BAB
I
KASUS
Minggu,18 Mei 2008 20:00 WIB
KEDIRI - Kasus aborsi yang
berujung kematian terjadi Kediri. Novila Sutiana (21), warga Dusun Gegeran,
Desa/Kecamatan Sukorejo, Ponorogo, Jawa Timur, tewas setelah berusaha
menggugurkan janin yang dikandungnya. Ironisnya, korban tewas setelah disuntik
obat perangsang
oleh bidan puskesmas.
Peristiwa naas ini bermula
ketika Novila diketahui mengandung seorang bayi hasil hubungannya dengan
Santoso (38), warga Desa Tempurejo, Kecamatan Wates, Kediri. Sayangnya, janin
yang dikandung tersebut bukan buah perkawinan yang sah, namun hasil hubungan gelap
yang dilakukan Novila dan Santoso.
Santoso sendiri sebenarnya
sudah menikah dengan Sarti. Namun karena sang istri bekerja menjadi tenaga
kerja wanita (TKW) di Hongkong, Santoso kerap tinggal sendirian di rumahnya.
Karena itulah ketika bertemu dengan Novila yang masih kerabat bibinya di
Ponorogo, Santoso merasa menemukan pengganti istrinya. Ironisnya, hubungan
tersebut berlanjut menjadi perselingkuhan hingga membuat Novila hamil 3 bulan.
Panik melihat kekasihnya
hamil, Santoso memutuskan untuk menggugurkan janin tersebut atas persetujuan
Novila. Selanjutnya, keduanya mendatangi Endang Purwatiningsih (40), yang
sehari-hari berprofesi sebagai bidan di Desa Tunge, Kecamatan Wates, Kediri.
Keputusan itu diambil setelah Santoso mendengar informasi jika bidan Endang
kerap menerima jasa pengguguran kandungan dengan cara suntik.
Pada mulanya Endang sempat
menolak permintaan Santoso dan Novila dengan alasan keamanan. Namun akhirnya
dia menyanggupi permintaan itu dengan imbalan Rp2.100.000. Kedua pasangan mesum
tersebut menyetujui harga yang ditawarkan Endang setelah turun menjadi
Rp2.000.000. Hari itu juga, bidan Endang yang diketahui bertugas di salah satu
puskesmas di Kediri melakukan aborsi.
Metode yang dipergunakan
Endang cukup sederhana. Ia menyuntikkan obat pemicu kontraksi Oxytocin
Duradril 1,5 cc yang dicampur dengan Cynaco Balamin, sejenis vitamin B12 ke
tubuh Novila. Menurut pengakuan Endang, pasien yang disuntik obat tersebut akan
mengalami kontraksi dan mengeluarkan sendiri janin yang dikandungnya.
"Ia (bidan Endang)
mengatakan jika efek kontraksi akan muncul 6 jam setelah disuntik. Hal itu
sudah pernah dia lakukan kepada pasien lainnya," terang Kasat Reskrim
Polres Kediri AKP Didit Prihantoro di kantornya, Minggu (18/5/2008).
Celakanya, hanya berselang dua
jam kemudian, Novila terlihat mengalami kontraksi hebat. Bahkan ketika sedang
dibonceng dengan sepeda motor oleh Santoso menuju rumahnya, Novila terjatuh dan
pingsan karena tidak kuat menahan rasa sakit. Apalagi organ intimnya terus
mengelurkan darah.
Warga yang melihat peristiwa
itu langsung melarikannya ke Puskemas Puncu. Namun karena kondisi korban yang
kritis, dia dirujuk ke RSUD Pare Kediri. Sayangnya, petugas medis di ruang
gawat darurat tak sanggup menyelamatkan Novila hingga meninggal dunia pada hari
Sabtu pukul 23.00 WIB.
Petugas yang mendengar
peristiwa itu langsung menginterogasi Santoso di rumah sakit. Setelah
mengantongi alamat bidan yang melakukan aborsi, petugas membekuk Endang di
rumahnya tanpa perlawanan. Di tempat praktik sekaligus rumah tinggalnya,
petugas menemukan sisa-sisa obat yang disuntikkan kepada korban. Saat ini
Endang berikut Santoso diamankan di Mapolres Kediri karena dianggap menyebabkan
kematian Novila.
Lamin (50), ayah Novila yang
ditemui di RSUD Pare Kediri mengaku kaget dengan kehamilan yang dialami
anaknya. Sebab selama ini Novila belum memiliki suami ataupun pacar. Karena itu
ia meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum
pelaku. Akibat perbuatan tersebut, Endang diancam dengan pasal 348 KUHP tentang
pembunuhan. Hukuman itu masih diperberat lagi mengingat profesinya sebagai
tenaga medis atau bidan. Selain itu, polisi juga menjeratnya dengan UU
Kesehatan nomor 23 tahun 1992. Belum diketahui secara pasti sudah berapa lama
Endang membuka praktik aborsi tersebut.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Tinjauan Pustaka
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya
dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti
“salah” sedangkan “praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”,
sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Meskipun
arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk
menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi. Sedangkan
difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari seseorang dokter
atau bidan untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam
mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau
orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama” (Valentin v. La
Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956). Dapat
ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah :
1. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh
dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan.
2. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau
melalaikan kewajibannya (negligence)
3. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
abortus didefinisikan sebagai terjadi keguguran janin, melakukan abortus (aborsi) sebagai
melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tak menginginkan bakal bayi yang
dikandung itu).
Aborsi yang dilegalkan diatur dalam
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal
15, sedangkan Pembaharuan Undang - Undang Kesehatan yaitu UU No.36 tahun
2009 tentang Kesehatan, dijelaskan pula pada Pasal 75 ayat 2 dan pasal
76.
B.
Analisis Kasus
Pada
kasus di atas dijelaskan bahwa terjadi suatu aborsi tetapi jenis aborsi illegal.
Kasus diatas berawal dari pasangan yang melakukan hubungan gelap
(perselingkuhan) yang mengakibatkan si wanita hamil. Pria dan wanita sepakat
untuk menggugurkan kandungan yang berumur 3 bulan itu ke bidan. Bidan
menyanggupi untuk melakukan aborsi tersebut dengan imbalan Rp 2.000.000,00.
Semua
tenaga kesehatan wajib mengucap sumpah janji ketika lulus dari pendidikan.
Salah satu isi sumpah janji tersebut yaitu untuk melaksanakan tugas
sabaik-baiknya menurut undang-undang yang berlaku. Tetapi pada kasus ini
bidan E melanggar sumpah tersebut. Bidan dengan sengaja memberikan suntikan
oxytocin duradril 1,5 cc yang dicampur dengan cynano balamin. Hal ini
mengakibatkan perdarahan hebat pada wanita tersebut dan berakhir dengan
kematian.
Kasus
aborsi di atas termasuk kasus pidana, karena adanya aduan dari ayah korban yang
meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum pelaku.
Kasus ini mengakibatkan bidan E terjerat pasal 348 KUHP tentang pembunuhan dan
melanggar Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 atau pada
Undang-undang yang baru yaitu Undang-undang Kesehatan No 36 tahun 2009.
Menurut
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 bidan E bisa dijerat
dengan Pasal 80 dengan ketentuan dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah), sedangkan menurut pembaharuan Undang Undang Republik Indonesia No.36
tahun 2009 dijerat dengan pasal 194 dengan ketentuan dipidana dengan penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
C. Peraturan/Regulasi
Aborsi menurut pandangan hukum di Indonesia
:
a.
Menurut
KUHP dinyatakan bahwa ibu yang melakukan aborsi, dokter atau bidan atau
dukun yang membantu melakukan aborsi, dan orang yang mendukung terlaksananya
aborsi akan mendapat hukuman.
Pasal 348
1. Barang
siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seseorang wanita
dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun
enam bulan.
2. Jika
perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikarenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
b.
Selain
KUHP, abortus buatan yang ilegal juga diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Pasal 15
1. Dalam
keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau
janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2. Tindakan
medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan :
a.
Berdasarkan indikasi medis yang
mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;
b.
Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab
profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli;
c.
Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan
atau suami atau keluarganya;
d.
Pada sarana kesehatan tertentu.
Pasal 80
Barang siapa dengan
sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2),
dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
c. Pembaharuan Undang - Undang Kesehatan yaitu UU No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan,
dijelaskan pula tentang aborsi.
Pasal 75
1.
Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
2.
Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. Indikasi
kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam
nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat
bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut
hidup di luar kandungan; atau
b. Kehamilan
akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan;
c. Tindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca
tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
d. Ketentuan
lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 194
Setiap
orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Malpraktik
aborsi yang tidak aman dan ilegal masih banyak dilakukan di sekitar kita,
bahkan oleh tenaga kesehatan sekalipun. Sebagai contoh dari kasus di atas,
diketahui bahwa seorang bidan dengan sengaja telah melakukan praktik aborsi
kepada salah satu pasiennya, dimana bidan itu sadar betul kalau tindakan
tersebut adalah bukan kewenangannya. Tindakan aborsi mengandung risiko yang
cukup tinggi. Risiko yang mungkin timbul antara lain perdarahan, infeksi pada
alat reproduksi, rupture uteri, bahkan bisa sampai terjadi kematian.
Pasal-pasal yang mengatur tentang tindakan aborsi pun tidak sedikit, dengan
berbagai ancaman hukuman, namun hal ini tidak menyurutkan niat para oknum
tenaga kesehatan untuk tetap melakukan praktik aborsi yang ilegal.
B.
Saran
Semua
tenaga kesehatan, baik dokter, bidan ataupun yang lainnya harus memahami betul
apa yang menjadi kewenangannya dan apa pula yang bukan menjadi kewenangan dari
profesinya. Peraturan perundang-undangan yang telah disusun sedemikian rupa dan
diadakan pembaharuan, janganlah hanya dianggap sebagai peraturan tertulis
semata, namun harus dipatuhi dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment