DEMAM BERDARAH
DENGUE (DBD)
A.
Pengertian
Demam berdarah merupakan
penyakit yang dapat membuat suhu tubuh penderita menjadi sangat tinggi dan pada
umumnya disertai sakit kepala, nyeri sendi, otot, dan tulang, serta nyeri di
bagian belakang mata. Demam Berdarah
Dengue (DBD) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri
sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan
diatesis hemoragik (Sudoyo, 2014).
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut, dengan
ciri-ciri demam manifestasi perdarahan, dan bertendensi mengakibatkan renjatan
yang dapat menyebabkan kematian (Mansjoer A, 2014).
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthropodborn) dan ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes (Aedes albopictus dan Aedes aegypty) (Ngastiyah, 2009).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa Dengue Haemorrhagic Fever
merupakan penyakit yang
diakibatkan oleh virus dengue yang termasuk golongan arbovirus melalui gigitan nyamuk aedes aegypti betina yang memiliki tanda dan gejala seperti
perdarahan, dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian.
B. Klasifikasi
Demam Berdarah Dengue
Derajat beratnya penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) secara klinis dibagi sebagai berikut
:
1.
Derajat I : Demam disertai gejala tidak
khas, hanya terdapat manifestasi perdarahan (Uji turniket positif).
2.
Derajat II : Seperti derajat I disertai
perdarahan spontan diikuti dan perdarahan lain yaitu petekie, purpura(perdarahan
kecil yang lebih dari petkie yang berwarna keunguan), sianosis, perdarahan sub
konjungtiva, epistaksis, hematemesis melena, hemokonsentrasi (Ht lebih dari 20%
yang merupakan indikator terjadinya renjatan).
3.
Derajat III : Ditemukan tanda-tanda dini
renjatan yaitu ditemukan kegagalan sirkulasi dengan tanda nadi cepat dan
pulsasi lambat, TD menurun atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab
dan penderita gelisah.
4.
Derajat IV : Renjatan dengan nadi tidak dapat diukur/diraba
dan tekanan darah yang tidak dapat diukur (Ngastiyah, 2009).
C.
Etiologi
Virus dengue serotype 1,2,3, dan 4 yang ditularkan
melalui vektor nyamuk Aedes aegypty,
nyamuk aedes albopictus, nyamuk polinesiensis, dan beberapa spesies lain
merupakan vektor lain yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotip akan menimbulkan
antibody seumur hidup terhadap serotype bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotype lain (Mansjoer A, 2014).
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype
dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever. Japanese
encehpalitis dan West Nile virus
(Sudoyo, 2014).
D.
Manifestasi
Klinik
1.
Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari
( tanpa sebab jelas).
2.
Perdarahan, paling tidak terdapat uji torniket positif
dan adanya salah satu bentuk perdarahan yang lain misalnya petakia, ekimosis,
epitaksis, perdarahan gusi, melena, atau hematemesis.
3.
Pembesaran hati (sudah dapat diraba sejak permulaan
sakit).
4.
Syok yang ditandai nadi lemah, cepat, disertai tekanan
nadi yang menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang) tekanan darah menurun (tekanan
sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin
dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah,
timbul sianosis disekitar mulut (Ngastiyah, 2009).
E.
Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk kedalam tubuh, terjadi viremia yang ditandai
dengan demam, sakit kepala, muak nyeri otot, pegal disekitar tubuh, hiperemia
di tenggorokan, suam atau bintik-bintik merah pada kulit, selain itu kelainan
dapat terjadi pada sistem retikula endotetial, seperti pembatasan
kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Peningkatan permeabilitas
dinding kapiler ehingga cairan keluar dari intraseluler ke ekstraseluler. Akibatnya terjadi pengurangan volume
plasma, penurunan tekanan darah, hemokosentrasi, hipoproteinemia, efusi dan
renjatan. Plasma meembes sejak permulaan demam dan mencapai puncaknya saat
renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat berkurang
sampai 30% atau kurang. Bila renjatan hipopolemik yang terjadi akibatkehilangan
plasma tidak segera diatasi, maka akan terjadi anorekma jaringan, asidosis
metabolik, dan kematian (Price, 2009).
Renjatan yang terjadi akut dan
perbaikan klinis yang drastik setelah pemberian plasma yang efektif sedangkan
pada autopsy ditemukan kerusakan
dinding pembuluh darah yang ditrotif
atau akibat radang, menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding
pembuluh darah mungkin disebabkan mediate farmakologis yang bekerja singkat.
Sebab lain kematian DHF adalah pendarahan hebat, yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak teratasi (Price, 2009)
Fungsi agregasi trombosit
menurun mungkin disebabkan proses imunologis
terbukti dengan terdapatnya komplek imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan
hati yang fungsinya memang terbukti terganggu oleh aktifasi sitem koagulasi.
Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/DSS, terutama pada pasien dengan
pendarahan obat, sejak lama telah menjadi bahan perdebatan (Mansjoer, 2014).
F. Pemeriksaan
Penunjang
1.
Pemeriksaan Laboratorium darah
a.
Leukosit
: Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru
(LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
b.
Trombosit : Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
c.
Hemostasis : Dilakukan pemeriksaan
PT,APTT. Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP
pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
d.
Hematokrit : Kebocoran plasma dibuktikan
dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya
dimulai pada hari ke-3 demam.
e.
Protein/Albumin
: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat
kebocoran plasma.
f.
SGOT/SGPT : Dapat meningkat.
g.
Ureum,
Kreatinin : Bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
h.
IgM : Terdeteksi mulai hari ke 3-5,
meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari.
i.
IgG : Pada infeksi primer, IgG mulai
terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari
ke-2.
j.
Uji HI
(Haemagglutination inhibiting antibody) : Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta
saat pulang dari perawatan uji ini digunakan untuk kepentingan
surveilans
(Sudoyo, 2014).
2.
Pemeriksaan Radiologis
Pada
Foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi
apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen
dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (posisi tidur pada sisi
badan sebelah kanan). Asites dan efusi
pleura dapat juga dideteksi dengan pemeriksaan USG (Sudoyo, 2014).
G. Penatalaksanaan
1.
Keperawatan
a.
Derajat I
Pasien istirahat, obsevasi tanda-tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb
dan trombosit tiap 4 jam sekali. Berikan minum 1,5 – 2 liter dalam 24 jam dan kompres dingin.
b.
Derajat II
Segera dipasang infus. Bila keadaan pasien sangat lemah sering dipasang
pada 2 tempat karena dalam keadaan renjatan walaupun klem dibuka tetesan infus
atau tetesan cairan tetap tidak lancer maka jika 2 tempat akan membantu
memperlancar. Kadang-kadang 1 infus untuk memberikan plasma darah dan yang lain
cairan biasa.
c.
Derajat III dan IV (DSS)
1)
Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan
elektrolit (RL) dengan cara diguyur kecepatan 20 mL/ kg BB/ jam.
2)
Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberikan O2.
3)
Pengawasan tanda-tanda vital dilakukan setiap 15 menit.
4)
Pemeriksaan Ht, Hb dan Trombosit dilakukan secara
periodik.
5)
Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk
tindakan secepatnya baik obat-obatan maupun darah yang diperlukan.
6)
Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami
perdarahan gastrointestinal biasanya dipasang nasogastrik tube (NGT) untuk
membantu pengeluaran darah dari lambung. NGT perlu dibilas dengan Nacl karena
sering terdapat bekuan darah dari tube. Tube dicabut bila perdarahan telah
berhenti. Jika kesadaran telah membaik sudah boleh diberikan makanan cair
walaupun feses mengndung darah hitam kemudian lunak biasa (Ngastiyah, 2009).
2.
Medis
a. Demam
tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi dan haus.
Pasien diberi banyak minum yaitu 1 ½ - 2 liter dalam 24 jam. Keadaan hiperpireksia diatasi
dengan obat antipiretik dan kompres dingin. Jika terjadi kejang diberikan
antikonvulsan. Luminal diberikan dengan dosis : anak umur < 12 bulan 50 mg
im; anak > 1 tahun 75 mg. jika 15
menit kejang belum berhenti luminal diberikan lagi dengan dosis 3 mg/ kg BB.
Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila : pasien terus menerus
muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi dan
hematokrit yang cenderung meningkat.
b. Pasien
mengalami syok segera dipasang infus sebagai pengganti cairan hilang akibat
kebocoran plasma. Cairan yang diberikan biasanya RL. Jika pemberian cairan
tersebut tidak ada respon diberikan plasma atau plasma ekspander banyaknya 20 –
30 mL/kg BB. Pada pasien dengan renjatan berat pemberian infus harus diguyur.
Apabila syok telah teratasi, nadi sudah jelas teraba, amplitude nadi sudah
cukup besar, tekanan sistolik 80 mmHg dan kecapatan tetesan dikurangi menjadi 10
mL/ kg BB/ jam. Pada pasien dengan syok berat atau syok berulang perlu dipasang
CVV untuk mengukur tekanan vena sebtral melalui vena jugularis, dan biasanya
pasien dirawat di ICU (Ngastiyah, 2009).
H. Komplikasi
1.
Perdarahan luas
Faktor penyebab perdarahan yang meluas adalah terjadinya kelainan fungsi
trombosit sehingga akan merangsang atau mengaktivasi faktor pembekuan.
2.
Syok
Akibat dari permeabilitas vaskuler yang meningkat maka akan
berdampak pada kebocoran plasma. Volume plasma akan menurun sehingga terjadi hipovolemia dan berakhir syok pada
penderita.
3.
Efusi pleura
Infeksi virus dengue mengakibatkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler. Hal ini
menyebabkan kebocoran plasma sehingga terjadi efusi pleura.
4.
Penurunan
kesadaran
Penurunan kesadaran pada penderita terjadi pada derajat IV yang
ditandai dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah yang sulit diukur (Mansjoer, 2014).
I.
Proses/Penatalaksanaan Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Aktifitas
/ Istirahat
Gejala
: Kelelahan umum, kelemahan, ketidakmampuan melakukan aktivitas
Tanda :
1)
Perubahan
TTV
2)
Tekanan
darah menurun
3)
Nadi
meningkat
4)
RR
menurun
5)
Suhu
meningkat
b.
Sirkulasi
Gejala
: Tekanan darah menurun, perdarahan.
Tanda
: Petakie, hipotensi, nadi cepat / takhikardi, kaki teraba dingin.
c.
Integritas
ego
Gejala
: Perubahan pola hidup,
peningkatan faktor resiko
Tanda
: Ansietas, muntah, anoreksia.
d.
Makanan
/ Cairan
Gejala
: Mual, muntah, anoreksia
Tanda
: Turgor kulit kurang atau jelek, penurunan BB, penurunan lemak / massa otot.
e.
Neurosensori
Gejala
: Sakit kepala, pusing dan terjadi penurunan kesadaran.
Tanda : Gelisah, ketakutan, disorientasi bahkan dilirium / koma.
f.
Nyeri
/ Kenyamanan
Gejala
: Nyeri lokalisasi pada ulu hati, sakit kepala dan pusing.
g.
Pernafasan
Gejala
: Nafas pendek
Tanda : Dispnea
h.
Hyegiene
Gejala
: Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan ADL.
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan tidak enak.
2.
Diagnosa Keperawatan
a.
Gangguan
pola nafas berhubungan dengan adanya cairan dalam Rongga serosa
b.
Gangguan
perfusi jaringan berhubungan dengan supali darah ke jaringan kurang
c.
Hipertermi
berhubungan dengan adanya viremia
d.
Kekurangan
volume cairan dalam tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding
kapiler
e.
Kurang
nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah, anoreksia,
disfagia
f.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
g.
Resiko
Infeksi berhubungan dengan imun turun
h.
Resti
perdarahan berhubungan dengan koagulasi intravaskuler
3.
Intervensi Keperawatan
No |
Dianogsa Keperawatan |
Tujuan dan kriteria
hasil (NOC) |
Intervensi (NIC) |
1. |
Gangguan pola nafas berhubungan dengan adanya cairan dalam Rongga serosa |
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama, diharapkan pola napas bayi efektif dengan
kriteria : Status Respirasi : Ventilasi : 1. Pernapasan pasien 30-60X/menit. 2. Pengembangan dada simetris. 3. Irama pernapasan teratur 4. Tidak ada retraksi dada saat bernapas 5. Inspirasi dalam tidak ditemukan 6. Saat bernapas tidak memakai otot napas tambahan 7. Bernapas mudah tidak ada suara napas tambahan |
Manajemen Jalan Napas : 1. Buka jalan napas 2. Posisikan bayi untuk memaksimalkan ventilasi dan mengurangi dispnea 3. Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan 4. Identifikasi bayi perlunya pemasangan alat jalan napas buatan 5. Keluarkan sekret dengan suctin 6. Monitor respirasi dan ststus oksigen bila memungkinkan Monitor Respirasi : 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan upaya bernapas 2. Monitor pergerakan, kesimetrisan dada, retraksi dada dan alat bantu
pernapasan 3. Monitor adanya cuping hidung 4. Monitor pada pernapasan:
bradipnea, takipnea, hiperventilasi, respirasi kusmaul, cheyne stokes,
apnea 5. Monitor adanya penggunaan otot
diafragma 6. Auskultasi suara napas, catat area penurunan dan ketidakadanya ventilasi
dan bunyi napas. |
2. |
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan supali darah ke jaringan
kurang |
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam tidak gangguan perfusi jaringan. Kriteria hasil (NOC): 1.
Tekanan systole dan diastole
dalam rentang yang diharapkan 2. Tidak ada ortostatik hipertensi 3.
Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak
lebih dari 15 mmHg)
|
Manajemen sensasi perifer : 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul 2. Monitor adanya paretese 3. lnstruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau
laserasi 4. Gunakan sarung tangan untuk proteksi 5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung 6. Monitor kemampuan BAB 7. Kolaborasi pemberian analgetik 8. Monitor adanya tromboplebitis 9. Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi |
3. |
Hipertermi berhubungan dengan adanya viremia |
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh. Kriteria hasil (NOC): Termoregulasi 1)
Suhu tubuh dalam rentang normal 2)
Nadi dan RR dalam rentang normal 3)
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing,
merasa nyaman |
1)
Monitor suhu minimal tiap 2 jam 2)
Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu 3)
Monitor TD, nadi, dan RR 4)
Monitor warna dan suhu kulit 5)
Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi 6)
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi 7)
Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat
panas 8)
Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negatif dari kedinginan 9)
Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang diperlukan 10)
Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan 11)
Berikan anti piretik jika perlu |
4. |
Kekurangan volume cairan dalam tubuh berhubungan
dengan peningkatan permeabilitas dinding kapiler |
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi kekurangan volume cairan. Kriteria hasil (NOC): 1)
Fulid balance 2)
Hydration 3)
Nutritional status : Food and fluid intake ·
Tidak ada tanda dehidrasi ·
Suhu tubuh normal 36,5-37 0C ·
Kelopak mata tidak cekung ·
Turgor kulit baik ·
Akral hangat |
1)
Kaji adanya tanda dehidrasi 2)
Jaga kelancaran aliran infus 3)
Periksa adanya tromboplebitis 4)
Pantau tanda vital tiap 6 jam 5)
Lakukan kompres dingin jika terdapat hipertermia suhu
diatas 38 0C 6)
Pantau balance cairan 7)
Berikan nutrisi sesuai diit 8)
Awasi turgor kulit |
4. |
Kurang nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah, anoreksia, disfagia |
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam kebutuhan nutrisi terpenuhi. Kriteria hasil (NOC): 1)
Selera makan dalam keadaan sakit meningkat 2)
Peningkatan ketersediaan zat gizi untuk memenuhi
kegiatan metabolic. 3)
Status gizi: asupan makanan dan cairan; jumlah
makanan dan cairan yang dikonsumsi tubuh dalam waktu 24 jam meningkat. 4)
Tingkat kesesuaian berat badan, otot, dan lemak
dengan tinggi badan, rangka tubuh, jenis kelamin dan usia. |
Manajemen
nutrisi: 1)
Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan
makan 2)
Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin,
albumin, dan elektrolit 3)
Ketahui makanan kesukaan pasien 4)
Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering 5)
Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi 6)
Anjurkan menjaga kebersihan mulut 7)
Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan
asupan 8)
Timbang pasien pada interval yang tepat |
6. |
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan fisik |
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam aktivitas pasien terpenuhi. Kriteria hasil (NOC): 1)
TTV dalam batas normal 2)
Toleransi aktivitas yang memakan energy 3)
Kemampuan untuk menyelesaikan aktivitas 4)
Penghematan energy 5)
Peningkatan kebutuhan aktifitas sehari-hari |
1)
Pantau tanda-tanda vital sebelum, selama dan sesudah
aktivitas 2)
Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari
tempat tidur, berdiri, ambulasi, dan melakukan ADL 3)
Tentukan penyebab keletihan 4)
Pantau respon nutrisi untuk memastikan sumber-sumber
energy yang adekuat 5)
Membantu aktivitas klien sehari-hari 6)
Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik
manajemen waktu untuk mencegah kelelahan 7)
Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala,
jika perlu |
7. |
Resiko Infeksi berhubungan dengan imun turun |
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan, bayi diharapkan terhin-dar dari tanda dan gejala
infeksi dengan indicator : Status Imun : 1. RR : 30 - 60 x/menit -
Irama napas teratur 2. Suhu 36,5 - 37,5˚ C 3. Integritas kulit baik 4. Integritas mukosa baik 5. Leukosit dalam batas normal |
Mengontrol Infeksi : 1. Bersihkan box / incubator setelah
dipakai bayi lain 2. Pertahankan teknik isolasi bagi bayi ber-penyakit menular 3. Batasi pengunjung 4. Instruksikan pada pengunjung untuk cuci tangan sebelum dan sesudah
berkunjung 5. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan 6. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan 7. Pakai sarung tangan dan baju sebagai pelindung 8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat 9. Ganti letak IV perifer dan line
kontrol dan dressing sesuai ketentuan 10. Tingkatkan intake nutrisi 11. Kolaborasi dengan dokter : antibiotik
bila perlu. Mencegah Infeksi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal 2. Batasi pengunjung 3. Skrining pengunjung terhadap
penyakit menular 4. Pertahankan teknik aseptik pada bayi beresiko 5. Bila perlu pertahankan teknik isolasi
6. Beri perawatan kulit pada area eritema 7. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, dan drainase 8. Dorong masukan nutrisi yang cukup |
8. |
Resti perdarahan berhubungan dengan koagulasi intravaskuler |
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi perdarahan. Kriteria hasil (NOC): 1)
TTV dalam batas normal 2)
Trombosit dalam batas normal (150.000-400.000 /ul. 3)
Pasien mampu memnuhi kebutuhan istirahatnya 4)
Toleransi aktivitas sesuai keadaan umum |
1)
Kaji keadaan umum pasien 2)
Observasi tanda – tanda vital 3)
Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai
gejala klinis 4)
Monitor hasil pemeriksaan laboratorium ( Trombosit ) 5)
Beri penjelasan tentang pengaruh trombositopenia pada
klien 6)
Anjurkan pasien untuk banyak istirahat |
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Hidayat A. Aziz. (2008). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta Salemba medika
Golberg Theo David. (2009). The Threat Of Race. Jakarta : Wiley
Mansjoer,
Arif. (2014). Kapita Selekta Kedokteran
Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Ngastiyah.
(2009). Perawatan Anak Sakit Edisi 2.
Jakarta : EGC
Price, A. Silvia. (2009). Patofisiologi. EGC :
Jakarta.
Sodikin.
(2012). Prinsip Keperawatan Demam Pada
Anak. Yokyakarta : Pustaka belajar
Sudoyo W.
Aru. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi 4 Jilid 3. Jakarta : FKUI
No comments:
Post a Comment