Saturday 22 March 2014

imunisasi DPT+HB



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Imunisasi adalah usaha untuk memberikan kekebalan pada anak terhadap penyakit tertentu. Imunisasi adalah satu hal yang tidak dapat ditinggalkan dari kehidupan seseorang. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa dengan adanya imunisasi maka ia akan lebih peka terhadap bakteri atau virus yang sejenisnya tersebut di dalam tubuhnya. Oleh sebab itu pemerintah mewajibkan kepada setiap orang tua agar dapat membawa anaknya berimunisasi. Bagi orang tua yang bersedia membawa anaknya pergi imunisasi bukan hanya telah melindungi anaknya dari awal tetapi juga telah membantu program pemerintah yaitu menyehatkan seluruh anak – anak Indonesia.
Anak-anak adalah usia yang paling rentang karena dengan mudah dapat terjangkit suatu penyakit, karena itu perlu diberikan perlindungan sejak dini. Salah satunya adalah dengan diberikan imunisasi agar anak tersebut dapat terhindar dari suatu penyakit seperti Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio, Hepatitis, Campak, TBC dan lain-lain.Lebih dari 1,5 juta anak meninggal setiap tahun karena penyakit yang sebenarnya sudah ada vaksinnya. Penyebabnya antara lain karena orang tua lalai terhadap kewajibannya membawa anak ke dokter atau petugas kesehatan untuk memberi imunisasi pada anaknya. Oleh karena itu, penulis membuat makalah dengan judul “ Imunisasi DPT+HB dan Campak pada Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah”.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa definisi imunisasi?
2.      Bagaimana imunisasi DPT+HB?
3.      Bagaimana imunisasi Campak itu?
4.      Apa yang dimaksud dengan KIPI?
C.   Tujuan
1.      Untuk mengetahui definisi imunisasi.
2.      Untuk mengetahui imunisasi DPT+HB.
3.      Untuk mengetahui imunisasi campak.
4.      Untuk mengetahui tentang KIPI.



















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Imunisasi
Imunisasi adalah usaha untuk memberikan kekebalan pada anak terhadap penyakit tertentu. Vaksin adalah kuman atau racun yang dimasukkan kedalam tubuh bayi atau anak yang disebut antigen. Dalam tubuh, antigen akan bereaksi dengan antibodi sehingga terjadi kekebalan. Jenis vaksin yang digunakan di Indonesia ada dua macam:
1.      Vaksin dari kuman hidup yang dilemahkan:
a.       Virus campak dalam vaksin campak.
b.      Virus polio dalam jenis sabin pada vaksin volio.
c.       Kuman TBC dalam vaksin TBC.
2.      Vaksin dari kuman yang dimatikan:
a.       Bakteri pertusis dalam DPT.
b.      Virus polio dalam jenis salk dalam vaksin polio.
c.       Racun kuman, seperti TT, difteri toksoid dalam DPT.
d.      Vaksin yang dibuat dari protein, seperti Hepatitis B.
Ada tujuh imunisasi yang dapat mencegah penyakit yaitu polio, campak, difteri, pertusis, tetanus, TBC, atau Hepatitis B. Tujuan imunisasi adalah memberi kekebalan terhadap penyakit tertentu. Manfaat imunisasi:
1.      Untuk anak: Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian.
2.      Untuk keluarga: Menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan bila anak sakit, mendorong pembentukan keluarga kecil apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak dengan aman.
3.      Untuk negara: Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara, memperbaiki citra bangsa Indonesia diantara segenap bangsa di dunia.

Jenis kekebalan yang bekerja dalam tubuh bayi atau anak:
1.      Kekebalan aktif yaitu kekebalan yang dibuat sendiri oleh tubuh untuk menolak suatu penyakit tertentu, prosesnya lambat tetapi dapat bertahan lama. Kekebalan aktif dibagi dua:
a.       Kekebalan aktif alamiah yaitu tubuh anak membuat kekebalan sendiri setelah sembuh dari suatu penyakit (misal: campak). Setelah sembuh tidak akan terserang campak lagi karena tubuhnya telah membuat zat penolak terhadap penyakit tersebut.
b.      Kekebalan aktif buatan yaitu kekebalan yang dibuat tubuh setelah mendapat vaksin atau imunisasi (misal: anak diberi BCG, DPT, polio).
2.      Kekebalan pasif yaitu tubuh anak tidak membuat zat antibodi sendiri tetapi kekebalan diperoleh dari luar setelah memperoleh zat penolak, sehingga proses cepat terjadi. Kekebalan pasif dibagi dua:
a.       Kekebalan pasif alamiah adalah kekebalan yang diperoleh dari sejak  lahir dari ibunya. Kekebalan ini tidak berlangsung lama hanya sekitar 5 bulan setelah bayi lahir (misal: morbili, difteri, tetanus).
b.      Kekebalan pasif buatan yaitu kekebalan ini diperoleh setelah mendapatkan suntik zat penolak (misal: antitetanus serum [ATS]).

B.     Imunisasi DPT + HB
Tujuan pemberian vaksin ini adalah untuk memberi kekebalan aktif yang bersamaan terhadap penyakit difteri, pertusis, tetanus dan hepatitis B.
a.       Definisi Difteri, Pertusis, Tetanus dan Hepatitis B
1.      Difteri
Difteri adalah suatu penyakit akut yang bersifat toxin-mediated diseasse dan disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Nama kuman ini berasal dari bahasa yunani, diphtera yang berarti leather hide. Diphteriae adalah suatu basil graam poitif. Produksin toksin terjadi hanya bila kuman tersebut mengalami lisogenasi oleh bakteriofag yang mengandung informasi genetik toksin. Hanya galur toksigenik yang dapat menyebabkan penyakit berat. Saat ini ditemukan 3 galur bakteri, yaitu grafis, intermedius dan mitis yang kesemuanya dapat memproduksi toksin, namun jenis grafis yang paling virulen. Semua kuman C, diphteriae yang ditemukan dalam suatu biakan harus dinyatakan toksigenitasnya dengan menentukan galurnya.
Semua anak dapat terinfeksi basil difteri pada nasofarinnya dan kuman tersebut kemudian akan memproduksi toksin yang menghambat sistensi protein seluler sehingga menyebabkan destruksi jaringan setempat lalu terjadilah suatu keadaan dimana selapt atau membran menyumbat jalan nafas. Toksin yang terbentuk di membran tersebut kemudian diabsorpsi ke dalam aliran darah dan dibawa keseluruh tubuh. Penyebaran toksin ini berakibat komplikasi berupa miokarditis dan neuritis, serta trombositopenia dan protein nuria.
2.      Pertusis
Pertusis atau batuk rejan atau seratus hari adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh bakteri Borditella pertusis. Sebelum ditemukan vaksin pertusis, penyakit ini merupakan penyakit tersering yang menyerang anak-anak dan merupakn penyebab utama kematian. Borditella pertusis adalah kuman batang yang bersifat gram negatif dan membutuhkan media khusus untuk isolasinya. Kuman ini menghasilkan beberapa antigen antra lain toksin pertusis, filamen hemaglutinin, aglutinogen fibriae, adenil siklase, endotoksin dan sitotoksin trakea. Produk-produk ini berperan dalam terjadinya gejala penyakit pertusis dan kekebalan terhadap salah satu atau lebih komponen ini akan menyebabkan serangan penyakit yang ringan.
Pertusis merupakan penyakit yang bersifat toxin mediated dan toxin yang dihasilakn kuman yang melekat pada bulu getar salurannafas atas akan melumpuhkan bulu getar tersebut hingga menyebabkan gangguan aliran sekret saluran nafas dan berpotensi menyebabkan pneumonia. Gejala pertusis timbul saat terjadinya penumpukan lendir dalam saluran pernafasan akibat kegagalan aliran oleh bulu getar yang lumpuh dan berakibat pada terjadinya batuk paroksimal tanpa inspirasi yang diakhiri dengan bunyi whoop. Pada serangan seperti ini, pasien biasanya akan muntah dan sianosis yang membuat pasien menjadi sangat lemas dan tegang. Keadaan ini dapat berlanjut antara satu sampai sepuluh minggu.
Dampak dari pertusis diantaranya kemerahan, bengkak dan nyeri pada lokasi injeksi. Terkadang juga ditemukan demam ringan dan hiperpireksia.
3.      Hepatitis B
Penyakit hepatitis B disebabkan virus hepatitis B (VHB), anggota family Hepadnavirus. Virus hepatitis B menyebabkan peradangan hati akut atau menahun, yang pada sebagian kasus berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.
Penyebab hepatitis ternyata tak semata-mata virus. Keracunan obat dan paparan berbagai macam zat kimia seperti karbon tetraklorida, chlorpromazine, chloroform, arsen, fosfor, dan zat-zat lain yang digunakan sebagai obat dalam industri modern, juga bisa menyebabkan hepatitis. Zat-zat kimia ini mungkin saja tertelan, terhirup atau diserap melalui kulit penderita. Menetralkan racun dalam darah adalah pekerjaan hati. Jika terlalu banyak zat kimia beracun masuk ke dalam tubuh, hati bisa rusak sehingga tidak dapat lagi menetralkan racun-racun lain.
4.      Tetanus
Tetanus adalah suatu penyakit akun yang bersifat fatal, total, disebabkan oleh eksotoksin kuman clostridium tetani. Kuman ini berbentuk batang, bersifat gram positif dan bermetabolisme anaerob, yang mampu menghasilkan spora dalam bentuk drumstik. Kuman ini sensitif terhadap suhu panas dan tidak bisa hidup dalam lingkungan beroksigen. Sebaliknya sprosa tetanus sangat tahan panas, dan kebal terhadap antiseptik. Spora ini dapat tetap hidup dalam autoclave bersuhu 121 derajat celcius selama 10-15 menit. Kuman ini dapat tersebar dalam kotoran, debu jalanan, usus dan feses kuda, domba, anjing, kucing, tikus dan lainnya. Kuman ini masuk kedalam tubuh manusia melalui luka dan dalam suasana anaerob, kemudian memproduksi toxin ( tetanuspasmin), lalu disebarkan melalui darah dan limfa. Toksin ini kemudian akan menempel pada reseptor disistem saraf. Gejala utama penyakit ini timbul akibat toksin tetanus yang mempengaruhi pelepasan neurotransmiter yang berakibat penghambatan implusinhibisi, sehingga terjadi kontraksi sehingga terjadi spastisitas otot yang terkontrol, kejang-kejang, dan gangguan saraf otonom.
Vaksin tetanus dikenal 2 macam vaksin yaitu :
1.      Vaksin yang digunakan untuk imunisasi aktif ialah toksoid tetanus kuman tetanus ynag dilemahkan (kemasan tunggal atau TT, kemasan dengan vaksin difteri atau DT, kamasan dengan vaksin difteri dan tetanus pertusis atau DPT).
2.      Kuman yang telah dimatikan yang digunakan untuk imunisasi pasif atau ATS ( Anti Tetanus Serum)
Untuk vaksin TT dosis yang diberikan adalah 0,5 ml dan disuntikan intramuskuler atau subcutan diotot deltoid, paha dan bokong.

b.      Vaksin DPT+HB
Vaksin DPT + HB mengandung toksoid tetanus yang dimurnikan dan pertusis inactivasi serta vaksin Hepatitis B yang merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung HbsAg murni dan bersifat infeksi virus. Virus hepatitis B ini merupakan vaksin DNA recombinant yang berasal dari HbsAg yang diproduksi melalui teknologi DNA recombinant pada sel ragi.
1.       Jadwal Pemberian
Jadwal pemberian vaksin DPT adalah :
a.       Pada bayi umur 2-11 bulan sebanyak 3 kali suntikan dengan selang 4 minggu secara intra muskular atau subcutan
b.      Imunisasi ulang lainnya diberikan setelah umur 1,5 sampai 2 tahun
c.       Di ulang kembali vaksi DT pada usia 5-6 tahun (kelas atau SD)
d.      Di ulang lagi pada umur 10 tahun (menjelang tamat SD)
Anak yang telah mendapat DPT pada waktu bayi di berikan DT satu kali saja dengan dosis 0,5 cc dengan cara intramuskular, dan yang tidak mendapat DPT pada waktu bayi di berikan DT sebanyak dua klai dengan interval empat minggu dengan dosis 0,5 cc secara intramuskular. Apabila hal ini meragukan tentang vaksinasi yang didapat pada waktu bayi maka tetap diberikan dua kali suntikan. Bila bayi mempunyai riwayat kejang sebaiknya DPT diganti dengan DT dengan cara pemberian yang sama dengan DPT.
2.       Kontraindikasi
Bila anak sedang sakit parah, riwayat kejang bila sedang demam ( panas tinggi >38derajat celcius), dan penyakit gangguan kekebalan.
3.       Efek samping
Reaksi yang mungkin timbul setelah pemberian imunisasi adalah :
a.       Kebanyakan anak menderita panas pada sore hari setelah mendapat vaksinasi DPT, tetapi panas akan sembuh dalam 1-2 hari. Berikan 1 tablet antipiretik kepada ibu untuk mengatasi efek samping tersebut dan katakanlah bahwa bila anak panas lebih tinggi dari 39 derajat C, maka anak perlu diberi tablet ¼ tablet yang dihancurkan dengan sedikit air.
b.      Sebagian anak merakan nyeri, sakit, kemerahan, dan bengkak di tempat suntikan. Hal ini perlu diberikan kepada ibu sesufah vaksinasi, serta yakinkan ibu bahwa keadaan itu berbahaya dan tidak perlu pengobatan.
c.       Bila pembengkakan sakit terjadi seminggu atau lebih sesudah vaksinasi, maka hal ini disebabkan oelh oeradangan yang mungkin diakibatkan oleh jarum suntik tidak steril, penyuntikan kurang dalam.
d.      Kejang-kejang merupakan reaksi yang trejadi, tetapi perlu diketahui petugas. Reaksi ini disebabkan oleh komponen pertusis dari DPT. Oleh karena efek samping ini cukup berat, maka anak yang pernah mendapat reaksi ini tidak boleh diberi vaksin DPT lagi dan sebagai gantinya diberi DT saja.
4.       Tehnik pemberian
a.       Dosis : pemberian secara intramuskular 0,5 ml sebanyak 5 dosis. Dosis 1 pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval 4 minggu.
b.      Cara penyuntikan:
1.      Tempat yang paling baik untuk suntikan adalah di bagian paha sebelah luar.
2.      Letakkan ibu jari dan telunjuk pada posisi yang akan disuntik.
3.      Peganglah otot paha di antara jari-jari telunjuk dan ibu jari.
4.      Bersihkan lokasi suntikan dengan kapas basah.
5.      Tusukkan jarum tegak lurus ke bawah melalui kulit antara jari anda sampai ke dalam otot.
6.      Tarik pinston sedikit untuk meyakinkan bahwa jarum tidak mengenai pembuluh darah
7.      Dorong pangkal pinston dengan ibu jari untuk memasukkan vaksin
8.      Cabut jarum.

C.    Imunisasi Campak
Tujuan pemberian vaksin campak adalah untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit campak. Vaksin campak mengandung virus campak hidup yang dilemahkan.
Virus dalam droplet masuk melalui pernapasan dan selanjutnya masuk kelenjar getah bening yang berada dibawah mukosa, di tempat ini virus memperbanyak diri kemudian menyebar ke sel-sel jaringan limforetikuler seperti limpa. Pada hari ke 5-6 sesudah infeksi awal,fokus infeksi terwujud, yaitu ketika virus masuk kedalam pembuluh darah dan menyebar kepermukaan epitel orofaring, konjungtifa, saluran pernapasan, kulit, kandung kemih, dan saluran usus. Selanjutnya pada hari ke 9-10 fokus inveksi berada ke epitel saluran nafas. Pada saat itu muncul gejala coriza (pilek) diserta dengan peradangan selaput konjungtifa yang tampak merah. Pasien tampak lemah disertai suhu tubuh yang meningkat, lalu pasien tampak sakit berat sampai munculnya ruam kulit. Pada hari ke 11 tampak pada mukosa pipi suatu ulser kecil (bintik koplik) yang merupakan tempat virus tumbuh selanjutnya mati. Kondisi ini merupakan tanda pasti untuk menegakkan diagnotic. Akhirnya muncul ruam makulopapular di hari ke 14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibody humoral dapat dideteksi dan selanjutnya suhu tubuh menurun.
Diagnosa kasus campak biasanya dapat dibuat atas dasar gejala klinik yang saling berkaitan, yaitu coriza dan mata meradang disertai batuk dan demam yang tinggi dalam beberapa hari lalu diikuti dimbulnya ruam makulopapular pada kulit yang memiliki ciri khas.
1.      Jadwal pemberian
Pada umur 9-11 bulan dengan satu kali pemberian dengan dosis 0,5 cc dengan suntikan subcutan. Apabila pemberian vaksin campak kurang dari 9 bulan harus diulangi pada umur 15 bulan.
2.      Efek samping
Sangat jarang mungkin terjadi kejang yang ringan dan tidak berbahaya pada hari 10-12 setelah peyuntikan.
3.      Kontraindikasi
Imunisasi campak berlaku bagi yang sedang menderita demam tinggi, sedang memperolah pengobatan imunosupresi, hamil, memiliki riwayat alergi dan sedang memperoleh pengobatan immunoglobulin/ kontak dengan darah.
4.      Teknik Pemberian
a.       Dosis : Sebelum disuntikkan dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia. Dosis 0,5 ml secara subcutan pada lengan kiri atas. Pada usia 9-11 bulan, vaksin campak yang sudah dilarutkan boleh digunakan maksimal 8 jam.
b.      Cara penyuntikan:
1)      Tempat yang akan disuntikan adalah 1/3 bagian lengan atas.
2)      Ambil sedikit kapas yang telah dibasahi dengan air bersih dan bersihkan tempat penyuntikan.
3)      Jepitlah lengan yang akan disuntik dengan jari-jari tangan kiri.
4)      Masukkan jarum kedalam kulit yang dijepit dengan sudut kira-kira 30 derajat terhadap lengan, jangan menusukkan jarum terlalu dalam dan kontrol jarumnya dengan cara menarik  pinstonnya untuk menyakinkan jarum tidak mengenai pembuluh darah. Bila ada darah maka jarumnya dicabut dan dipindahkan ke tempat lain.
5)      Tekan pinstonnya perlahan –lahan sebanyak 0,5 cc.
6)      Cabut jarum dan usaplah bekas suntikan dengan kapas basah untuk membersihkan kulit.

D.    Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan KIPI (KN PP KIPI), KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi.KN PP KIPI membagi penyebab KIPI menjadi 5 kelompok menurut klasifikasi lapangan WHO Western Pacific (1999), yaitu:
1.       Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmatic errors)
Sebagian besar kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan dan tata laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi, misalnya:
a.       Dosis antigen (terlalu banyak)
b.      Lokasi dan cara menyuntik
c.       Sterilisasi semprit dan jarum suntik
d.      Jarum bekas pakai
e.       Tindakan aseptik dan antiseptik
f.       Kontaminasi vaksin dan peralatan suntik
g.      Penyimpanan vaksin
h.      Pemakaian sisa vaksin
i.        Jenis dan jumlah pelarut vaksin
j.        Tidak memperhatikan petunjuk produsen (petunjuk pemakaian, indikasi kontra, dan lain-lain)
Kecurigaan terjadi kesalahan dalam tata laksana perlu diperhatikan apabila terdapat kecenderungan kasus KIPI berulang pada petugas yang sama.
2.       Reaksi suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik secara langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemeraan pada tempat suntikan. Sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual bahkan hingga pingsan karena begitu takut disuntik.
3.       Induksi vaksin (reaksi vaksin)
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis biasanya ringan. Walau demikian, dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaksis yang berbahaya. Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian khusus, atau berbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi dengan obat atau vaksin lain. Petunjukini harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.
4.       Faktor kebetulan (koinsidens)
Kejadian ini terjadi secara kebetulan saja setelah diimunisasi. Salah satu faktor kebetulan ini ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama di saat bersamaan pada populasi setempat dengan kharakteristik serupa padahal tidak mendapat imunisasi.
5.       Penyebab tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan ke dalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan ke dalam kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya dengan kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan keompok penyebab KIPI.

























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Imunisasi adalah usaha untuk memberikan kekebalan pada anak terhadap penyakit tertentu. Vaksin adalah kuman atau racun yang dimasukkan kedalam tubuh bayi atau anak yang disebut antigen.
Tujuan pemberian vaksin DPT+HBadalah untuk memberi kekebalan aktif yang bersamaan terhadap penyakit difteri, pertusis, tetanus dan hepatitis B. Tujuan pemberian vaksin campak adalah untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit campak. Vaksin campak mengandung virus campak hidup yang dilemahkan.
Vaksin DPT + HB mengandung toksoid tetanus yang dimurnikan dan pertusis inactivasi serta vaksin Hepatitis B yang merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung HbsAg murni dan bersifat infeksi virus. Virus hepatitis B ini merupakan vaksin DNA recombinant yang berasal dari HbsAg yang diproduksi melalui teknologi DNA recombinant pada sel ragi. Sedangkan Vaksin campak mengandung virus campak hidup yang dilemahkan.
Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan KIPI (KN PP KIPI), KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi.

B.     Saran
Sebaiknya orang tua memberikan imunisasi kepada anaknya agar terhindar dari penyakit.




DAFTAR PUSTAKA

Depkes.1993.Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga. Jakarta: Depkes RI
Dewi, Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan neonatus Bayi dan Balita. Jakarta: Salemba medika
Muslihatun, Wafi Nur.2010.Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitra Maya
Ranuh, I.G.N.,dkk.2008.Pedoman Imunisasi Di Indonesia Di Indonesia.Jakarta: BPIDAK

No comments:

Post a Comment