BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aspek sosial
dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan manusia. Di era globalisasi
sekarang ini dengan berbagai perubahan yang begitu ekstrem menuntut semua
manusia harus memperhatikan aspek sosial budaya. Di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai
hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan
dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang
kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak
terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka.
Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang sering kali karena kasusnya
sudah terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian.
Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya
seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat
antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali
membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan bayi
saat persalinan. Untuk itu seorang bidan
agar dapat melakukan pendekatan terhadap masyarakat perlu mempelajari
sosial-budaya yang berkaitan
dengan persalinan.
Oleh karena itu penulis membuat makalah dengan judul “Aspek Sosial Budaya
Selama Persalinan Kala I, II, III, dan IV”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
aspek sosial budaya selama
persalinan kala I, II, III, IV?
2. Bagaimana
solusi dari aspek sosial budaya selama persalinan kala I, II, III, dan IV
tersebut?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui aspek sosial budaya selama persalinan kala I, II, III, dan
IV?
3. Untuk
mengetahui solusi dari aspek sosial budaya selama persalinan kala I, II, III, dan
IV tersebut?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Landasan Teori
Persalinan adalah proses dimana
bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap
normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37
minggu) tanpa disertai adanya penyulit. persalinan dimulai (inpartu) sejak
uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan
menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. ibu belum in
partu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks. Tanda dan
gejala in partu termasuk:
1. Penipisan
dan pembukaan serviks.
2. Kontraksi
uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10
menit).
3. cairan lendir bercampur darah (“bloody”)
melalui vagina.
a. Persalinan
kala satu
Persalinan
kala satu (kala pembukaan) dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang
teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka
lengkap (10 cm). persalinan kala satu terdiri atas dua fase yaitu fase laten
dan fase aktif.
1. Fase
laten pada persalinan kala satu:
a. Dimulai
sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara
bertahap.
b. Berlangsung
hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.
c. Pada
umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.
2. Fase
aktif pada persalinan kala satu:
a. Frekuensi
dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap
adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan
berlangsung selama 40 detik atau lebih)
b. Dari
pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi
dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara/primigravida) atau lebih dari
1 cm hingga 2 cm (multipara).
c. Terjadi
penurunan bagian terbawah janin
b. Persalinan
kala dua
Persalinan
kala dua (kala pengeluaran bayi) dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap
(10cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Gejala dan tanda kala dua persalinan
adalah:
1. Ibu
merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
2. Ibu
merasakan adanya peningkatan tekanan tekanan pada rektum dan atau vagina.
3. Perineum
menonjol
4. Vulva-vagina
dan sfingter ani membuka
5. meningkatnya
pengeluaran lendir bercampur darah
c. Persalinan
kala tiga
Persalinan
kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan
selaput ketuban. Pada kala tiga persalinan, otot uterus (miometrium)
berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi.
Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan
plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran
plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas
dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus
atau ke dalam vagina. Tanda-tanda lepasnya plasenta antara lain:
1. Perubahan
bentuk dan tinggi fundus
Setelah bayi lahir dan sebelum
miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus
biasanya dibawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke
bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus
berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan)
2. Tali
pusat memanjang
Tali pusat terlihat menjulur keluar
melalui vulva (tanda Ahfeld)
3. Semburan
darah mendadak dan singkat
darah yang terkumpul dibelakang plasenta
akan membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila
kumpulan darah (retroplacenta pooling) dalam ruang diantara dinding uterus dan
permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar
dari tepi plasenta yang terlepas.
d. Persalinan
kala empat
Persalinan
kala empat dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah itu.
B. Aspek Sosial
Budaya Selama Persalinan Kala I, II, III, & IV
Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu
diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan,
disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku
perawatan kehamilan (antenatal care) adalah penting untuk mengetahui dampak
kesehatan bayi dan si ibu sendiri.
Di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal
yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya
secara rutin ke bidan ataupun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang
menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya
faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Resiko ini baru
diketahui pada saat persalinan yang sering kali karena kasusnya sudah terlambat
dapat membawa akibat fatal yaitu kematian.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan
kurangnya informasi. Selain dari kurangnya pengetahuan akan pentingnya
perawatan kehamilan, permasalahan-permasalahan pada kehamilan dan persalinan
dipengaruhi juga oleh faktor nikah pada usia muda yang masih banyak dijumpai di
daerah pedesaan. Disamping itu, dengan masih adanya preferensi terhadap jenis
kelamin anak khususnya pada beberapa suku, yang menyebabkan istri mengalami
kehamilan yang berturut-turut dalam jangka waktu yang relatif pendek,
menyebabkan ibu mempunyai resiko tinggi pada saat melahirkan.
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah
masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan
terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak
berkurang ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan
yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil. Tentunya hal ini akan
berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin.
Ada beberapa
kepercayaan yang berhubungan dengan persalinan, antara lain:
1. Di Jawa
Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan
mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan
perdarahan yang banyak. Dampak dari
hal ini yaitu ibu hamil kekurangan gizi yang sangat penting.
2. Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya
memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang
dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Faktanya pertumbuhan itu bersifat irrevesible (tidak
dapat kembali ke ukuran semula) jadi bila bayi sudah besar tidak dapat mengecil
kembali. Dampaknya jika mengurangi makanan saat hamil ibu akan kekurangan gizi,
dan dapat mengalami anemia.
3. Di masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang
dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Sebenarnya makan makanan yang asin
tidak akan menyebabkan ASI menjadi asin.
4. Contoh lain di daerah Subang, ibu hamil pantang makan dengan menggunakan
piring yang besar karena khawatir bayinya akan besar sehingga akan mempersulit
persalinan. jika makan dengan piring kecil maka makanannya pun porsi kecil sehingga menyebabkan ibunya kurang gizi serta berat badan bayi yang
dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan
kesehatan si bayi.
5. Keluarnya lendir semacam keputihan yang agak banyak menjelang persalinan,
akan membantu melicinkan saluran kelahiran hingga bayi lebih mudah keluar.
Keluarnya cairan keputihan pada usia hamil tua justru tak normal, apalagi
disertai gatal, bau, dan berwarna. Jika terjadi, segera konsultasikan ke
dokter. Ingat, bayi akan keluar lewat saluran lahir. Jika vagina terinfeksi,
bisa mengakibatkan radang selaput mata pada bayi. Harus diketahui pula, yang
membuat persalinan lancar bukan keputihan, melainkan air ketuban.
6. Minum minyak kelapa memudahkan persalinan. Minyak kelapa, memang
konotasinya membuat lancar dan licin. Namun dalam dunia kedokteran, minyak tak ada gunanya
sama sekali dalam melancarkan keluarnya sang janin. Mungkin secara psikologis,
ibu hamil meyakini, dengan minum dua sendok minyak kelapa dapat memperlancar
persalinannya.
7. Minum madu dan telur dapat menambah tenaga untuk persalinan. Madu tidak
boleh sembarangan dikonsumsi ibu hamil. Jika BB-nya cukup, sebaiknya jangan
minum madu karena bisa mengakibatkan overweight. Bukankah madu termasuk karbohidrat
yang paling tinggi kalorinya. Jadi, madu boleh diminum hanya jika BB-nya
kurang. Begitu BB naik dari batas yang ditentukan, sebaiknya segera dihentikan. Tetapi telur tidak masalah,
karena mengandung protein yang juga menambah kalori.
8. Ada suatu kepercayaan yang mengatakan minum rendaman air rumput Fatimah
akan merangsang mulas. Rumput Fatimah bisa membuat mulas pada ibu
hamil karena menyebabkan kontraksi. Penggunaan rumput fatimah ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian pada ibu. Meminum rumput fatimah akan membuat kontraksi menjadi abnormal.
9. Makan daun kemangi membuat ari-ari lengket, hingga mempersulit persalinan.
Yang membuat lengket ari-ari bukan daun kemangi, melainkan ibu yang pernah
mengalami dua kali kuret atau punya banyak anak, misal empat anak. Ari-ari lengket
bisa berakibat fatal karena kandungan harus diangkat. Ibu yang pernah mengalami
kuret sebaiknya melakukan persalinan di RS besar, sehingga bila terjadi
sesuatu dapat segera ditangani.
Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak
untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Beberapa penelitian
yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek-praktek
persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu. Penelitian Iskandar dkk
(1996) menunjukkan beberapa tindakan/praktek yang membawa resiko infeksi
seperti "ngolesi" (membasahi vagina dengan minyak kelapa
untuk memperlancar persalinan), "kodok" (memasukkan tangan ke dalam
vagina dan uterus untuk rmengeluarkan placenta) atau "nyanda" (setelah persalinan, ibu
duduk dengan posisi bersandar dan kaki diluruskan ke depan
selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya
disebabkan karena beberapa alasan antara lain dikenal secara dekat, biaya
murah, mengerti dan dapat membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan
kelahiran anak serta merawat ibu dan bayi sampai 40 hari. Disamping itu juga
masih adanya keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan yang ada. Walaupun sudah
banyak dukun beranak yang dilatih, namun praktek-praktek tradisional tertentu rmasih
dilakukan. lnteraksi antara kondisi kesehatan ibu hamil dengan kemampuan
penolong persalinan sangat menentukan hasil persalinan yaitu kematian atau
bertahan hidup.
Secara medis penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah
perdarahan, infeksi dan eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi
tersebut bila tidak ditangani secara tepat dan profesional dapat berakibat
fatal bagi ibu dalam proses persalinan. Namun, kefatalan ini sering terjadi
tidak hanya karena penanganan yang kurang baik tepat tetapi juga karena ada
faktor keterlambatan pengambilan keputusan dalam keluarga. Terutama di daerah
pedesaan, keputusan terhadap perawatan medis apa yang akan dipilih harus dengan
persetujuan kerabat yang lebih tua; atau keputusan berada di tangan suami yang
seringkali menjadi panik melihat keadaan krisis yang terjadi. Kepanikan dan
ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat menghambat
tindakan yang seharusnya dilakukan dengan cepat.
Tidak jarang pula nasehat-nasehat yang diberikan oleh teman atau tetangga
mempengaruhi keputusan yang diambil. Keadaan ini seringkali pula diperberat
oleh faktor geografis, dimana jarak rumah si ibu dengan tempat pelayanan
kesehatan cukup jauh, tidak tersedianya transportasi, atau oleh faktor kendala
ekonomi dimana ada anggapan bahwa membawa si ibu ke rumah sakit akan memakan
biaya yang mahal. Selain dari faktor keterlambatan dalam pengambilan keputusan,
faktor geografis dan kendala ekonomi, keterlambatan mencari pertolongan
disebabkan juga oleh adanya suatu keyakinan dan sikap pasrah dari masyarakat
bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan takdir yang tak dapat dihindarkan.
Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan
juga pada masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuraan ini biasanya
berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya, ada makanan tertentu
yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI; ada pula makanan
tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi.
Secara tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk
mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya mengurut perut yang
bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula, memasukkan
ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk
membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan atau
memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh.
Selain itu,
kelancaran persalinan juga sangat tergantung faktor mental dan fisik si ibu, antara lain:
1. Faktor fisik berkaitan dengan bentuk panggul yang normal dan seimbang
dengan besar bayi
2. Faktor mental berhubungan dengan psikologis ibu, terutama kesiapannya dalam
melahirkan. Bila ia takut dan cemas, bisa saja persalinannya jadi tidak lancar
hingga harus dioperasi. Ibu dengan mental yang siap bisa mengurangi rasa sakit
yang terjadi selama persalinan.
3. Faktor lain yang juga harus diperhatikan adalah riwayat kesehatan ibu, apakah
pernah menderita diabetes, hipertensi atau sakit lainnya, gizi ibu
selama hamil, apakah mencukupi atau tidak, dan lingkungan sekitar,
apakah men-support atau tidak karena ada kaitannya dengan emosi ibu. Ibu hamil
tak boleh cemas karena akan berpengaruh pada bayinya. Bahkan, berdasarkan
penelitian, ibu yang cemas saat hamil bisa melahirkan anak hiperaktif, sulit konsentrasi
dalam belajar, kemampuan komunikasi yang kurang, dan tak bisa kerja sama.
C. Solusi
1. Pendekatan
Melalui Agama
Dari permasalahan aspek
sosial budaya selama persalinan, kita dapat memberikan solusi dengan pendekatan
melalui agama. Agama dapat memberikan petunjuk/pedoman pada umat manusia dalam
menjalani hidup meliputi seluruh aspek kehidupan. Selain itu agama juga dapat
membantu umat manusia dalam memecahkan berbagai masalah hidup yang sedang
dihadapi.
Pendekatan melalui
agama: bidan mengadakan pengajian bersama masyarakat yang kemudian diselingi
dengan memberikan informasi mengenai pantangan makanan tertentu yang tidak
terbukti kebenarannya sehingga masyarakat tidak mempercayai hal itu lagi.
2. Pendekatan
melalui Kesenian Tradisional
Dari permasalahan aspek
sosial budaya selama persalinan, kita dapat memberikan solusi dengan pendekatan
melalui kesenian Tradisional. Pendekatan sosial budaya yang dilakukan oleh bidan
melalui kesenian tradisonal menyatakan bahwa peran bidan bukan hanya dalam
pelayanan kesehatan saja. Tetapi bidan juga dapat menjadi seorang bidan
pengelola. Misalnya seorang bidan praktik selain sebagai nakes, bidan juga
dapat membuka hubungan kerja sama dengan suatu sanggar tari, lewat yayasan
tersebut ia dapat menyampaikan pesan atau melakukan penyuluhan kesehatan.
Dalam perannya sebagai peneliti dimana bidan ikut meneliti tentang kebudayaan apa yang ada pada suatu daerah tempat penelitiannya tersebut.
Dalam perannya sebagai peneliti dimana bidan ikut meneliti tentang kebudayaan apa yang ada pada suatu daerah tempat penelitiannya tersebut.
Pendekatan melalui
Kesenian tradisional : bidan dan ahli kesehatan lainnya ikut dalam kesenian
tradisional misalnya kesenian wayang orang yang di dalamnya menampilkan pesan-pesan
tentang hal yang mitos dan yang nyata agar masyarakat awam tidak salah persepsi
dan tidak mempercayai hal-hal yang belum ada kebenarannya.
3. Pendekatan
melalui Paguyuban
Dari permasalahan aspek
sosial budaya selama persalinan, kita dapat memberikan solusi dengan pendekatan
melalui paguyuban. Paguyuban atau Gemeinschaft adalah suatu kelompok atau
masyarakat yang diantara para warganya di warnai dengan hubungan-hubungan
sosial yang penuh rasa kekeluargaan, bersifat batiniah dan kekal,serta jauh
dari pamrih-pamrih ekonomi.
Dalam rangka
peningkatan kualitas dan mutu pelayanan kebidanan diperlukan
pendekatan-pendekatan khususnya paguyuban. Untuk itu kita sebagai tenaga
kesehatan khususnya calon bidan agar mengetahui dan mampu melaksanakan berbagai
upaya untuk meningkatkan peran aktif masyarakat agar masyarakat sadar
pentingnya kesehatan, misalnya saja dengan mengadakan kegiatan posyandu di
puskesmas-puskesmas.
Pendekatan melalui Paguyupan:
bidan masuk kedalam kelompok masyarakat untuk bersosialisasi dan mencari tahu
apa masalah yang sedang dialami masyarakat yang berhubungan mengenai kesehatan
terutama ibu yang sedang hamil dan menjelaskan pada masyarakat bahwa pantangan - pantangan seorang
ibu hamil untuk tidak makan makanan tertentu itu benar ataukah
salah.
4. Pendekatan
melalui Pesantren
Dari permasalahan aspek
sosial budaya selama persalinan, kita dapat memberikan solusi pendekatan
melalui pesantren. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan islam yang
mengembangkan fungsi pendalaman agama, kemasyarakatan dan penyiapan sumber daya
manusia.
Tujuan umumnya adalah tercapainya
pengembangan dan pemantapan kemandirian pondok pesantren dan masyrakat sekitar
dalam bidang kesehatan. Tujuan khususnya adalah tercapainya pengertian positif
pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya tentang norma hidup sehat,
meningkatkan peran serta pondok pesantren dalam menyelenggarakan upaya
kesehatan, terwujudnya keteladanan hidup sehat di lingkungan pondok pesantren.
Pendekatan melalui
Pesantren: bidan melakukan penyuluhan di pesantren mengenai aspek sosial budaya
selama persalinan yang tidak boleh dipercayai dan yang boleh dipercaya.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal
yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya
secara rutin ke bidan ataupun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang
menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya
faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Resiko ini baru
diketahui pada saat persalinan yang sering kali karena kasusnya sudah terlambat
dapat membawa akibat fatal yaitu kematian. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya
informasi.
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah
masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan
pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka
sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap
beberapa makanan yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil. Tentunya hal ini akan
berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin.
B. Saran
Saran yang kami berikan untuk para pembaca makalah ini, yaitu: sebaiknya aspek sosial budaya yang ada selama persalinan dapat disaring, karena tidak setiap aspek sosial budaya yang masuk memberi
dampak positif tapi kadang juga memberi dampak negatif.
izin copas yaaa
ReplyDeleteya
Deleteizin copas yaaa
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteizin menjadikan ini sebagai referensi
ReplyDeleteIya
Deletedaftar pustaka nya gaada:')
ReplyDelete