Sunday, 1 January 2017

Penerimaan Diri Terhadap Perubahan Fisik



a.       Definisi
Dalam Kamus Lengkap Psikologi Chaplin (2006) penerimaan diri (self acceptance) adalah sikap yang pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri dan pengakuan akan keterbatasan-keterbatasan sendiri.
Germer (2009) mendefinisikan penerimaan diri sebagai kemampuan individu untuk dapat memiliki suatu pandangan positif mengenai siapa dirinya yang sebenar-benarnya, dan hal ini tidak dapat muncul dengan sendirinya, melainkan harus dikembangkan oleh individu.
Sikap menerima adalah kemampuan seseorang untuk mengakui kenyataan diri secara apa adanya termasuk juga menerima segala pengalaman hidup, sejarah hidup, latar belakang hidup dan lingkungan pergaulan (Riyanto, 2006).
Sartain dalam Andromeda (2006) mendefinisikan penerimaan diri sebagai kesadaran seseorang untuk menerima dirinya sebagaimana adanya dan memahami dirinya sebagaimana adanya.
Berdasarkan teori-teori diatas dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri adalah kemampuan menerima kondisi diri sendiri secara jujur dan terbuka serta tidak malu dan ragu mengakui kelemahan dan kelebihan pada diri sendiri dan dihadapan orang lain.
Pada umumnya individu dengan penerimaan diri yang baik akan menunjukkan ciri-ciri tertentu dalam berfikir dan melakukan aktifitas kesehariannya. Individu yang dapat menerima dirinya secara utuh berarti individu tersebut mampu menerima secara positif aspek-aspek dalam diri.
Sebagian besar remaja tidak dapat menerima keadaan fisiknya. Hal tersebut terlihat dari penampilan remaja yang cenderung meniru penampilan orang lain atau tokoh tertentu.
b.      Aspek-aspek penerimaan diri
Grinder dalam Parista (2008) aspek-aspek penerimaan diri meliputi:
1)      Aspek Fisik
Tingkat penerimaan diri secara fisik, tingkatan kepuasan individu terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan fisik secara keseluruhan menggambarkan penerimaan fisik sebagai suatu evaluasi dan penilaian diri terhadap raganya, apakah raga dan penampilannya menyenangkan atau memuaskan untuk diterima atau tidak
2)      Aspek Psikis
Aspek psikis meliputi pikiran, emosi dan perilaku individu sebagai pusat penyesuaian diri. Individu yang dapat menerima dirinya secara keseluruhan serta memiliki keyakinan akan kemampuan diri dalam menghadapi tuntutan lingkungan.
3)      Aspek Sosial
Aspek sosial meliputi pikiran dan perilaku individu yang diambil sebagai respon secara umum terhadap orang lain dan masyarakat. Individu menerima dirinya secara sosial akan memiliki keyakinan bahwa dirinya sederajat dengan orang lain sehingga individu mampu menempatkan dirinya sebagaimana orang lain mampu menempatkan dirinya.
4)      Aspek Moral
Perkembangan moral dalam diri dipandang sebagai suatu proses yang melibatkan struktur pemikiran individu dimana individu mampu mengambil keputusan secara bijak serta mampu mempertanggung jawabkan keputusan atau tindakan yang telah diambilnya berdasarkan konteks sosial yang telah ada (Grinder dalam Kinayungan, 2008).
Menurut Jerseild (1974), individu yang menerima dirinya sendiri adalah yakin akan standar-standar dan pengakuan terhadap dirinya tanpa terpaku pada pendapat orang lain dan memiliki perhitungan akan keterbatasan dirinya serta tidak melihat dirinya sendiri secara irasional. Individu yang menerima dirinya menyadari asset diri yang dimilikinya dan merasa bebas untuk menarik atau melakukan keinginannya, serta menyadari kekurangannya tanpa menyalah kan diri sendiri.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli, penerimaan diri merupakan sikap positif terhadap dirinya sendiri, dapat menerima keadaan dirinya secara tenang dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, serta memilki kesadaran dan penerimaan penuh terhadap siapa dan apa diri mereka, dapat menghargai diri sendiri dan orang lain, serta menerima keadaan emosionalnya (depresi, marah, takut, cemas dan lain-lain) tanpa mengganggu orang lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri adalah kesediaan individu untuk menerima diri, baik kelebihan maupun kekurangan yang dimiliki individu yang mencakup keadaan fisik, sosial emosional, spiritual, serta bukan berarti pasrah pada keadaan atau kondisi yang ada. Penerimaan diri membantu individu untuk menghilangkan keterbatasan dan memperbaiki karakteristik kepribadiannya. Penerimaan diri akan membuat individu memiliki kepercayaan diri, rasa aman dan konsep diri yang positif. Selain itu, penerimaan diri juga membantu individu untuk melakukan evaluasi secara realistis dan objektif.
c.       Tahapan penerimaan diri
Proses seorang individu untuk dapat menerima dirinya tidak dapat muncul begitu saja, melainkan terjadi melalui serangkaian proses secara bertahap. Menurut Germer (2009) tahapan penerimaan diri terjadi dalam 5 fase, antara lain:
1)      Penghindaran (Aversion)
Pertama-tama, reaksi naluriah seorang individu jika dihadapkan dengan perasaan tidak menyenangkan (uncomfortable feeling) adalah menghindar, contohnya kita selalu memalingkan pandangan kita saat kita melihat adanya pemandangan yang tidak menyenangkan. Bentuk penghindaran tersebut dapat terjadi dalam beberapa cara, dengan melakukan pertahanan, perlawanan, atau perenungan.
2)      Keingintahuan (Curiosity)
Setelah melewati masa aversion, individu akan mengalami adanya rasa penasaran terhadap permasalahan dan situasi yang mereka hadapi sehingga mereka ingin mempelajari lebih lanjut mengenai permasalahannya tersebut walaupun hal tersebut membuat mereka merasa cemas. 
3)      Toleransi (Tolerance)
Pada tahap ketiga ini, individu  akan  menahan  perasaan tidak menyenangkan yang mereka rasakan sambil berharap hal tersebut akan hilang dengan sendirinya.
4)      Membiarkan Begitu Saja (Allowing
Setelah melalui proses bertahan akan perasaan tidak menyenangkan telah selesai, individu akan mulai membiarkan perasaan tersebut datang dan pergi begitu saja. Individu secara terbuka membiarkan perasaan itu mengalir dengan sendirinya. 
5)      Persahabatan (Friendship)
Seiring dengan berjalannya waktu, individu akan mulai bangkit dari perasaan tidak menyenangkan tadi dan mencoba untuk dapat memberi penilaian atas kesulitan tersebut. Bukan berarti ia merasakan kemarahan, melainkan individu dapat merasa bersyukur atas manfaat yang didapatkan berdasarkan situasi ataupun emosi yang hadir.
d.      Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri
Menurut Hurlock (1974) dalam Nurviana (2006), penerimaan diri dipengaruhi oleh sejumlah faktor diantaranya adalah:
1)      Aspirasi yang realistis
            Individu yang mampu menerima dirinya harus realistis tentang dirinya dan tidak mempunyai ambisi yang tidak mungkin tercapai.
2)      Keberhasilan
            Agar individu menerima dirinya, individu harus mampu mengembangkan faktor peningkat keberhasilan sehingga potensinya berkembang secara maksimal.
3)      Wawasan diri
            Kemampuan melihat diri pada individu seperti pandangan orang lain tentang diri individu tersebut menjadi pedoman untuk memungkinkan berperilaku sesuai harapan individu.
4)      Wawasan sosial
            Kemampuan melihat diri pada individu seperti pandangan orang lain tentang diri individu tersebut menjadi suatu pedoman untuk memungkinkan berperilaku sesuai harapan individu.
5)      Konsep diri yang stabil
            Bila individu melihat dirinya dengan satu cara pada suatu saat dan cara lain pada saat lain, yang kadang menguntungkan dan kadang tidak, akan menyebabkan ambivalensi pada dirinya. Agar tercapainya kestabilan dan terbentuknya konsep diri yang positif, significant others memposisikan diri individu secara menguntungkan.
Dapat disimpulkan bahwa yang mempengaruhi penerimaan diri adalah individu yang memiliki body image yang stabil sehingga mampu memahami diri sendiri dan memiliki keyakinan diri yang baik disertai rasa aman untuk mengembangkan diri. Hal ini mendorong individu untuk menentukan harapan realistis dan puas dengan diri sendiri. Penerimaan diri yang positif juga dapat dipengaruhi dengan keberhasilan yang pernah dialami, memperhatikan pandangan orang lain tentang dirinya, pengidentifikasian diri dengan orang yang baik dalam penyesuaian diri dan diberikan kesempatan serta dihargai oleh lingkungan.
e.       Ciri-ciri penerimaan diri
Rubin (1974) menjelaskan penerimaan diri merupakan karakteristik yang paling dalam menerangkan secara luas mengapa seseorang berfungsi secara baik. Hal tersebut ditampilkan dalam kemampuan mengatasi perasaan bila mengalami kegagalan dan sadar bahwa manusia mempunyai keterbatasan dan kelemahan.
Ciri-ciri yang menonjol pada individu yang menerima dirinya sendiri menurut Sheerer dalam Cronbach (1963) yaitu:
1)      Mempunyai keyakinan akan kemampuannya untuk menghadapi kehidupan.
2)      Menganggap dirinya berharga sebagai manusia.
3)      Tidak menganggap dirinya aneh/abnormal dan tidak mengharapkan orang lain menolak dirinya.
4)      Tidak malu dan hanya memperhatikan dirinya.
5)      Berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya.
6)      Dalam berperilaku mempergunakan norma dirinya.
7)      Menerima pujian dan celaan secara objektif.
8)      Tidak menyalahkan dirinya akan keterbatasan yang dimiliki ataupun mengingkari kenyataan.
f.       Dampak penerimaan diri
Hurlock dalam Wibowo (2010) membagi dampak penerimaan diri menjadi dua kategori:
1)      Dalam penyesuaian diri
Orang yang memiliki penerimaan diri mampu mengenali kelebihan dan kekurangannya. Individu yang mampu menerima dirinya biasanya memiliki keyakinan diri (self confidence) dan harga diri (self esteem). Selain itu mereka juga lebih dapat menerima kritik demi perkembangan dirinya.
Penerimaan diri yang disertai dengan adanya rasa aman untuk mengembangkan dirinya memungkinkan seseorang untuk menilai dirinya secara lebih realistis sehingga dapat menggunakan potensinya secara efektif. Penilaian yang realistis terhadap diri sendiri, dapat membuat individu akan bersikap jujur dan tidak berpura-pura, merasa puas dengan dirinya sendiri tanpa ada keinginan untuk menjadi orang lain.
2)      Dalam penyesuaian sosial
Penerimaan diri biasanya disertai dengan adanya penerimaan pada orang lain. Orang yang memiliki penerimaan diri akan merasa aman untuk menerima orang lain, memberikan perhatiannya pada orang lain, serta menaruh minat pada orang lain, seperti menunjukkan rasa empati dan simpati. Dengan demikian orang yang memiliki penerimaan diri dapat melakukan penyesuaian sosial yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang merasa rendah diri sehingga mereka cenderung berorientasi pada dirinya sendiri (self oriented).
g.      Penerimaan diri terhadap perubahan fisik pada remaja
Penerimaan diri terhadap perubahan fisik berarti merasa bangga terhadap diri sendiri. Penerimaan diri sendiri menyiratkan tugas kehidupan individu yang jujur terhadap diri sendiri, serta mampu menerima kehidupan dalam suka dan duka.
Gardner (2002) menyatakan bahwa penerimaan diri terutama penerimaan diri terhadap keadaan fisik merupakan suatu sikap yang mencerminkan adanya rasa senang sehubungan dengan kenyataan yang ada pada dirinya sehingga membuat individu memiliki emosi yang spontan, fleksibel, serta mampu menyadari perasaannya. Menerima kondisi dirinya seperti apa adanya disertai sikap dan perilaku yang wajar, tidak dibuat-buat dan tanpa ada sesuatu yang harus disembunyikan.
Penerimaan perubahan fisik merupakan salah satu tugas perkembangan yang harus dijalani dengan baik oleh remaja. Nasution (2008),  penerimaan perkembangan fisik adalah bagaimana individu mampu menerima perubahan fisiknya, merasa bangga dan bersikap toleran terhadap perubahan-perubahan yang mereka alami, menggunakan dan memelihara fisiknya secara efektif dan merasa puas terhadap fisiknya tersebut.
Remaja yang sedang mengalami perubahan fisik akan memperlihatkan suatu sikap dalam kehidupannya sejalan dengan penerimaan terhadap perubahan dan perkembangan fisik yang dialaminya. Pemahaman terhadap perubahan dan perkembangan fisik yang terjadi pada remaja putri akan mempengaruhi sikap penerimaan dirinya. Seperti halnya yang dikatakan Azwar (1990), bahwa hal ini dikarenakan remaja hidup dengan segala karakter dirinya dan sikap adalah salah satu aspek penerimaan diri, yang dapat diartikan sebagai kesiapan reaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu.
Remaja dalam perkembangannya, seringkali prihatin selama tahun-tahun awal masa remaja. Keprihatinan tersebut timbul karena adanya kesadaran akan reaksi sosial terhadap berbagai hal. Salah satu sumber keprihatinan tersebut adalah perubahan bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan standar budaya yang berlaku sebagai akibat dari perkembangan yang dialami remaja putri. Keprihatinan akan tubuh yang sedang berkembang semakin diperbesar dengan berkembangnya kesadaran akan pentingnya penampilan diri dalam kehidupan sosial yang nantinya mempengaruhi penerimaan diri remaja putri. Bila penerimaan remaja putri rendah, maka remaja merasa prihatin dan gelisah akan tubuhnya yang berubah dan merasa tidak puas dengan penampilan dirinya.
Hurlock (1994), mengatakan bahwa hanya sedikit remaja yang mengalami lateksis tubuh dan merasa puas dengan tubuhnya. Kegagalan dalam lateksis tubuh merupakan salah satu penyebab timbulnya rendahnya penerimaan diri dan kurangnya konsep diri pada masa remaja.
Apabila remaja gagal dalam menjalani dan menuntaskan tugas perkembangannya ini, maka akan berdampak tidak baik bagi perkembangan dirinya. Dampak dari kurangnya atau rendahnya penerimaan terhadap perubahan dan perkembangan fisik tersebut, remaja sering menyalahkan penampilan sebagai penyebab kurang sesuainya dukungan yang mereka peroleh dengan apa yang mereka harapkan. Remaja putri yang sedang dalam masa perubahan dan perkembangan fisik maupun seksual sekundernya pasti mengalami berbagai masalah termasuk penerimaan diri karena didalam perubahan dan perkembangan fisik atau seksual sekunder yang terjadi.
Berdasarkan aspek-aspek penerimaan diri yang telah disebutkan diatas, maka aspek-aspek penerimaan diri terhadap perkembangan fisik menurut Jersild (1958), yaitu :
1)      Pemahaman diri
Pemahaman akan keadaan diri adalah persepsi seseorang terhadap dirinya yang terbentuk dari keaslian tanpa kepura-puraan, realistis yang sebenarnya, jujur dan tidak berbelit-belit. Selanjutnya proses pemahaman terhadap kondisi diri sendiri tidak cukup hanya dengan mengenali kenyataan tentang diri sendiri tetapi juga merealisasikannya. Dengan kata lain, seseorang memahami dirinya yang sesungguhnya berarti ia mengenali keadaan dan kondisi nyata yang dialaminya secara jujur, realistis dan yang sebenarnya disertai dengan usaha merealisasikan segala potensi dan kemampuan yang dimilikinya.
Persepsi diri dengan realistis diri saling berkaitan. Kedua hal tersebut juga mempengaruhi individu di dalam membentuk konsep diri yang selanjutnya akan berperan dalam proses penerimaan diri. Seseorang yang memahami dirinya akan lebih menerima dirinya apa adanya dan begitu pula sebaliknya.
2)      Pandangan terhadap diri sendiri
Pandangan terhadap diri sendiri berarti kemampuan individu mengevaluasi diri sendiri secara obyektif. Ia mampu memandang keadaan dan kondisi dirinya sama seperti orang lain memandangnya. Pandangan individu terhadap kondisi dirinya meliputi pandangan terhadap keterbatasan diri dan pandangan terhadap kemampuan atau potensi diri yang dimilikinya.
Individu yang memandang keadaan dan kondisi dirinya secara obyektif akan tetap membuka diri dan memiliki penerimaan diri yang positif. Individu yang tidak mampu melihat diri secara obyektif cenderung melihat dirinya sebagai individu yang lemah serta tidak mudah untuk menerima keadaan diri apa adanya sehingga kontak dengan orang lain pun akan mengalami kesulitan. Dengan memiliki pandangan diri obyektif, individu akan lebih menghargai dan menyadari kemampuan dan kelemahan yang ia miliki.
3)      Konsep diri yang stabil
Konsep diri seorang individu dikatakan stabil apabila individu tersebut memandang, mempersepsikan serta menilai keadaan dan kondisi dirinya relatif sama dari waktu ke waktu. Konsep diri yang stabil ini meliputi gambaran diri dan pandangan terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya.
Seseorang dengan konsep diri yang tidak stabil, tidak akan memiliki gambaran yang jelas mengenai dirinya, sehingga mungkin ia menerima dirinya pada suatu saat tertentu dan menolaknya pada saat yang lain. Konsep diri yang mendukung penerimaan diri adalah konsep diri yang seimbang antara evaluasi dari orang lain dan evaluasi dari diri sendiri. Pada saat individu memasuki usia menginjak remaja atau dewasa, mereka mengalami perubahan yaitu penurunan kemampuan. Hal ini dapat mempengaruhi konsep diri. Dengan konsep diri yang stabil dan memuaskan proses penerimaan diri akan berjalan dengan baik.
4)      Harapan yang realistis
Suatu harapan untuk mencapai suatu tujuan atau target tertentu sesuai dengan realita dapat memberikan rasa puas pada diri individu yang bersangkutan karena kesempatan untuk mencapainya lebih terbuka. Kepuasan yang tercipta selanjutnya akan mendukung bagaimana pandangan individu terhadap keadaan dan kondisi yang dialaminya. Kepuasan diri dan pandangan diri terhadap realita yang dialami inilah yang menjadi faktor penting terciptanya penerimaan diri oleh individu yang bersangkutan.
Harapan akan realistis apabila individu menentukan sendiri, bukan karena pengaruh orang lain, karena sesungguhnya dirinyalah yang lebih memahami dan mengenali keadaannya sendiri serta kelebihan maupun kekurangannya.
5)      Tidak ada stress emosional
Stress emosional dapat mengganggu keseimbangan fisik dan psikis. Gangguan dalam keseimbangan fisik yang bersatu dengan stress emosional akan berpengaruh pada pandangan individu yang bersangkutan terhadap kondisi fisiknya serta kondisi emosinya.
Tidak adanya stres emosional akan membuat individu yang bersangkutan memandang keadaan dirinya secara objektif, memiliki kepercayaan diri, tidak menyesali diri, mampu bertindak yang terbaik bagi diri sendiri maupun orang lain dan memiliki keluasan wawasan, ia lebih berorientasi ke luar diri dari pada kedalam diri. Selain itu, ia pun lebih rileks dalam menjalani kehidupannya, bebas dari ketegangan, lebih sering menghayati bahagia dari pada marah, frustasi dan jengkel. Kondisi-kondisi yang positif ini membuat individu melakukan evaluasi diri sehingga penerimaan diri yang memuaskan dapat tercapai.

No comments:

Post a Comment