Tuesday 11 October 2022

LAPORAN PENDAHULUAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

 

                       DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

 

A.    Pengertian

Demam berdarah merupakan penyakit yang dapat membuat suhu tubuh penderita menjadi sangat tinggi dan pada umumnya disertai sakit kepala, nyeri sendi, otot, dan tulang, serta nyeri di bagian belakang mata. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik (Sudoyo, 2014).

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut, dengan ciri-ciri demam manifestasi perdarahan, dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Mansjoer A, 2014).

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthropodborn) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes albopictus dan Aedes aegypty) (Ngastiyah, 2009).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Dengue Haemorrhagic Fever merupakan penyakit yang diakibatkan oleh virus dengue yang termasuk golongan arbovirus melalui gigitan nyamuk aedes aegypti betina yang memiliki tanda dan gejala seperti perdarahan, dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian.

 

B.     Klasifikasi Demam Berdarah Dengue

Derajat beratnya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) secara klinis dibagi sebagai berikut :

1.         Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi perdarahan (Uji turniket positif).

2.         Derajat II : Seperti derajat I disertai perdarahan spontan diikuti dan perdarahan lain yaitu petekie, purpura(perdarahan kecil yang lebih dari petkie yang berwarna keunguan), sianosis, perdarahan sub konjungtiva, epistaksis, hematemesis melena, hemokonsentrasi (Ht lebih dari 20% yang merupakan indikator terjadinya renjatan).

3.         Derajat III : Ditemukan tanda-tanda dini renjatan yaitu ditemukan kegagalan sirkulasi dengan tanda nadi cepat dan pulsasi lambat, TD menurun atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab dan penderita gelisah.

4.         Derajat IV :  Renjatan dengan nadi tidak dapat diukur/diraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur (Ngastiyah, 2009).

 

C.    Etiologi

Virus dengue serotype 1,2,3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes aegypty, nyamuk aedes albopictus, nyamuk polinesiensis, dan beberapa spesies lain merupakan vektor lain yang kurang berperan. Infeksi   dengan salah satu serotip akan menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotype bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype  lain (Mansjoer A, 2014).

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah     dengue.  Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan  serotype terbanyak.  Terdapat reaksi silang antara serotype dengue  dengan Flavivirus lain seperti Yellow feverJapanese encehpalitis dan West Nile virus (Sudoyo, 2014).

 

D.    Manifestasi Klinik

1.         Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari ( tanpa sebab jelas). 

2.         Perdarahan, paling tidak terdapat uji torniket positif dan adanya salah satu bentuk perdarahan yang lain misalnya petakia, ekimosis, epitaksis, perdarahan gusi, melena, atau hematemesis.

3.         Pembesaran hati (sudah dapat diraba sejak permulaan sakit).

4.         Syok yang ditandai nadi lemah, cepat, disertai tekanan nadi yang menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang) tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah, timbul sianosis disekitar mulut (Ngastiyah, 2009).

 

E.     Patofisiologi

Setelah virus dengue masuk kedalam tubuh, terjadi viremia yang ditandai dengan demam, sakit kepala, muak nyeri otot, pegal disekitar tubuh, hiperemia di tenggorokan, suam atau bintik-bintik merah pada kulit, selain itu kelainan dapat terjadi pada sistem retikula endotetial, seperti pembatasan kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler ehingga cairan keluar dari intraseluler ke ekstraseluler. Akibatnya terjadi pengurangan volume plasma, penurunan tekanan darah, hemokosentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Plasma meembes sejak permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai 30% atau kurang. Bila renjatan hipopolemik yang terjadi akibatkehilangan plasma tidak segera diatasi, maka akan terjadi anorekma jaringan, asidosis metabolik, dan kematian (Price, 2009).

Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastik setelah pemberian plasma yang efektif sedangkan pada autopsy ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang ditrotif atau akibat radang, menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah mungkin disebabkan mediate farmakologis yang bekerja singkat. Sebab lain kematian DHF adalah pendarahan hebat, yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama  dan tidak teratasi (Price, 2009)

Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya komplek imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terbukti terganggu oleh aktifasi sitem koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/DSS, terutama pada pasien dengan pendarahan obat, sejak lama telah menjadi bahan perdebatan (Mansjoer, 2014).

 

 

F.       Pemeriksaan Penunjang

1.         Pemeriksaan Laboratorium darah

a.         Leukosit : Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.

b.        Trombosit : Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

c.         Hemostasis : Dilakukan pemeriksaan PT,APTT.  Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

d.        Hematokrit : Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam. 

e.         Protein/Albumin : Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

f.          SGOT/SGPT : Dapat meningkat.

g.        Ureum, Kreatinin : Bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.

h.        IgM : Terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari.

i.          IgG : Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.

j.          Uji HI (Haemagglutination inhibiting antibody) : Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari perawatan uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans (Sudoyo, 2014).

2.         Pemeriksaan Radiologis

Pada Foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.  Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (posisi tidur pada sisi badan sebelah kanan).  Asites dan efusi pleura dapat juga dideteksi dengan pemeriksaan USG (Sudoyo, 2014).

 

G.    Penatalaksanaan

1.      Keperawatan

a.         Derajat I

Pasien istirahat, obsevasi tanda-tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb dan trombosit tiap 4 jam sekali. Berikan minum 1,5 – 2 liter  dalam 24 jam dan kompres dingin.

b.         Derajat II

Segera dipasang infus. Bila keadaan pasien sangat lemah sering dipasang pada 2 tempat karena dalam keadaan renjatan walaupun klem dibuka tetesan infus atau tetesan cairan tetap tidak lancer maka jika 2 tempat akan membantu memperlancar. Kadang-kadang 1 infus untuk memberikan plasma darah dan yang lain cairan biasa.

 

c.         Derajat III dan IV (DSS)

1)        Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan elektrolit (RL) dengan cara diguyur kecepatan 20 mL/ kg BB/ jam.

2)        Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberikan O2.

3)        Pengawasan tanda-tanda vital dilakukan setiap 15 menit.

4)        Pemeriksaan Ht, Hb dan Trombosit dilakukan secara periodik.

5)        Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk tindakan secepatnya baik obat-obatan maupun darah yang diperlukan.

6)        Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami perdarahan gastrointestinal biasanya dipasang nasogastrik tube (NGT) untuk membantu pengeluaran darah dari lambung. NGT perlu dibilas dengan Nacl karena sering terdapat bekuan darah dari tube. Tube dicabut bila perdarahan telah berhenti. Jika kesadaran telah membaik sudah boleh diberikan makanan cair walaupun feses mengndung darah hitam kemudian lunak biasa (Ngastiyah, 2009).

2.      Medis

a.       Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi dan haus. Pasien diberi banyak minum yaitu 1 ½  - 2 liter   dalam 24 jam. Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik dan kompres dingin. Jika terjadi kejang diberikan antikonvulsan. Luminal diberikan dengan dosis : anak umur < 12 bulan 50 mg im; anak > 1   tahun 75 mg. jika 15 menit kejang belum berhenti luminal diberikan lagi dengan dosis 3 mg/ kg BB. Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila : pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi dan hematokrit yang cenderung meningkat.

b.      Pasien mengalami syok segera dipasang infus sebagai pengganti cairan hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang diberikan biasanya RL. Jika pemberian cairan tersebut tidak ada respon diberikan plasma atau plasma ekspander banyaknya 20 – 30 mL/kg BB. Pada pasien dengan renjatan berat pemberian infus harus diguyur. Apabila syok telah teratasi, nadi sudah jelas teraba, amplitude nadi sudah cukup besar, tekanan sistolik 80 mmHg dan kecapatan tetesan dikurangi menjadi 10 mL/ kg BB/ jam. Pada pasien dengan syok berat atau syok berulang perlu dipasang CVV untuk mengukur tekanan vena sebtral melalui vena jugularis, dan biasanya pasien dirawat di ICU (Ngastiyah, 2009).

 

H.      Komplikasi

1.         Perdarahan luas

Faktor penyebab perdarahan yang meluas adalah terjadinya kelainan fungsi trombosit sehingga akan merangsang atau mengaktivasi faktor pembekuan.

2.         Syok

Akibat dari permeabilitas vaskuler yang meningkat maka akan berdampak pada kebocoran plasma. Volume plasma akan menurun sehingga terjadi hipovolemia dan berakhir syok pada penderita.

 

3.         Efusi pleura

Infeksi virus dengue mengakibatkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler. Hal ini menyebabkan kebocoran plasma sehingga terjadi efusi pleura.

4.         Penurunan kesadaran

Penurunan kesadaran pada penderita terjadi pada derajat IV yang ditandai dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah yang sulit            diukur (Mansjoer, 2014).

 

I.         Proses/Penatalaksanaan Keperawatan

1.         Pengkajian

a.         Aktifitas / Istirahat

Gejala : Kelelahan umum, kelemahan, ketidakmampuan melakukan aktivitas

Tanda  :

1)        Perubahan TTV

2)        Tekanan darah menurun

3)        Nadi meningkat

4)        RR menurun

5)        Suhu meningkat

b.        Sirkulasi

Gejala : Tekanan darah menurun, perdarahan.

Tanda : Petakie, hipotensi, nadi cepat / takhikardi, kaki teraba dingin.

c.         Integritas ego

Gejala : Perubahan pola hidup, peningkatan faktor resiko

Tanda : Ansietas, muntah, anoreksia.

d.        Makanan / Cairan

Gejala : Mual, muntah, anoreksia

Tanda : Turgor kulit kurang atau jelek, penurunan BB, penurunan lemak / massa otot.

e.         Neurosensori

Gejala : Sakit kepala, pusing dan terjadi penurunan kesadaran.

Tanda  : Gelisah, ketakutan, disorientasi bahkan dilirium / koma.

f.          Nyeri / Kenyamanan

Gejala : Nyeri lokalisasi pada ulu hati, sakit kepala dan pusing.

g.        Pernafasan

Gejala : Nafas pendek

Tanda  : Dispnea

h.        Hyegiene

Gejala : Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan ADL.

Tanda   :  Kebersihan buruk, bau badan tidak enak.

2.         Diagnosa Keperawatan

a.         Gangguan pola nafas berhubungan dengan adanya cairan dalam Rongga serosa

b.        Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan supali darah ke jaringan kurang

c.         Hipertermi berhubungan dengan adanya viremia

d.        Kekurangan volume cairan dalam tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding kapiler

e.         Kurang nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah, anoreksia, disfagia

f.          Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

g.        Resiko Infeksi berhubungan dengan imun turun

h.        Resti perdarahan berhubungan dengan koagulasi intravaskuler

3.         Intervensi Keperawatan

No

Dianogsa Keperawatan

Tujuan dan kriteria hasil (NOC)

Intervensi (NIC)

1.

Gangguan pola nafas berhubungan dengan adanya cairan dalam Rongga serosa

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama, diharapkan pola napas bayi efektif dengan kriteria :

Status Respirasi : Ventilasi  :

1.      Pernapasan pasien 30-60X/menit.

2.      Pengembangan dada simetris.

3.      Irama pernapasan teratur

4.      Tidak ada retraksi dada saat bernapas

5.      Inspirasi dalam tidak ditemukan

6.      Saat bernapas tidak memakai otot napas tambahan

7.      Bernapas mudah tidak ada suara napas tambahan

Manajemen Jalan Napas :

1.      Buka jalan napas

2.      Posisikan bayi untuk memaksimalkan ventilasi dan mengurangi dispnea

3.      Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan

4.      Identifikasi bayi perlunya pemasangan alat jalan napas buatan

5.      Keluarkan sekret dengan suctin

6.      Monitor respirasi dan ststus oksigen bila memungkinkan

Monitor Respirasi  :

1.     Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan upaya bernapas

2.     Monitor pergerakan, kesimetrisan dada, retraksi dada dan alat bantu pernapasan

3.     Monitor adanya cuping hidung

4.     Monitor pada pernapasan: bradipnea, takipnea, hiperventilasi, respirasi kusmaul, cheyne stokes, apnea 

5.     Monitor adanya penggunaan otot diafragma

6.     Auskultasi suara napas, catat area penurunan dan ketidakadanya ventilasi dan bunyi napas.

2.

Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan supali darah ke jaringan kurang

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak gangguan perfusi jaringan.

Kriteria hasil (NOC):

1.      Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan

2.      Tidak ada ortostatik hipertensi

3.       Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg)

 

Manajemen sensasi perifer :

1.     Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul

2.     Monitor adanya paretese

3.     lnstruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau laserasi

4.     Gunakan sarung tangan untuk proteksi

5.     Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung

6.     Monitor kemampuan BAB

7.     Kolaborasi pemberian analgetik

8.     Monitor adanya tromboplebitis

9.     Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi

3.

Hipertermi berhubungan dengan adanya viremia

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.

Kriteria hasil (NOC):

Termoregulasi

1)        Suhu tubuh dalam rentang normal

2)        Nadi dan RR dalam rentang normal

3)        Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman

1)        Monitor suhu minimal tiap 2 jam

2)        Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu

3)        Monitor TD, nadi, dan RR

4)        Monitor warna dan suhu kulit

5)        Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi

6)        Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

7)        Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas

8)        Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan

9)        Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan

10)    Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan

11)    Berikan anti piretik jika perlu

4.

Kekurangan volume cairan dalam tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding kapiler

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi kekurangan volume cairan.

Kriteria hasil (NOC):

1)        Fulid balance

2)        Hydration

3)        Nutritional status : Food and fluid intake

·         Tidak ada tanda dehidrasi

·         Suhu tubuh normal 36,5-37 0C

·         Kelopak mata tidak cekung

·         Turgor kulit baik

·         Akral hangat

1)        Kaji adanya tanda dehidrasi

2)        Jaga kelancaran aliran infus

3)        Periksa adanya tromboplebitis

4)        Pantau tanda vital tiap 6 jam

5)        Lakukan kompres dingin jika terdapat hipertermia suhu diatas 38 0C

6)        Pantau balance cairan

7)        Berikan nutrisi sesuai diit

8)        Awasi turgor kulit

4.

Kurang nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah, anoreksia, disfagia

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria hasil (NOC):

1)        Selera makan dalam keadaan sakit meningkat

2)        Peningkatan ketersediaan zat gizi untuk memenuhi kegiatan metabolic.

3)        Status gizi: asupan makanan dan cairan; jumlah makanan dan cairan yang dikonsumsi tubuh dalam waktu 24 jam meningkat.

4)        Tingkat kesesuaian berat badan, otot, dan lemak dengan tinggi badan, rangka tubuh, jenis kelamin dan usia.

Manajemen nutrisi:

1)        Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan

2)        Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin, albumin, dan elektrolit

3)        Ketahui makanan kesukaan pasien

4)        Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering

5)        Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

6)        Anjurkan menjaga kebersihan mulut

7)        Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan

8)        Timbang pasien pada interval yang tepat

6.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam aktivitas pasien terpenuhi.

Kriteria hasil (NOC):

1)        TTV dalam batas normal

2)        Toleransi aktivitas yang memakan energy

3)        Kemampuan untuk menyelesaikan aktivitas

4)        Penghematan energy

5)        Peningkatan kebutuhan aktifitas sehari-hari

 

1)        Pantau tanda-tanda vital sebelum, selama dan sesudah aktivitas

2)        Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri, ambulasi, dan melakukan ADL

3)        Tentukan penyebab keletihan

4)        Pantau respon nutrisi untuk memastikan sumber-sumber energy yang adekuat

5)        Membantu aktivitas klien sehari-hari

6)        Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu untuk mencegah kelelahan

7)        Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, jika perlu

7.

Resiko Infeksi berhubungan dengan imun turun

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, bayi diharapkan terhin-dar dari tanda dan gejala infeksi dengan indicator :

Status Imun  :

1.      RR : 30 - 60 x/menit

-          Irama napas teratur

2.      Suhu 36,5 - 37,5˚ C

3.      Integritas kulit baik

4.      Integritas mukosa baik

5.      Leukosit dalam batas normal

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Mengontrol Infeksi  :

1.      Bersihkan box / incubator setelah dipakai bayi lain

2.      Pertahankan teknik isolasi bagi bayi ber-penyakit menular

3.      Batasi pengunjung

4.      Instruksikan pada pengunjung untuk cuci tangan sebelum dan sesudah berkunjung

5.      Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan

6.      Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan

7.      Pakai sarung tangan dan baju sebagai pelindung

8.      Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat

9.      Ganti letak IV perifer dan line kontrol dan dressing sesuai ketentuan

10.  Tingkatkan intake nutrisi

11.  Kolaborasi dengan dokter : antibiotik bila perlu.

  Mencegah Infeksi

1.      Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

2.      Batasi pengunjung

3.      Skrining pengunjung terhadap penyakit menular

4.      Pertahankan teknik aseptik pada bayi beresiko

5.      Bila perlu pertahankan teknik isolasi

6.      Beri perawatan kulit pada area eritema

7.      Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, dan  drainase

8.      Dorong masukan nutrisi  yang cukup

8.

Resti perdarahan berhubungan dengan koagulasi intravaskuler

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi perdarahan. Kriteria hasil (NOC):

1)        TTV dalam batas normal

2)        Trombosit dalam batas normal (150.000-400.000 /ul.

3)        Pasien mampu memnuhi kebutuhan istirahatnya

4)        Toleransi aktivitas sesuai keadaan umum

1)        Kaji keadaan umum pasien

2)        Observasi tanda – tanda vital

3)        Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis

4)        Monitor hasil pemeriksaan laboratorium ( Trombosit )

5)        Beri penjelasan tentang pengaruh trombositopenia pada klien

6)        Anjurkan pasien untuk banyak istirahat



               DAFTAR PUSTAKA                                                             

 

 

Alimul  Hidayat A. Aziz. (2008). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta Salemba           medika

Golberg  Theo David. (2009). The Threat  Of  Race. Jakarta : Wiley

Mansjoer, Arif. (2014). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius

Ngastiyah. (2009). Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta : EGC

Price, A. Silvia. (2009). Patofisiologi. EGC : Jakarta.

Sodikin. (2012). Prinsip Keperawatan Demam Pada Anak. Yokyakarta : Pustaka belajar

Sudoyo W. Aru. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 Jilid 3. Jakarta : FKUI

 


No comments:

Post a Comment