diketahui.
5. Infeksi
Infeksi-infeksi
maternal yang memperlihatkan hubungan yang jelas dengan abortus spontan
termasuk sifilis, parvovirus B19, HIV, dan malaria. Brusellosis, suatu penyakit
zoonosis yang paling sering menginfeksi manusia melalui produk susu yang tidak
dipasteurisasi juga dapat menyebabkan abortus spontan. Suatu penelitian
retrospektif terbaru di Saudi Arabia menemukan bahwa hampir separuh (43%)
wanita hamil yang didiagnosa menderita brusellosis akut pada awal kehamilannya
mengalami abortus spontan pada trimester pertama atau kedua kehamilannya.
6. Faktor-faktor
eksogen
a. Gas
anestesi
Nitrat oksida dan
gas-gas anestesi lain diyakini sebagai faktor resiko untuk terjadinya abortus
spontan. Pada suatu tinjauan oleh Tanenbaum dkk, wanita yang bekerja di kamar
operasi sebelum dan selama kehamilan mempunyai kecenderungan 1,5 sampai 2 kali
untuk mengalami abortus spontan.
b. Air
yang tercemar
Beberapa penelitian
epidemiologi telah mendapatkan data dari fasilitas-fasilitas air di daerah
perkotaan untuk mengetahui paparan lingkungan. Suatu penelitian prospektif di California
menemukan hubungan bermakna antara resiko abortus spontan pada wanita yang
terpapar trihalometana dan terhadap salah satu turunannya, bromodikhlorometana.
Demikian juga wanita yang tinggal di daerah Santa Clara, daerah dengan kadar
bromida pada air permukaan paling tinggi tersebut, memiliki resiko 4 kali lebih
tinggi untuk mengalami abortus spontan.
c. Dioxin
Dioxin telah terbukti
menyebabkan kanker pada manusia dan binatang, dan menyebabkan anomali
reproduksi pada binatang. Beberapa penelitian pada manusia menunjukkan hubungan
antara dioxin dan abortus spontan. Pada akhir tahun 1990, dioxin ditemukan di
dalam air tanah, air minum, di kota Chapaevsk Rusia. Kadar dioxin dalam air
minum pada kota itu merupakan kadar dioxin tertinggi yang ditemukan di Rusia,
dan ternyata frekuensi rata-rata abortus spontan pada kota tersebut didapatkan
lebih tinggi dari kota-kota yang lain.
d. Pestisida
Resiko abortus spontan
telah diteliti pada sejumlah kelompok pekerja yang menggunakan pestisida. Suatu
peningkatan prevalensi abortus spontan terlihat pada istri-istri pekerja yang
menggunakan pestisida di Italia, India, dan Amerika Serikat, pekerja rumah
hijau di Kolombia dan Spanyol, pekerja kebun di Argentina, Petani tebu di
Ukraina, dan wanita yang terlibat di bidang agrikultural di Amerika Serikat dan
Finlandia. Suatu peningkatan prevalensi abortus yang terlambat telah diamati
juga di antara wanita peternakan di Norwegia, dan pekerja agrikultur atau
holtikultural di Kanada.
7. Gaya
hidup seperti merokok dan alkoholisme
Penelitian
epidemiologi mengenai merokok tembakau dan abortus spontan menemukan bahwa merokok
tembakau dapat sedikit meningkatkan resiko untuk terjadinya abortus spontan.
Namun, hubungan antara merokok dan abortus spontan tergantung pada
faktor-faktor lain termasuk konsumsi alkohol, perjalanan reproduksi, waktu
gestasi untuk abortus spontan, kariotipe fetal, dan status sosioekonomi.
Peningkatan angka kejadian abortus spontan pada wanita alkoholik mungkin
berhubungan dengan akibat tak langsung dari gangguan terkait alkoholisme.
8. Radiasi
Radiasi
ionisasi dikenal menyebabkan gangguan hasil reproduksi, termasuk malformasi
kongenital, restriksi pertumbuhan intrauterine, dan kematian embrio. Pada tahun
1990, komisi satu internasional terhadap perlindungan radiasi menyarankan untuk
wanita dengan konsepsi tidak terpapar lebih dari 5 msv selama kehamilan. Penelitian-penelitian
mengenai kontaminasi radioaktif memperlihatkan akibat Chernobly yang
meningkatkan angka kejadian abortus spontan di Finlandia dan Norwegia.
9.
Penyakit-penyakit kronis yang melemahkan
Pada awal
kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan ibu, misalnya
penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan abortus;
sebaliknya pasien penyakit tersebut sering meninggal dunia tanpa melahirkan.Adanya
penyakit kronis (diabetes melitus, hipertensi kronis,
penyakit liver/ ginjal kronis) dapat diketahui lebih mendalam melalui anamnesa
yang baik. Penting juga diketahui bagaimana perjalanan penyakitnya jika memang
pernah menderita infeksi berat, seperti apakah telah diterapi dengan tepat dan
adekuat. Untuk eksplorasi kausa, dapat dikerjakan beberapa pemeriksaan
laboratorium seperti pemeriksaan gula darah, tes fungsi hati dan tes fungsi
ginjal untuk menilai apakah ada gangguan fungsi hepar dan ginjal atau diabetes
melitus yang kemudian dapat menimbulkan gangguan pada kehamilan seperti
persalinan prematur.
10. Faktor Nutrisi
Malnutrisi
umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling besar menjadi predisposisi
abortus. Meskipun demikian, belum ditemukan bukti yang menyatakan bahwa
defisisensi salah satu/ semua nutrien dalam makanan merupakan suatu penyebab
abortus yang penting.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Abortus
adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari
20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. (Mansjoer, Arif dkk, 2001).Abortus
menurut terjadinya dibedakan atas dua golongan yaitu:
1. Abortus
spontan yairu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja atau
dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis, semata-mata
disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
2. Abortus
provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja tanpa indikasi
medis, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat.
Berdasarkan
jenisnya abortus spontan juga dibagi menjadi abortus imminens, abortus
insipien, abortus inkomplet, abortus komplet, missed abortion, abortus
habitualis. Faktor-faktor yang mempengaruhi abortus spontan antara lain:
1. Faktor
fetal
2. Faktor
maternal (faktor endokrin, faktor anatomi, faktor imunologi, trombofilia,
infeksi, faktor-faktor eksogen, gaya hidup seperti merokok dan alkoholisme,
radiasi, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan, faktor nutrisi).
B.
Saran
a. Kepada
mahasiswa dapat lebih meningkatkan pengetahuannya mengenai hal-hal yang patologi
dalam kehamilan khususnya abortus dalam kehamilan.
b. Kepada
instansi kesehatan maupun pemerintah dapat meningkatkan program kesehatan
masyarakat, seperti penyuluhan dan upaya deteksi dini terhadap kehamilan-kehamilan
yang beresiko.
DAFTAR PUSTAKA
Sujiatini
dkk.2009. asuhan patologi kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Oxorn,
H dan William RF. 1996. Ilmu kebidanan Fisiologi dan Patologi Persalinan.
Jakarta: Yayasan Essentia Medica.
Manuaba,
I.B.G. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Mochtar,
Rustam. 2002. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC
Winkjosastro,
hanifa. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBPSP
Obstetri
Patologi. 1984. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad. Bandung: Elstar Offset
Prawirohardjo,
Sarwono. 2002. Buku Acuan Nasional Maternal dan Neonatal. Jakarta: JPNKR-POGI
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment