Tuesday 11 October 2022

LAPORAN PENDAHULUAN FEBRIS

 

LAPORAN PENDAHULUAN

FEBRIS

 

A.      Pengertian

Febris adalah Demam adalah kenaikan suhu tubuh karena adanya perubahan pusat termoregulasi hipotalamus. Seseorang mengalami demam bila suhu tubuhnya diatas 37,8ºC (suhu oral atau aksila) atau suhu rektal (Wong,  2009).

Febris konvulsi adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (diatas 38 0C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstra kronium (Suriadi, 2009).

Demam adalah keadaan dimana terjadi kenaikan suhu hingga 38° C atau lebih. Ada juga yang yang mengambil batasan lebih dari 37,8°C. Sedangkan bila suhu tubuh lebih dari 40°C disebut demam tinggi (hiperpireksia) (Julia, 2010).

 

B.       Etiologi

Menurut Sumijati (2010) bahwa etiologi febris, diantaranya adalah sebagai berikut :

1.         Suhu lingkungan.

2.         Adanya infeksi.

3.         Pneumonia.

4.         Malaria.

5.         Otitis media.

6.         Imunisasi

Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam dapat berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik maupun penyakit lain (Julia, 2010).

C.      Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala terjadinya febris yang dikutip Rusepno (2011) yang sering muncul adalah sebagai berikut :

1.         Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,8C - 40C)

2.         Kulit kemerahan

3.         Hangat pada sentuhan

4.         Peningkatan frekuensi pernapasan

5.         Menggigil

6.         Dehidrasi

7.         Kehilangan nafsu makan

Banyak gejala yang menyertai demam termasuk gejala nyeri punggung, anoreksia dan somlolen. Batasan mayornya yaitu suhu tubuh lebih tinggi dari 37,5C - 40C, kulit hangat, takichardi, sedangkan batasan karakteristik minor yang muncul yaitu kulit kemerahan, peningkatan kedalaman pernapasan, menggigil/merinding perasaan hangat dan dingin, nyeri dan sakit yang spesifik atau umum (misal: sakit kepala verigo), keletihan, kelemahan, dan berkeringat (Carpenito, 2009).

 

D.      Patofisiologi

Demam adalah sebagai mekanisme pertahanan tubuh (respon imun) anak terhadap infeksi atau zat asing yang masuk ke dalam tubuhnya. Bila ada infeksi atau zat asing masuk ke tubuh akan merangsang sistem pertahanan tubuh dengan dilepaskannya pirogen. Pirogen adalah zat penyebab demam, ada yang berasal dari dalam tubuh (pirogen endogen) dan luar tubuh (pirogen eksogen) yang bisa berasal dari infeksi oleh mikroorganisme atau merupakan reaksi imunologik terhadap benda asing (non infeksi). Zat pirogen ini dapat berupa protein, pecahan protein, dan zat lain, terutama toksin polisakarida, yang dilepas oleh bakteri toksik yang dihasilkan dari degenerasi jaringan tubuh menyebabkan demam selama keadaan sakit (Rusepno, 2011).

Mekanisme demam dimulai dengan timbulnya reaksi tubuh terhadap pirogen. Pada mekanisme ini, bakteri atau pecahan jaringan akan difagositosis oleh leukosit darah, makrofag jaringan, dan limfosit pembunuh bergranula besar. Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri ke dalam cairan tubuh, yang disebut juga zat pirogen leukosit (Sumijati, 2010).

Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui alat penerima (reseptor) yang terdapat pada tubuh untuk disampaikan ke pusat pengatur panas di hipotalamus. Dalam hipotalamus pirogen ini akan dirangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan produksi prostaglandin (PGEZ). Ini akan menimbulkan reaksi menaikkan suhu tubuh dengan cara menyempitkan pembuluh darah tepi dan menghambat sekresi kelenjar keringat. Pengeluaran panas menurun, terjadilah ketidakseimbangan pembentukan dan pengeluaran panas. Inilah yang menimbulkan demam pada anak. Suhu yang tinggi ini akan merangsang aktivitas “tentara” tubuh (sel makrofag dan sel limfosit T) untuk memerangi zat asing tersebut dengan meningkatkan proteolisis yang menghasilkan asam amino yang berperan dalam pembentukan antibodi atau sistem kekebalan tubuh (Mansjoer, 2014).

E.       Pemeriksaan Penunjang

Sebelum meningkat ke pemeriksaan- pemeriksaan yang mutakhir, yang siap tersedia untuk digunakan seperti ultrasonografi, endoskopi atu scanning, masih pdapat diperiksa bebrapa uji coba darah, pembiakan kuman dari cairan tubuh/ lesi permukaan atau sinar tembus rutin.

Dalam tahap berikutnya dapat dipikirkan untuk membuat diagnosis dengan lebih pasti melalui biopsy pada tempat- tempat yang dicurigai. Juga dapat dilakukan pemeriksaan seperti angiografi, aortografi, atau limfangiografi (Mansjoer, 2014).

 

F.       Penatalaksanaan

1.         Secara Fisik

Mengawasi kondisi klien dengan : Pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik ke atas atau apakah anak mengalami kejang-kejang. Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya suplai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel-sel otak.

a.         Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan

b.        Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan

c.         Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak.

d.        Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak-banyaknyaMinuman yang diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air teh. Tujuannnya adalah agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya.

e.         Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang

f.          Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak,lipat paha. Tujuannya untuk menurunkan suhu tubuh dipermukaan tubuh anak. Turunnya suhu tubuh dipermukaan tubuh ini dapat terjadi karena panas tubuh digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Jangan menggunakan air es karena justru akan membuat pembuluh darah menyempit dan panas tidak dapat keluar. Menggunakan alkohol dapat menyebabkan iritasi dan intoksikasi (keracunan).

g.        Saat ini yang lazim digunakan adalah dengan kompres hangat suam-suam kuku. Kompres air hangat atau suam-suam kuku maka suhu di luar terasa hangat dan tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu diluar cukup panas. Dengan demikian tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan pengatur suhu tubuh lagi.

2.         Obat-obatan Antipiretik

Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur suhu di hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus direndahkan kembali menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas diatas normal dan mengurangi pengeluaran panas tidak ada lagi. Petunjuk pemberian antipiretik :

a.         Bayi 6 – 12 bulan : ½-1 sendok the sirup parasetamol

b.        Anak 1 – 6 tahun : ¼-½ parasetamol 500 mg atau 1-1½ sendok teh sirup parasetamol

c.         Anak 6 – 12 tahun : ½-1 tablet parasetamol 500 mg atau 2 sendok teh sirup parasetamol.

Tablet parasetamol dapat diberikan dengan digerus lalu dilarutkan dengan air atau teh manis. Obat penurun panas in diberikan 3 kali sehari. Gunakan sendok takaran obat dengan ukuran 5 ml setiap sendoknya (Ngastiyah, 2009).

 

G.      Proses/Penatalaksanaan Keperawatan

1.         Pengkajian Fokus

a.        Identitas

Identitas klienyang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat. Umur anak sangat penting untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan.

b.       Riwayat Keperawatan.

1)        Keluhan utama.

Keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian yaitu panas.

2)        Riwayat penyakit sekarang.

Sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain yang menyertai demam (misalnya: mual, muntah, nafsu makn, eliminasi, nyeri otot dan sendi dll), apakah menggigil dan gelisah.

3)        Riwayat penyakit dahulu.

Pernah menderita penyakit infeksi berulang yang menyebabkan sistem imun menurun sehingga sering terjadi peningkatan suhu tubuh.

4)        Riwayat kesehatan keluarga.

Riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik atau tidak.

c.        Riwayat kesehatan lingkungan.

Demam sering terjadi pada musim hujan dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan yang kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan anggota keluarga perokok.

d.       Imunisasi.

Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit infeksi karena system pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.

e.        Nutrisi.

Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).

f.         Pemeriksaan persistem.

1)        Sistem kardiovaskuler.

Takikardi, iritability.

2)        Sistem pernapasan.

Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan cuping hdidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif, pergerakan dada asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub, perkusi redup pada daerah terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret.

3)        Sistem pencernaan.

Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah.

 

 

4)        Sistem eliminasi.

Anak atau bayi menderita dehidrasi, orang tua mungkin belum memahami alasan anak menderita dehidrasi (ringan sampai berat) yang diakibatkan peningkatan suhu tubuh anak.

5)        Sistem saraf

Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada anak-anak atau malas minum, ubun-ubun cekung.

6)        Sistem lokomotor/muskuloskeletal.

Tonus otot menurun, lemah secara umum dan anak malas untuk beraktivitas.

7)        Sistem endokrin.

Tidak ada kelainan.

8)        Sistem integumen.

Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral hangat, kulit kering.

9)        Sistem penginderaan.

Tidak ada kelainan.

2.         Diagnosa Keperawatan

a.         Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

b.        Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, menurunnya intake cairan.

c.         Resiko cedera berhubungan dengan peningkatan potensial neutron.

 

 

 

3.         Rencana Keperawatan

No

Diangosa keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

(NOC)

Intervensi

(NIC)

1.

Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.

Kriteria hasil (NOC):

Termoregulasi

1)        Suhu tubuh dalam rentang normal

2)        Nadi dan RR dalam rentang normal

3)        Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman

1)        Monitor suhu minimal tiap 2 jam

2)        Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu

3)        Monitor TD, nadi, dan RR

4)        Monitor warna dan suhu kulit

5)        Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi

6)        Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

7)        Ajarkan pada pasien melaksanakan kompres hangat

8)        Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan

9)        Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan

10)    Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan

11)    Berikan anti piretik jika perlu

2.

Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, menurunnya intake cairan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi kekurangan volume cairan.

Kriteria hasil (NOC):

1)        Fulid balance

2)        Hydration

3)        Nutritional status : Food and fluid intake

·         Tidak ada tanda dehidrasi

·         Suhu tubuh normal 36,5-37 0C

·         Kelopak mata tidak cekung

·         Turgor kulit baik

·         Akral hangat

1)        Kaji adanya tanda dehidrasi

2)        Jaga kelancaran aliran infus

3)        Periksa adanya tromboplebitis

4)        Pantau tanda vital tiap 6 jam

5)        Anjurkan pemberian cairan secara peroral dan tekankan pentingnya cairan parenteral

6)        Pantau balance cairan

7)        Berikan nutrisi sesuai diit

8)        Awasi turgor kulit

3.

Resiko cedera berhubungan dengan peningkatan potensial neutron

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi injuri akibat kejang.

Kriteria hasil (NOC):

1)        Risk kontrol

2)        Status neurologis

·         Tidak ada injuri pada bagian tubuh jika terjadi kejang

·         Orang tua selalu mengawasi disamping anaknya

·         Orang tua melapor jika terjadi kejang

·         Tempat tidur terpasang pengaman

1)        Pasang pengaman di sisi tempat tidur

2)        Anjurkan orang tua untuk melapor jika terjadi kejang

3)        Siapkan sudip lidah/ pasang pada mulut pasien

4)        Kolaborasi berikan anti kejang luminal dan diazepam

5)        Berikan obat sesuai program

6)        Awasi adanya kejang tiap 15 menit sekali

 

 


 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Carpenito, LJ. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Editor Edisi Bahasa Indonesia, Monica Ester (Edisi 8), Jakarta: EGC.

Julia Klaartje Kadang, SpA (2010). Metode Tepat Mengatasi Demam. Dalam http://rentalhikari.wordpress.com/2010/03/22/lp-febris-demam.html diakses pada Rabu, 16 Juli 2014, pukul : 20.00 WITA

Mansjoer, A. 2014. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Ngastiyah. 2009. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Rusepno, Hassan. 2011. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Info Medika : Jakarta

Suriadi, Yuliani. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV Sagung Seto.

Wong,  D, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Volume 1. Penerbit. Buku Kedokteran EGC : Jakarta


No comments:

Post a Comment