Thursday 27 February 2014

Makalah isbd Aspek Sosial Budaya Selama Persalinan Kala I, II, III, dan IV



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan manusia. Di era globalisasi sekarang ini dengan berbagai perubahan yang begitu ekstrem menuntut semua manusia harus memperhatikan aspek sosial budaya. Di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang sering kali karena kasusnya sudah terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian.
Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan bayi saat persalinan. Untuk itu  seorang bidan agar dapat melakukan pendekatan terhadap masyarakat perlu mempelajari sosial-budaya yang berkaitan dengan persalinan. Oleh karena itu penulis membuat makalah dengan judul “Aspek Sosial Budaya Selama Persalinan Kala I, II, III, dan IV”.  

B.   Rumusan Masalah

1.      Bagaimana aspek sosial budaya selama persalinan kala I, II, III, IV?
2.      Bagaimana solusi dari aspek sosial budaya selama persalinan kala I, II, III, dan IV tersebut?

C.   Tujuan

1.      Untuk mengetahui aspek sosial budaya selama persalinan kala I, II, III, dan IV?
3.      Untuk mengetahui solusi dari aspek sosial budaya selama persalinan kala I, II, III, dan IV tersebut?

BAB II
PEMBAHASAN
A.   Landasan Teori

            Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. ibu belum in partu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks. Tanda dan gejala in partu termasuk:
1.      Penipisan dan pembukaan serviks.
2.      Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit).
3.       cairan lendir bercampur darah (“bloody”) melalui vagina.

a.       Persalinan kala satu 
      Persalinan kala satu (kala pembukaan) dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). persalinan kala satu terdiri atas dua fase yaitu fase laten dan fase aktif.
1.      Fase laten pada persalinan kala satu:
a.       Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap.
b.      Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.
c.       Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.
2.      Fase aktif pada persalinan kala satu:
a.       Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih)
b.      Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara/primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara).
c.       Terjadi penurunan bagian terbawah janin
b.      Persalinan kala dua
      Persalinan kala dua (kala pengeluaran bayi) dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Gejala dan tanda kala dua persalinan adalah:
1.      Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
2.      Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan tekanan pada rektum dan atau vagina.
3.      Perineum menonjol
4.      Vulva-vagina dan sfingter ani membuka
5.      meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah

c.       Persalinan kala tiga
      Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Pada kala tiga persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina. Tanda-tanda lepasnya plasenta antara lain:
1.      Perubahan bentuk dan tinggi fundus
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya dibawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan)
2.      Tali pusat memanjang
Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld)
3.      Semburan darah mendadak dan singkat
darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacenta pooling) dalam ruang diantara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.


d.      Persalinan kala empat
      Persalinan kala empat dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah itu.

B.   Aspek Sosial Budaya Selama Persalinan Kala I, II, III, & IV

Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan (antenatal care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri.
Di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang sering kali karena kasusnya sudah terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi. Selain dari kurangnya pengetahuan akan pentingnya perawatan kehamilan, permasalahan-permasalahan pada kehamilan dan persalinan dipengaruhi juga oleh faktor nikah pada usia muda yang masih banyak dijumpai di daerah pedesaan. Disamping itu, dengan masih adanya preferensi terhadap jenis kelamin anak khususnya pada beberapa suku, yang menyebabkan istri mengalami kehamilan yang berturut-turut dalam jangka waktu yang relatif pendek, menyebabkan ibu mempunyai resiko tinggi pada saat melahirkan.
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil. Tentunya hal ini akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin.
Ada beberapa kepercayaan yang berhubungan dengan persalinan, antara lain:
1.      Di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Dampak dari hal ini yaitu ibu hamil kekurangan gizi yang sangat penting.
2.      Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Faktanya pertumbuhan itu bersifat irrevesible (tidak dapat kembali ke ukuran semula) jadi bila bayi sudah besar tidak dapat mengecil kembali. Dampaknya jika mengurangi makanan saat hamil ibu akan kekurangan gizi, dan dapat mengalami anemia.
3.      Di masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Sebenarnya makan makanan yang asin tidak akan menyebabkan ASI menjadi asin.
4.      Contoh lain di daerah Subang, ibu hamil pantang makan dengan menggunakan piring yang besar karena khawatir bayinya akan besar sehingga akan mempersulit persalinan. jika makan dengan piring kecil maka makanannya pun porsi kecil sehingga menyebabkan ibunya kurang gizi serta berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi.
5.      Keluarnya lendir semacam keputihan yang agak banyak menjelang persalinan, akan membantu melicinkan saluran kelahiran hingga bayi lebih mudah keluar. Keluarnya cairan keputihan pada usia hamil tua justru tak normal, apalagi disertai gatal, bau, dan berwarna. Jika terjadi, segera konsultasikan ke dokter. Ingat, bayi akan keluar lewat saluran lahir. Jika vagina terinfeksi, bisa mengakibatkan radang selaput mata pada bayi. Harus diketahui pula, yang membuat persalinan lancar bukan keputihan, melainkan air ketuban. 
6.      Minum minyak kelapa memudahkan persalinan. Minyak kelapa, memang konotasinya membuat lancar dan licin. Namun dalam dunia kedokteran, minyak tak ada gunanya sama sekali dalam melancarkan keluarnya sang janin. Mungkin secara psikologis, ibu hamil meyakini, dengan minum dua sendok minyak kelapa dapat memperlancar persalinannya.
7.      Minum madu dan telur dapat menambah tenaga untuk persalinan. Madu tidak boleh sembarangan dikonsumsi ibu hamil. Jika BB-nya cukup, sebaiknya jangan minum madu karena bisa mengakibatkan overweight. Bukankah madu termasuk karbohidrat yang paling tinggi kalorinya. Jadi, madu boleh diminum hanya jika BB-nya kurang. Begitu BB naik dari batas yang ditentukan, sebaiknya segera dihentikan. Tetapi telur tidak masalah, karena mengandung protein yang juga menambah kalori.
8.      Ada suatu kepercayaan yang mengatakan minum rendaman air rumput Fatimah akan merangsang mulas. Rumput Fatimah bisa membuat mulas pada ibu hamil karena menyebabkan kontraksi. Penggunaan rumput fatimah ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian pada ibu. Meminum rumput fatimah akan membuat kontraksi menjadi abnormal.
9.      Makan daun kemangi membuat ari-ari lengket, hingga mempersulit persalinan. Yang membuat lengket ari-ari bukan daun kemangi, melainkan ibu yang pernah mengalami dua kali kuret atau punya banyak anak, misal empat anak. Ari-ari lengket bisa berakibat fatal karena kandungan harus diangkat. Ibu yang pernah mengalami kuret sebaiknya melakukan persalinan di RS besar, sehingga bila terjadi sesuatu dapat segera ditangani.
Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu. Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa tindakan/praktek yang membawa resiko infeksi seperti "ngolesi" (membasahi vagina dengan minyak kelapa untuk memperlancar persalinan), "kodok" (memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk rmengeluarkan placenta) atau "nyanda" (setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandar dan kaki diluruskan ke depan selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya disebabkan karena beberapa alasan antara lain dikenal secara dekat, biaya murah, mengerti dan dapat membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran anak serta merawat ibu dan bayi sampai 40 hari. Disamping itu juga masih adanya keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan yang ada. Walaupun sudah banyak dukun beranak yang dilatih, namun praktek-praktek tradisional tertentu rmasih dilakukan. lnteraksi antara kondisi kesehatan ibu hamil dengan kemampuan penolong persalinan sangat menentukan hasil persalinan yaitu kematian atau bertahan hidup.
Secara medis penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani secara tepat dan profesional dapat berakibat fatal bagi ibu dalam proses persalinan. Namun, kefatalan ini sering terjadi tidak hanya karena penanganan yang kurang baik tepat tetapi juga karena ada faktor keterlambatan pengambilan keputusan dalam keluarga. Terutama di daerah pedesaan, keputusan terhadap perawatan medis apa yang akan dipilih harus dengan persetujuan kerabat yang lebih tua; atau keputusan berada di tangan suami yang seringkali menjadi panik melihat keadaan krisis yang terjadi. Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat menghambat tindakan yang seharusnya dilakukan dengan cepat.
Tidak jarang pula nasehat-nasehat yang diberikan oleh teman atau tetangga mempengaruhi keputusan yang diambil. Keadaan ini seringkali pula diperberat oleh faktor geografis, dimana jarak rumah si ibu dengan tempat pelayanan kesehatan cukup jauh, tidak tersedianya transportasi, atau oleh faktor kendala ekonomi dimana ada anggapan bahwa membawa si ibu ke rumah sakit akan memakan biaya yang mahal. Selain dari faktor keterlambatan dalam pengambilan keputusan, faktor geografis dan kendala ekonomi, keterlambatan mencari pertolongan disebabkan juga oleh adanya suatu keyakinan dan sikap pasrah dari masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan takdir yang tak dapat dihindarkan.
Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga pada masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuraan ini biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI; ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya mengurut perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula,  memasukkan  ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan  atau memberi  jamu tertentu untuk memperkuat tubuh.
Selain itu, kelancaran persalinan juga sangat tergantung faktor mental dan fisik si ibu, antara lain:
1.      Faktor fisik berkaitan dengan bentuk panggul yang normal dan seimbang dengan besar bayi
2.      Faktor mental berhubungan dengan psikologis ibu, terutama kesiapannya dalam melahirkan. Bila ia takut dan cemas, bisa saja persalinannya jadi tidak lancar hingga harus dioperasi. Ibu dengan mental yang siap bisa mengurangi rasa sakit yang terjadi selama persalinan.
3.      Faktor lain yang juga harus diperhatikan adalah riwayat kesehatan ibu, apakah pernah menderita diabetes, hipertensi atau sakit lainnya, gizi ibu selama hamil, apakah mencukupi atau tidak, dan lingkungan sekitar, apakah men-support atau tidak karena ada kaitannya dengan emosi ibu. Ibu hamil tak boleh cemas karena akan berpengaruh pada bayinya. Bahkan, berdasarkan penelitian, ibu yang cemas saat hamil bisa melahirkan anak hiperaktif, sulit konsentrasi dalam belajar, kemampuan komunikasi yang kurang, dan tak bisa kerja sama.

C.   Solusi

1.      Pendekatan Melalui Agama
Dari permasalahan aspek sosial budaya selama persalinan, kita dapat memberikan solusi dengan pendekatan melalui agama. Agama dapat memberikan petunjuk/pedoman pada umat manusia dalam menjalani hidup meliputi seluruh aspek kehidupan. Selain itu agama juga dapat membantu umat manusia dalam memecahkan berbagai masalah hidup yang sedang dihadapi.
Pendekatan melalui agama: bidan mengadakan pengajian bersama masyarakat yang kemudian diselingi dengan memberikan informasi mengenai pantangan makanan tertentu yang tidak terbukti kebenarannya sehingga masyarakat tidak mempercayai hal itu lagi.

2.      Pendekatan melalui Kesenian Tradisional
Dari permasalahan aspek sosial budaya selama persalinan, kita dapat memberikan solusi dengan pendekatan melalui kesenian Tradisional. Pendekatan sosial budaya yang dilakukan oleh bidan melalui kesenian tradisonal menyatakan bahwa peran bidan bukan hanya dalam pelayanan kesehatan saja. Tetapi bidan juga dapat menjadi seorang bidan pengelola. Misalnya seorang bidan praktik selain sebagai nakes, bidan juga dapat membuka hubungan kerja sama dengan suatu sanggar tari, lewat yayasan tersebut ia dapat menyampaikan pesan atau melakukan penyuluhan kesehatan.
Dalam perannya sebagai peneliti dimana bidan ikut meneliti tentang kebudayaan apa yang ada pada suatu daerah tempat penelitiannya tersebut.
Pendekatan melalui Kesenian tradisional : bidan dan ahli kesehatan lainnya ikut dalam kesenian tradisional misalnya kesenian wayang orang yang di dalamnya menampilkan pesan-pesan tentang hal yang mitos dan yang nyata agar masyarakat awam tidak salah persepsi dan tidak mempercayai hal-hal yang belum ada kebenarannya.
                       
3.      Pendekatan melalui Paguyuban
Dari permasalahan aspek sosial budaya selama persalinan, kita dapat memberikan solusi dengan pendekatan melalui paguyuban. Paguyuban atau Gemeinschaft adalah suatu kelompok atau masyarakat yang diantara para warganya di warnai dengan hubungan-hubungan sosial yang penuh rasa kekeluargaan, bersifat batiniah dan kekal,serta jauh dari pamrih-pamrih ekonomi.
Dalam rangka peningkatan kualitas dan mutu pelayanan kebidanan diperlukan pendekatan-pendekatan khususnya paguyuban. Untuk itu kita sebagai tenaga kesehatan khususnya calon bidan agar mengetahui dan mampu melaksanakan berbagai upaya untuk meningkatkan peran aktif masyarakat agar masyarakat sadar pentingnya kesehatan, misalnya saja dengan mengadakan kegiatan posyandu di puskesmas-puskesmas.
Pendekatan melalui Paguyupan: bidan masuk kedalam kelompok masyarakat untuk bersosialisasi dan mencari tahu apa masalah yang sedang dialami masyarakat yang berhubungan mengenai kesehatan terutama ibu yang sedang hamil dan menjelaskan pada  masyarakat bahwa pantangan - pantangan seorang ibu hamil untuk  tidak  makan makanan tertentu itu benar ataukah salah.

4.      Pendekatan melalui Pesantren
Dari permasalahan aspek sosial budaya selama persalinan, kita dapat memberikan solusi pendekatan melalui pesantren. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan islam yang mengembangkan fungsi pendalaman agama, kemasyarakatan dan penyiapan sumber daya manusia.
Tujuan umumnya adalah tercapainya pengembangan dan pemantapan kemandirian pondok pesantren dan masyrakat sekitar dalam bidang kesehatan. Tujuan khususnya adalah tercapainya pengertian positif pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya tentang norma hidup sehat, meningkatkan peran serta pondok pesantren dalam menyelenggarakan upaya kesehatan, terwujudnya keteladanan hidup sehat di lingkungan pondok pesantren.
Pendekatan melalui Pesantren: bidan melakukan penyuluhan di pesantren mengenai aspek sosial budaya selama persalinan yang tidak boleh dipercayai dan yang boleh dipercaya.



















BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan

Di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang sering kali karena kasusnya sudah terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi.
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil. Tentunya hal ini akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin.

B.   Saran

Saran yang kami berikan untuk para pembaca makalah ini, yaitu: sebaiknya aspek sosial budaya yang ada selama persalinan dapat disaring, karena tidak setiap aspek sosial budaya yang masuk memberi dampak positif tapi kadang juga memberi dampak negatif.





7 comments: