Tuesday 11 October 2022

LAPORAN PENDAHULUAN DM

 

DM (DIABETES MELITUS)

 

A.       PENGERTIAN

Diabetes Melitus (DM) merupakan keadaan hiperglikemia kronik yang disertai dengan berbagai kelainan metabolic yang diakibatkan oleh gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai macam komplikasi kronik pada organ mata, ginjal, saraf, pembuluh darah disertai lesi pada membrane basalis dalam dengan menggunakan pemeriksaan dalam mikroskop electron (Sustrani,2014).

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Bilous, 2015).

B.        ETIOLOGI

Menurut Rendy (2015) etiologi pada Diabetes Mellitus dibagi menjadi 2, yaitu:

1.         Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)

a.         Faktor genetik

       Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.

b.         Faktor imunologi

       Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

c.         Faktor lingkungan

      Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.

2.       Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel.

Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:

1.         Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun).

2.         Obesitas.

3.         Riwayat keluarga

4.         Kelompok etnik

C.        MANIFESTASI

Menurut Sudoyo (2014) manifestasi diabetes di bagi menjadi 2, yaitu tipe 1 dan tipe 2, sebagai berikut:

1.         Diabetes Tipe I

a.      hiperglikemia berpuasa

b.      keletihan dan kelemahan

c.      ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)

2.         Diabetes Tipe II

a.      gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur

b.      komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer).

Gejala permulaannya adalah parestesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan atau peningkatan kepekaan) dan rasa terbakar (khususnya pada malam hari) dan bertambah lanjutnya kaki merasa mati rasa. Di samping itu, penurunan fungsi proprioseptif (kesadaran terhadap postur serta gerakan tubuh dan terhadap posisi serta berat benda yang berhubungan dengan tubuh) dan penurunan sensibilitas terhadap sentuhan ringan dapat menimbulkan gaya berjalan yang terhuyung-huyung. Penurunan sensibilitas nyeri dan suhu membuat penderita kaki diabetes beresiko untuk mengalami cedera dan infeksi pada kaki tanpa diketahui.

D.       PATHOFISIOLOGI

1.         Diabetes tipe I

Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).

Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia.

Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian (Armstrong,2010) .

2.         Diabetes tipe II

Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).

Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Armstrong,2010).

E.      PATHWAY



A.       PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemerisaan penunjang pada Diabetes Mellitus, menurut Sujono & Sukarmin (2016) sebagai berikut:

1.         Glukosa darah

·           Gula Darah Puasa (GDP). Maksudnya adalah gula darah yang diukur pada saat seseorang tidak makan atau minum sesuatu yang mengandung gula selama delapan jam terakhir, nilai normal gula darah puasa adalah antara 70 dan 100 mg/dL

·           Gula darah 2 jam setelah makan (GDPP). Kadar gula darah yang diambil (diukur) pada saat 2 jam setelah makan kurang dari 140 mg/dL

·           Gula Darah Sesat (GDS). Pengukuran kadar gula darah kapan saja selain waktu di atas, nilai normalnya adalah 70 – 200 mg/dL.

2.         Elektrolit

Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.

3.         Trombosit darah

Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.

4.         Gas darah arteri

Menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3.

B.        PENGKAJIAN

1.         Pengumpulan data

Data biasa diperoleh dari pasien, keluarga, orang terdekat maupun dari catatan medis.

2.         Biodata

Identitas pasien, meliputi : nama, umur, suku bangsa, jenis kelamin, dan pekerjaan.

Identitas penanggung jawab : nama, jenis kelamin, alamat, pendidikan, hubungan dengan pasien.

3.         Riwayat kesehatan

a.         Keluhan utama akan ditemukan tanda poliuria, polidipsia, polipagia, penurunan bb kelelahan.

b.         Riwayat kesehatan masa lalu kegemukan berlangsung lama, riwayat melahirkan anak dari 4kg, riwayat glukosuria.

c.         Riwayat kesehatan keluarga adanya riwayat keluarga tentang penyakit diabetes millitus.

4.         Pemeriksaan fisik meliputi : keadaan umum, bb, ttv, menurut NANDA 2016  kemungkinan data yang diperoleh dari penyakit diabetes millutus.

a.         Aktivitas / istirahat

Gejala : lemah, letih, sulit bernafas, keram otot, tonus otot menurun, gangguan istirahat / tidur.

Tanda : takikardi, takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas, betargi.

b.         Sirkulasi

Gejala : ada riwayat hipertensi, kesemutan pada ekstrimitas ulkus pada kaki.

Tanda : takikardi, hipertensi, nadi menurun atau tak ada distritmia, kulit panas, kering dan kemerahan, mata cekung.

c.         Integritas ego

Gejala : stress

Tanda : ansietas, eka rangsang

d.        Eliminasi

Gejala : polliuria, rasa nyeri, kesulitan berkemih, diare

Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuria, diare

e.         Makanan

Gejala : mual/muntah, hilang nafsu makan, penurunan bb, haus

Tanda : kulit kering/bersisik, turogor kulit jelek, muntah, distensi abdomen, nafas berbau aseton.

f.         Nyeri/ ketidaknyamanan

Gejala : abdomen yang tegang/nyeri

Tanda : takikardi, takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas.

C.        DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.         Keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan BB

2.         Nyeri akut berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan perifer.

3.         Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.

D.       INTERVENSI KEPERAWATAN

DX

KEP

Tujuan

Intervensi

Rasional

1

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien dapat mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal

KH:

·         Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler

·         Warna kulit disekitar luka tidak pucat/sianosis

·         Kulit sekitar luka teraba hangat

·         Oedem tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah

·         Sensorik dan motorik membaik

1.       Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi

2.       Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah: tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung (posisi elevasi pada waktu istirahat), hindari penyilangan kaki, hindari penggunaan bantal di belakang lutut dan sebagainya, hindari balutan ketat

3.       Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa: hindari diet tinggi kolesterol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.

4.       Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen.

1.       Dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah

2.       Meningkatkan dan melancarkan aliran darah sehingga tidak terjadi oedema.

3.       Kolesterol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek stres.

4.       Pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, terapi oksigen untuk memperbaiki oksigenisasi daerah ulkus/gangren

2

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam pasien dapat tercapainya proses penyembuhan luka.
KH:

·         Berkurangnya oedema sekitar luka

·         Pus dan jaringan berkurang

·         Adanya jaringan granulasi

·         Bau busuk luka berkurang

1.       Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan

2.       Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel
pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.

3.       Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus
pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.

 

1.       Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan
akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya

2.       Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi
luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul,
sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi

3.       Insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur
pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk
pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan
penyakit.

3

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam rasa nyeri     hilang/berkurang

KH:

·         Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang atau hilang.

·         Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi nyeri.

·         Elspresi wajah pasien rileks.

·         Tidak ada keringat dingin

·         Tanda vital dalam batas normal.(S : 36 – 37,5C, N: 60 – 80 x /menit, T : 120/80mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).

1.       Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien

2.       Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri

3.       Ciptakan lingkungan yang tenang

4.       Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi

5.       Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien

6.       Lakukan massage saat rawat luka

7.       Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.

1.       Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien

2.       pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan

3.       Rangsang yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri

4.       Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien

5.       Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin

6.       Massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus

7.       Obat-obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Armstrong, D & Lawrence, A. (2010). Diabetic FooUlcers, prevention, Diagnosis and Classification. Jakarta: EGC

Bilous, R. W. (2015). Bimbingan Dokter pada Diabetes. Jakarta: Dian Rakyat.

Johnson, J. Y. [et al]. (2014). Prosedur Perawatan di Rumah Pedoman untuk      Perawat. Jakarta: EGC.

Rendy, M. C & Margareth, T.H. (2015). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah & Penyakit Dalam. Jogyakarta: Nuha Medika.

Sudoyo, A. W. [et al]. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta:Interna Publishing.

Sujono & Sukarmin (2016). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sustrani, L. [et al]. (2014). Diabetes. Jakarta: Gramedia.