a. Definisi
Dalam Kamus
Lengkap Psikologi Chaplin (2006) penerimaan diri (self acceptance) adalah sikap yang pada dasarnya merasa puas dengan
diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri dan pengakuan akan
keterbatasan-keterbatasan sendiri.
Germer (2009)
mendefinisikan penerimaan diri sebagai kemampuan individu untuk dapat memiliki
suatu pandangan positif mengenai siapa dirinya yang sebenar-benarnya, dan hal
ini tidak dapat muncul dengan sendirinya, melainkan harus dikembangkan oleh
individu.
Sikap menerima
adalah kemampuan seseorang untuk mengakui kenyataan diri secara apa adanya
termasuk juga menerima segala pengalaman hidup, sejarah hidup, latar belakang
hidup dan lingkungan pergaulan (Riyanto, 2006).
Sartain dalam
Andromeda (2006) mendefinisikan penerimaan diri sebagai kesadaran seseorang
untuk menerima dirinya sebagaimana adanya dan memahami dirinya sebagaimana
adanya.
Berdasarkan
teori-teori diatas dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri adalah kemampuan
menerima kondisi diri sendiri secara jujur dan terbuka serta tidak malu dan
ragu mengakui kelemahan dan kelebihan pada diri sendiri dan dihadapan orang
lain.
Pada umumnya individu dengan penerimaan diri yang baik akan
menunjukkan ciri-ciri tertentu dalam berfikir dan melakukan aktifitas kesehariannya.
Individu yang dapat menerima dirinya secara utuh berarti individu tersebut
mampu menerima secara positif aspek-aspek dalam diri.
Sebagian besar remaja tidak dapat menerima keadaan fisiknya.
Hal tersebut terlihat dari penampilan remaja yang cenderung meniru penampilan
orang lain atau tokoh tertentu.
b. Aspek-aspek
penerimaan diri
Grinder dalam Parista (2008) aspek-aspek penerimaan diri
meliputi:
1) Aspek Fisik
Tingkat penerimaan diri secara
fisik, tingkatan kepuasan individu terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan
fisik secara keseluruhan menggambarkan penerimaan fisik sebagai suatu evaluasi
dan penilaian diri terhadap raganya, apakah raga dan penampilannya menyenangkan
atau memuaskan untuk diterima atau tidak
2) Aspek Psikis
Aspek psikis meliputi pikiran, emosi
dan perilaku individu sebagai pusat penyesuaian diri. Individu yang dapat
menerima dirinya secara keseluruhan serta memiliki keyakinan akan kemampuan
diri dalam menghadapi tuntutan lingkungan.
3) Aspek Sosial
Aspek sosial meliputi pikiran dan
perilaku individu yang diambil sebagai respon secara umum terhadap orang lain
dan masyarakat. Individu menerima dirinya secara sosial akan memiliki keyakinan
bahwa dirinya sederajat dengan orang lain sehingga individu mampu menempatkan
dirinya sebagaimana orang lain mampu menempatkan dirinya.
4) Aspek Moral
Perkembangan moral dalam diri
dipandang sebagai suatu proses yang melibatkan struktur pemikiran individu
dimana individu mampu mengambil keputusan secara bijak serta mampu
mempertanggung jawabkan keputusan atau tindakan yang telah diambilnya
berdasarkan konteks sosial yang telah ada (Grinder dalam Kinayungan, 2008).
Menurut Jerseild (1974), individu
yang menerima dirinya sendiri adalah yakin akan standar-standar dan pengakuan
terhadap dirinya tanpa terpaku pada pendapat orang lain dan memiliki
perhitungan akan keterbatasan dirinya serta tidak melihat dirinya sendiri
secara irasional. Individu yang menerima dirinya menyadari asset diri yang
dimilikinya dan merasa bebas untuk menarik atau melakukan keinginannya, serta
menyadari kekurangannya tanpa menyalah kan diri sendiri.
Berdasarkan pendapat dari beberapa
ahli, penerimaan diri merupakan sikap positif terhadap dirinya sendiri, dapat
menerima keadaan dirinya secara tenang dengan segala kelebihan dan kekurangan
yang dimiliki, serta memilki kesadaran dan penerimaan penuh terhadap siapa dan
apa diri mereka, dapat menghargai diri sendiri dan orang lain, serta menerima
keadaan emosionalnya (depresi, marah, takut, cemas dan lain-lain) tanpa
mengganggu orang lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri adalah
kesediaan individu untuk menerima diri, baik kelebihan maupun kekurangan yang
dimiliki individu yang mencakup keadaan fisik, sosial emosional, spiritual,
serta bukan berarti pasrah pada keadaan atau kondisi yang ada. Penerimaan diri
membantu individu untuk menghilangkan keterbatasan dan memperbaiki
karakteristik kepribadiannya. Penerimaan diri akan membuat individu memiliki
kepercayaan diri, rasa aman dan konsep diri yang positif. Selain itu,
penerimaan diri juga membantu individu untuk melakukan evaluasi secara realistis
dan objektif.
c. Tahapan
penerimaan diri
Proses seorang individu untuk dapat menerima dirinya tidak
dapat muncul begitu saja, melainkan terjadi melalui serangkaian proses secara
bertahap. Menurut Germer (2009) tahapan penerimaan diri terjadi dalam 5 fase,
antara lain:
1) Penghindaran (Aversion)
Pertama-tama, reaksi naluriah seorang individu jika
dihadapkan dengan perasaan tidak menyenangkan (uncomfortable feeling) adalah menghindar, contohnya kita selalu
memalingkan pandangan kita saat kita melihat adanya pemandangan yang tidak
menyenangkan. Bentuk penghindaran tersebut dapat terjadi dalam beberapa cara,
dengan melakukan pertahanan, perlawanan, atau perenungan.
2) Keingintahuan (Curiosity)
Setelah melewati masa aversion,
individu akan mengalami adanya rasa penasaran terhadap permasalahan dan situasi
yang mereka hadapi sehingga mereka ingin mempelajari lebih lanjut mengenai
permasalahannya tersebut walaupun hal tersebut membuat mereka merasa
cemas.
3) Toleransi (Tolerance)
Pada tahap ketiga ini, individu
akan menahan perasaan tidak menyenangkan yang mereka
rasakan sambil berharap hal tersebut akan hilang dengan sendirinya.
4) Membiarkan Begitu Saja (Allowing)
Setelah melalui proses bertahan akan perasaan tidak
menyenangkan telah selesai, individu akan mulai membiarkan perasaan tersebut
datang dan pergi begitu saja. Individu secara terbuka membiarkan perasaan itu
mengalir dengan sendirinya.
5) Persahabatan (Friendship)
Seiring dengan berjalannya waktu, individu akan mulai
bangkit dari perasaan tidak menyenangkan tadi dan mencoba untuk dapat memberi
penilaian atas kesulitan tersebut. Bukan berarti ia merasakan kemarahan,
melainkan individu dapat merasa bersyukur atas manfaat yang didapatkan
berdasarkan situasi ataupun emosi yang hadir.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri
Menurut Hurlock (1974) dalam Nurviana (2006), penerimaan
diri dipengaruhi oleh sejumlah faktor diantaranya adalah:
1)
Aspirasi
yang realistis
Individu
yang mampu menerima dirinya harus realistis tentang dirinya dan tidak mempunyai
ambisi yang tidak mungkin tercapai.
2)
Keberhasilan
Agar
individu menerima dirinya, individu harus mampu mengembangkan faktor peningkat
keberhasilan sehingga potensinya berkembang secara maksimal.
3)
Wawasan
diri
Kemampuan
melihat diri pada individu seperti pandangan orang lain tentang diri individu
tersebut menjadi pedoman untuk memungkinkan berperilaku sesuai harapan
individu.
4)
Wawasan
sosial
Kemampuan
melihat diri pada individu seperti pandangan orang lain tentang diri individu
tersebut menjadi suatu pedoman untuk memungkinkan berperilaku sesuai harapan
individu.
5)
Konsep
diri yang stabil
Bila
individu melihat dirinya dengan satu cara pada suatu saat dan cara lain pada
saat lain, yang kadang menguntungkan dan kadang tidak, akan menyebabkan
ambivalensi pada dirinya. Agar tercapainya kestabilan dan terbentuknya konsep
diri yang positif, significant others memposisikan
diri individu secara menguntungkan.
Dapat disimpulkan bahwa yang mempengaruhi penerimaan diri
adalah individu yang memiliki body image
yang stabil sehingga mampu memahami diri sendiri dan memiliki keyakinan diri
yang baik disertai rasa aman untuk mengembangkan diri. Hal ini mendorong
individu untuk menentukan harapan realistis dan puas dengan diri sendiri.
Penerimaan diri yang positif juga dapat dipengaruhi dengan keberhasilan yang
pernah dialami, memperhatikan pandangan orang lain tentang dirinya,
pengidentifikasian diri dengan orang yang baik dalam penyesuaian diri dan
diberikan kesempatan serta dihargai oleh lingkungan.
e. Ciri-ciri penerimaan diri
Rubin (1974) menjelaskan penerimaan diri merupakan
karakteristik yang paling dalam menerangkan secara luas mengapa seseorang
berfungsi secara baik. Hal tersebut ditampilkan dalam kemampuan mengatasi
perasaan bila mengalami kegagalan dan sadar bahwa manusia mempunyai keterbatasan
dan kelemahan.
Ciri-ciri yang menonjol pada individu yang menerima dirinya
sendiri menurut Sheerer dalam Cronbach (1963) yaitu:
1) Mempunyai keyakinan akan
kemampuannya untuk menghadapi kehidupan.
2) Menganggap dirinya berharga sebagai
manusia.
3) Tidak menganggap dirinya
aneh/abnormal dan tidak mengharapkan orang lain menolak dirinya.
4) Tidak malu dan hanya memperhatikan
dirinya.
5) Berani memikul tanggung jawab
terhadap perilakunya.
6) Dalam berperilaku mempergunakan
norma dirinya.
7) Menerima pujian dan celaan secara objektif.
8) Tidak menyalahkan dirinya akan
keterbatasan yang dimiliki ataupun mengingkari kenyataan.
f. Dampak penerimaan diri
Hurlock dalam Wibowo (2010) membagi dampak penerimaan diri
menjadi dua kategori:
1) Dalam penyesuaian diri
Orang yang memiliki penerimaan diri mampu mengenali
kelebihan dan kekurangannya. Individu yang mampu menerima dirinya biasanya
memiliki keyakinan diri (self confidence)
dan harga diri (self esteem).
Selain itu mereka juga lebih dapat menerima kritik demi perkembangan dirinya.
Penerimaan diri yang disertai dengan adanya rasa aman untuk
mengembangkan dirinya memungkinkan seseorang untuk menilai dirinya secara lebih
realistis sehingga dapat menggunakan potensinya secara efektif. Penilaian yang
realistis terhadap diri sendiri, dapat membuat individu akan bersikap jujur dan
tidak berpura-pura, merasa puas dengan dirinya sendiri tanpa ada keinginan
untuk menjadi orang lain.
2) Dalam penyesuaian sosial
Penerimaan diri biasanya disertai dengan adanya penerimaan
pada orang lain. Orang yang memiliki penerimaan diri akan merasa aman untuk
menerima orang lain, memberikan perhatiannya pada orang lain, serta menaruh
minat pada orang lain, seperti menunjukkan rasa empati dan simpati. Dengan
demikian orang yang memiliki penerimaan diri dapat melakukan penyesuaian sosial
yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang merasa rendah diri sehingga
mereka cenderung berorientasi pada dirinya sendiri (self oriented).
g. Penerimaan diri terhadap perubahan
fisik pada remaja
Penerimaan diri terhadap perubahan fisik berarti merasa
bangga terhadap diri sendiri. Penerimaan diri sendiri menyiratkan tugas
kehidupan individu yang jujur terhadap diri sendiri, serta mampu menerima
kehidupan dalam suka dan duka.
Gardner (2002) menyatakan bahwa penerimaan diri terutama penerimaan
diri terhadap keadaan fisik merupakan suatu sikap yang mencerminkan adanya rasa
senang sehubungan dengan kenyataan yang ada pada dirinya sehingga membuat
individu memiliki emosi yang spontan, fleksibel, serta mampu menyadari
perasaannya. Menerima kondisi dirinya seperti apa adanya disertai sikap dan
perilaku yang wajar, tidak dibuat-buat dan tanpa ada sesuatu yang harus
disembunyikan.
Penerimaan perubahan fisik merupakan salah satu tugas
perkembangan yang harus dijalani dengan baik oleh remaja. Nasution (2008), penerimaan perkembangan fisik adalah
bagaimana individu mampu menerima perubahan fisiknya, merasa bangga dan
bersikap toleran terhadap perubahan-perubahan yang mereka alami, menggunakan
dan memelihara fisiknya secara efektif dan merasa puas terhadap fisiknya
tersebut.
Remaja yang sedang mengalami perubahan fisik akan
memperlihatkan suatu sikap dalam kehidupannya sejalan dengan penerimaan
terhadap perubahan dan perkembangan fisik yang dialaminya. Pemahaman terhadap
perubahan dan perkembangan fisik yang terjadi pada remaja putri akan
mempengaruhi sikap penerimaan dirinya. Seperti halnya yang dikatakan Azwar
(1990), bahwa hal ini dikarenakan remaja hidup dengan segala karakter dirinya
dan sikap adalah salah satu aspek penerimaan diri, yang dapat diartikan sebagai
kesiapan reaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu.
Remaja dalam perkembangannya, seringkali prihatin selama
tahun-tahun awal masa remaja. Keprihatinan tersebut timbul karena adanya
kesadaran akan reaksi sosial terhadap berbagai hal. Salah satu sumber
keprihatinan tersebut adalah perubahan bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan
standar budaya yang berlaku sebagai akibat dari perkembangan yang dialami
remaja putri. Keprihatinan akan tubuh yang sedang berkembang semakin diperbesar
dengan berkembangnya kesadaran akan pentingnya penampilan diri dalam kehidupan
sosial yang nantinya mempengaruhi penerimaan diri remaja putri. Bila penerimaan
remaja putri rendah, maka remaja merasa prihatin dan gelisah akan tubuhnya yang
berubah dan merasa tidak puas dengan penampilan dirinya.
Hurlock (1994), mengatakan bahwa hanya sedikit remaja yang
mengalami lateksis tubuh dan merasa puas dengan tubuhnya. Kegagalan dalam
lateksis tubuh merupakan salah satu penyebab timbulnya rendahnya penerimaan
diri dan kurangnya konsep diri pada masa remaja.
Apabila remaja gagal dalam menjalani dan menuntaskan tugas
perkembangannya ini, maka akan berdampak tidak baik bagi perkembangan dirinya.
Dampak dari kurangnya atau rendahnya penerimaan terhadap perubahan dan
perkembangan fisik tersebut, remaja sering menyalahkan penampilan sebagai
penyebab kurang sesuainya dukungan yang mereka peroleh dengan apa yang mereka
harapkan. Remaja putri yang sedang dalam masa perubahan dan perkembangan fisik
maupun seksual sekundernya pasti mengalami berbagai masalah termasuk penerimaan
diri karena didalam perubahan dan perkembangan fisik atau seksual sekunder yang
terjadi.
Berdasarkan aspek-aspek penerimaan diri yang telah
disebutkan diatas, maka aspek-aspek penerimaan diri terhadap perkembangan fisik
menurut Jersild (1958), yaitu :
1) Pemahaman diri
Pemahaman akan keadaan diri adalah persepsi seseorang
terhadap dirinya yang terbentuk dari keaslian tanpa kepura-puraan, realistis
yang sebenarnya, jujur dan tidak berbelit-belit. Selanjutnya proses pemahaman
terhadap kondisi diri sendiri tidak cukup hanya dengan mengenali kenyataan
tentang diri sendiri tetapi juga merealisasikannya. Dengan kata lain, seseorang
memahami dirinya yang sesungguhnya berarti ia mengenali keadaan dan kondisi
nyata yang dialaminya secara jujur, realistis dan yang sebenarnya disertai
dengan usaha merealisasikan segala potensi dan kemampuan yang dimilikinya.
Persepsi diri dengan realistis diri saling berkaitan. Kedua
hal tersebut juga mempengaruhi individu di dalam membentuk konsep diri yang
selanjutnya akan berperan dalam proses penerimaan diri. Seseorang yang memahami
dirinya akan lebih menerima dirinya apa adanya dan begitu pula sebaliknya.
2) Pandangan terhadap diri sendiri
Pandangan terhadap diri sendiri berarti kemampuan individu
mengevaluasi diri sendiri secara obyektif. Ia mampu memandang keadaan dan
kondisi dirinya sama seperti orang lain memandangnya. Pandangan individu
terhadap kondisi dirinya meliputi pandangan terhadap keterbatasan diri dan
pandangan terhadap kemampuan atau potensi diri yang dimilikinya.
Individu yang memandang keadaan dan kondisi dirinya secara
obyektif akan tetap membuka diri dan memiliki penerimaan diri yang positif.
Individu yang tidak mampu melihat diri secara obyektif cenderung melihat
dirinya sebagai individu yang lemah serta tidak mudah untuk menerima keadaan
diri apa adanya sehingga kontak dengan orang lain pun akan mengalami kesulitan.
Dengan memiliki pandangan diri obyektif, individu akan lebih menghargai dan
menyadari kemampuan dan kelemahan yang ia miliki.
3) Konsep diri yang stabil
Konsep diri seorang individu dikatakan stabil apabila
individu tersebut memandang, mempersepsikan serta menilai keadaan dan kondisi
dirinya relatif sama dari waktu ke waktu. Konsep diri yang stabil ini meliputi
gambaran diri dan pandangan terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya.
Seseorang dengan konsep diri yang tidak stabil, tidak akan
memiliki gambaran yang jelas mengenai dirinya, sehingga mungkin ia menerima
dirinya pada suatu saat tertentu dan menolaknya pada saat yang lain. Konsep
diri yang mendukung penerimaan diri adalah konsep diri yang seimbang antara
evaluasi dari orang lain dan evaluasi dari diri sendiri. Pada saat individu
memasuki usia menginjak remaja atau dewasa, mereka mengalami perubahan yaitu
penurunan kemampuan. Hal ini dapat mempengaruhi konsep diri. Dengan konsep diri
yang stabil dan memuaskan proses penerimaan diri akan berjalan dengan baik.
4) Harapan yang realistis
Suatu harapan untuk mencapai suatu tujuan atau target
tertentu sesuai dengan realita dapat memberikan rasa puas pada diri individu
yang bersangkutan karena kesempatan untuk mencapainya lebih terbuka. Kepuasan
yang tercipta selanjutnya akan mendukung bagaimana pandangan individu terhadap
keadaan dan kondisi yang dialaminya. Kepuasan diri dan pandangan diri terhadap
realita yang dialami inilah yang menjadi faktor penting terciptanya penerimaan
diri oleh individu yang bersangkutan.
Harapan akan realistis apabila individu menentukan sendiri,
bukan karena pengaruh orang lain, karena sesungguhnya dirinyalah yang lebih
memahami dan mengenali keadaannya sendiri serta kelebihan maupun kekurangannya.
5) Tidak ada stress emosional
Stress emosional dapat mengganggu keseimbangan fisik dan
psikis. Gangguan dalam keseimbangan fisik yang bersatu dengan stress emosional
akan berpengaruh pada pandangan individu yang bersangkutan terhadap kondisi
fisiknya serta kondisi emosinya.
Tidak adanya stres emosional akan membuat individu yang
bersangkutan memandang keadaan dirinya secara objektif, memiliki kepercayaan
diri, tidak menyesali diri, mampu bertindak yang terbaik bagi diri sendiri
maupun orang lain dan memiliki keluasan wawasan, ia lebih berorientasi ke luar
diri dari pada kedalam diri. Selain itu, ia pun lebih rileks dalam menjalani
kehidupannya, bebas dari ketegangan, lebih sering menghayati bahagia dari pada
marah, frustasi dan jengkel. Kondisi-kondisi yang positif ini membuat individu
melakukan evaluasi diri sehingga penerimaan diri yang memuaskan dapat tercapai.
No comments:
Post a Comment