1. Perkembangan Motorik Kasar
Menurut Hurlock
(2002) perkembangan motorik adalah perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah
melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang terkoordinasi. Perkembangan
motorik meliputi motorik kasar dan halus.
Menurut
(Soetjiningsih, 2003) perkembangan gerakan motorik kasar yaitu aspek yang
berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh dan biasanya memerlukan tenaga,
karena dilakukan oleh otot-otot tubuh yang lebih besar. Menurut Endah (2008)
perkembangan motorik kasar adalah perkembangan gerak gerakan tubuh yang
menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang
dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri. Contohnya: menegakkan kepala,
tengkurap, merangkak, berjalan, berlari, dsb.
Menurut
(Soetjiningsih, 2003) perkembangan gerakan motorik halus yaitu gerakan yng
melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dn dilakukan otot-otot kecil,
tetapi diperlukan koordinasi yang cermat. Menurut Endah (2008) perkembangan
motorik halus adalah perkembangan gerakan yang menggunakan otot-otot halus atau
sebagian anggota tubuh tertentu. Contohnya: memegang benda kecil dengan jari
telunjuk dan ibu jari memasukkan benda kedalam botol, menggambar, dll.
Menurut Wong (2009)
keterampilan motorik kasar mayor selama masa todler adalah perkembangan
lokomosi. Pada usia 12 sampai 13 bulan todler sudah apat berjalan sendiri
dengan jarak kedua kaki melebar untuk keseimbangan ekstra dan pada 18 bulan
mereka berusaha lari tetapi mudah terjatuh. Antara usia 2 dan 3 tahun, posisi
tegak dengan dua kaki menunjukkan peningkatan koordinasi dan keseimbangan. Pada
usia 2 tahun todler adpat berjalan menaiki dan menuruni tangga, dan pada usia
2½ tahun mereka dapat melompat, menggunakan kedua kaki, berdiri pada satu kaki
selama satu atau dua detik, dan melakukan beberapa langkah dengan berjinjit.
Pada akhir tahun kedua mereka dapat berdiri dengan satu kaki, berjalan jinjit
dan menaiki tangga dengan berganti-ganti kaki.
a.
Perkembangan
motorik kasar
Perkembangan
motorik kasar pada tiap tahap perkembangan anak adalah sebagai berikut.
1)
Masa
Neonatus (0 - 28 hari)
Perkembangan motorik
kasar yang dapat dicapai pada usia ini diawali dengan tanda gerakan seimbang
pada tubuh dan mulai mengangkat kepala.
2)
Masa
Bayi (28 hari - 1 tahun)
(a)
Usia
1 - 4 Bulan
Perkembangan motorik
kasar pada usia ini dimulai dengan kemampuan rnengangkat kepala saat tengkurap,
mencoba duduk sebentar dengan ditopang, rnampu duduk dengan kepala tegak, jatuh
terduduk di pangkuan ketika disokong pada posisi berdiri, kontrol kepala
sempurna, mengangkat kepala sambil berbaring telentang, berguling dan telentang
ke miring, posisi lengan dan tungkai kurang fleksi, dan berusaha untuk
merangkak.
(b)
Usia
4 - 8 Bulan
Perkembangan motorik
kasar awal bulan ini dapat dilihat pada perubahan dalam aktivitas, seperti
posisi telungkup pada alas dan sudah mulai mengangkat kepala dengan melakukan
gerakan menekan kedua tangannya. Pada bulan ke-4 sudah mampu memalingkan kepala
ke kanan dan ke kiri, duduk dengan kepala tegak; membalikkan badan; bangkit
dengan kepala tegak; menumpu beban pada kaki dengan lengan berayun ke depan dan
ke belakang; berguling dan telentang ke tengkurap; serta duduk dengan bantuan
dalam waktu yang singkat.
Usia 8 - 12 Bulan
Perkembangan motorik
kasar dapat diawali dengan duduk tanpa pegangan, berdiri dengan pegangan,
bangkit lalu berdiri, berdiri 2 detik, dan berdiri sendiri.
3)
Masa
Anak (1 - 2 Tahun)
Dalam perkembangan
masa anak terjadi perkembangan motorik kasar secara signifikan. Pada rnasa ini
anak sudah mampu melangkah dan berjalan dengan tegak. Sekitar usia 18 bulan
anak mampu menaiki tangga dengan cara satu tangan dipegang. Pada akhir tahun
ke-2 sudah mampu berlari-lari kecil, menendang bola, dan mulai mencoba
melompat.
4)
Masa
Prasekolah
Perkembangan motorik
kasar masa prasekolah ini dapat diawali dengan kemampuan untuk berdiri dengan
satu kaki selama 1 - 5 detik, melompat dengan satu kaki, berjalan dengan tumit
ke fari kaki, menjelajah, membuat posisi merangkak, dan berjalan dengan bantuan
(Wong, 2000).
b.
Prinsip
Perkembangan Motorik
Hurlock (2002)
menyatakan dari beberapa studi perkembangan motorik yang diamatinya, ada lima
prinsip perkembangan motorik yaitu:.
1) Perkembangan motorik kasar bergantung pada kematangan
otot dan syaraf
Perkembangan
motorik sangat dipengaruhi oleh organ otak. Otak mengatur setiap gerakan yang
dilakukan anak. Semakin matangnya perkembangan sistem syaraf otak yang mengatur
otot, semakin baik kemampuan motorik anak. Hal ini juga didukung oleh kekuatan
otot anak yang baik.
2) Perkembangan yang berlangsung terus menerus
Perkembangan
motorik berlangsung secara terus menerus sejak pembuahan. Urutan perkembangan
cephalocaudal dapat dilihat pada masa awal bayi, pengendalian gerakan lebih
banyak di daerah kepala. Saat perkembangan syaraf semakin baik, pengendalian
gerakan dikendalikan oleh batang tubuh kemudian di daerah kaki.
Perkembangan secara
proximodistal dimulai dari gerakan sendi utama sampai gerakan bagian tubuh
terpencil. Misal bayi menggunakan bahu dan siku dalam bergerak sebelum menggunakan
pergelangan tangan dan jari tangan.
3) Perkembangan motorik memiliki pola yang dapat diramalkan
Perkembangan
motorik dapat diramalkan ditunjukkan dengan bukti bahwa usia ketika anak mulai
berjalan konsisten dengan laju perkembangan keseluruhannya. Misalnya, anak yang
duduknya lebih awal akan berjalan lebih awal ketimbang anak yang duduknya terlambat.
4) Reflek primitif akan hilang dan digantikan dengan gerakan
yang disadari
Reflek primitif
ialah gerakan yang tidak disadari, berlangsung secara otomatis dan pada usia
tertentu harus sudah hilang karena dapat menghambat gerakan yang disadari.
5) Urutan perkembangan pada anak sama tetapi kecepatannya
berbeda
Tahap perkembangan
motorik setiap anak sama. Akan tetapi kondisi bawaan dan lingkungan
mempengaruhi kecepatan perkembangannya.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motorik
Kasar
a. Faktor genetik
Faktor genetik
merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak.
Melalui instruksi genetik yang terkandung di dalam sel telur yang telah
dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuanttas pertumbuhan. Ditandai dengan
intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat senstivitas jaringan terhadap
rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang. Termasuk faktor
genetik antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik,
jenis kelamin, suku bangsa atau bangsa. Potensi genetik yang bermutu hendaknya
dapat berinteraksi dengan lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil
akhir yang optimal. Gangguan pertumbuhan di negara maju lebih sering diakibatkan
oleh faktor genetik ini. Sedangkan di negara yang sedang bekembang, gangguan
permbuhan selain diakibatkan oleh faktor genetik, juga faktor lingkungan yang
kurang memadai untuk tumbuh kembang anak yang optimal, bahkan kedua faktor ini
dapat menyebabkan kematian anak-anak sebelum mencapai usia balita. Disamping
itu, banyak penyakit keturunan yang disebabkan oleh kelainan kromosom, seperti
sindrom Down, sindrom Turner, dll.
b. Faktor Lingkugan
Lingkungan
merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan.
Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan,
sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya. Lingkungan ini merupakan
lingkungan “bio-fisiko-psiko-sosial” yang mempengaruhi individu setiap hari, mulai
dari konsepsi sampai akhir hayatnya
1)
Imunisasi
a)
Definisi Imunisasi
Menurut Riyadi dan
Sukarmin (2009) imunisasi merupakan reaksi antara antigen dan antibodi, yang
dalam bidang Ilmu Imunologi merupakan kuman atau racun (toxin disebut sebagai antigen). Secara khusus antigen merupakan
bagian dari protein kuman atau protein racunnya. Bila antigen untuk pertama
kalinya masuk ke dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh akan
membentuk zat anti terhadap racun kuman yang disebut dengan antibodi.
Imunisasi adalah
suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan
tubuh terhadap suatu penyakit, dengan memasukkan kuman atau produk kuman yang
sudah dilemahkan atau dimatikan. Dengan memasukkan kuman atau bibit penyakit
tersebut diharapkan tubuh dapat menghasilkan Zat Antibodi yang pada akhirnaya
nanti digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang menyerang
tubuh (BKKBN, 1998).
Imunisasi adalah
upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan tubuh (imunitas) pada
bayi atau anak, sehingga terhindar dari penyakit (Depkes, 2000). Imunisasi
adalah suatu prosedur rutin yang akan menjaga kesehatan anak. Kebanyakan dari
imunisasi ini adalah untuk memberi perlindungan menyeluruh terhadap
penyakit-penyakit yang berbahaya dan sering terjadi pada -tahun-tahun awal
kehidupan seorang anak (Suririnah, 2007). Imunisasi adalah memberi vaksin ke
dalam tubuh berupa bibit penyakit, yang dilemahkan yang menyebabkan tubuh
memproduksi antibodi tetapi tidak menimbulkan penyakit, bahkan anak menjadi
kebal (Profil Kesehatan Profinsi Jawa Tengah, 2003).
Imunisasi dasar
adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang
perlindungan. Imunisasi diberikan pada bayi antara umur 0-12 bulan, yang
terdiri dari imunisasi BCG, DPT (1,2,3), Polio (1,2,3,4), Hepatitis B (0,1,2,3),
dan campak (Pedoman penyelengaraan Imunisasi, 2005).
Imunisasi lanjutan
adalah imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan diatas ambang perlindungan
atau untuk memperpanjang masa perlindungan. (Pedoman penyelenggaraan Imunisasi, 2005).
b)
Prinsip Dasar Pemberian Imunisasi
Menurut Riyadi dan
Sukarmin (2009) prinsip dasar pemberian imunisasi adalah:
(1) Bila ada antigen (kuman, bakteri, virus, parasit, racun
kuman memasuki tubuh maka tubuh akan berusaha menolaknya, tubuh membuat zat
anti berupa antibodI atau anti toxin.
(2) Reaksi tubuh pertama kali terhadap antien berlangsung
secara lambat dan lemah, sehingga tak cukup banyak antibody yang terbentuk.
(3) Pada reaksi atau respon yang kedua, ketiga, dan
seterusnya tubuh sudah mulai lebih mengenal jenis antigen tersebut.
(4) Setelah beberapa waktu, jumlah zat anti dalam tubuh akan
berkurang. Untuk mempertahankan agar tetap kebal, perlu diberikan
antigen/suntikan/imunisasi ulang.
(5) Kadar antibodi yang tinggi dalam tubuh menjamin anak akan
sulit untuk terserang penyakit.
c)
Tujuan Imunisasi
Menurut Marimbi (2010) tujuan imunisasi adalah:
(1) Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang.
(2) Menghilangkan penyakit tertentu pada populasi.
(3) Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat
mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit
yang sering berjangkit.
d)
Manfaat Imunisasi
Menurut Marimbi (2010) manfaat imunisasi adalah:
(1) Untuk Anak
Mencegah penderitaan
yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.
(2) Untuk Keluarga
Menghilangkan kecemasan
dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga
apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang
nyaman.
(3) Untuk Negara
Memperbaiki tingkat
kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan
pembangunan negara.
e)
Macam-Macam Imunisasi
Menurut Riyadi dan Sukarmin (2009) terdapat 2
macam imunisasi yaitu imunisasi pasif dan imunisasi aktif.
(1) Imunisasi pasif
Disini tubuh tidak
membuat sendiri zat anti akan tetapi tubuh mendapatkannya dari luar dengan cara
menyuntikkan bahan atau serum yang telah mengandung zat anti. Atau anak
tersebut mendapatkannya dari ibu saat dalam kandungan.
(2) Imunisasi aktif
Merupakan imunisasi
yang dilakukan dengan cara menyuntikkan antigen ke dalam tubuh sehingga tubuh
anak sendiri yang akan membuat zat antibody yang akan bertahan bertahun-tahun
lamanya. Imunisasi aktif ini akan lebih bertahan lama daripada imunisasi pasif.
Berikut ini akan
dijelaskan mengenai pemberian vaksin dalam kaitannya dengan imunisasi aktif
(Riyadi dan Sukarmin, 2009):
(a) Vaksin Polio
Bibit penyakit yang
menyebabkan polio adalah virus. Vaksin yang digunakan oleh banyak negara adalah
vaksin hidup (yang telah dilemahkan), vaksin ini berbentuk cair, kemasannya
sebanyak 1 cc atu 2 cc dalam flakon yang dilengkapi dengan pipet untuk
meneteskan vaksin. Permberian secara oral sebanyak 2 tetes langsung dari botol
ke mulut bayi dengan tanpa menyentuh mulut bayi. Vaksin polio oral ini mudah
dan cepat rusak jika terkena panas apabila dibandingkan dengan vaksin lainnya.
(b) Vaksin Campak
Bibit penyakit yang
menyebabkan campak (meales) adalah virus. Vaksin yang digunakan adalah vaksin
hidup yang sudah dilemahkan. Kemasan dalam flakon dalah berbentuk
gumpalan-gumpalan yang beku dan kering untuk kemudian dilarutkan dalam 5 cc
cairan. Potensi vaksin yang sudah dilarutkan akan cepat menurun, vaksin ini
mudah rusak oleh panas.
(c) Vaksin BCG (Bacillus
Calmet Guirnet)
Vaksin BCG
melindungi anak terhadap tuberkulosis (TBC), dibuat dari bibit penyakit hidup
yang telah dilemahkan. Vaksin ini berasal dari bakteri, bentuknya beku, kering
seperti campak, jika telah dilarutkan harus segera digunakan maksimal 3 jam,
mudah rusak jika terkena sinar matahari langsung, sehingga kemasannya terbuat
dari botol yang berwarna gelap.
(d) Vaksin DPT (Difteri
Pertusis Tetanus)
Terdiri dari toxoid difteri, bakteri pertusis dan
tetanus toxoid, apat disimpan dalam suhu 2-8 derajat celcius. Kemasan yang
digunakan adalah 5 cc untuk DPT, 5 cc untuk TT dan 25 cc untuk DT.
(e) Vaksin Toxoid Difteri
Merupakan bagian
dari vaksin DPT atau DT, vaksin dibuat dari toxoid
yang merupakan racun yang telah dilemahkan, ini akan rusak jika dibekukan dan juga bisa rusak
oleh panas.
f)
Jadwal Imunisasi
Jadwal imunisasi dasar
lengkap sesuai Buku Kesehatan Ibu dan Anak dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pati
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap
Umur
|
Jenis Imunisasi
|
0-7 hari
|
Hepatitis B 1
|
1 bulan
|
BCG
|
2 bulan
|
Hepatitis B 2,
DPT 1, Polio 1
|
3 bulan
|
Hepatitis B 3,
DPT 2, Polio 2
|
4 bulan
|
DPT 3, Polio 3
|
9 bulan
|
Campak, Polio 4
|
2)
Status Gizi
a)
Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan
nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak.
Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh
keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient. Penelitian status gizi
merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan
riwayat diit (Supariasa, 2002).
Status Gizi merupakan ekspresi satu aspek atau lebih dari
nutriture seorang individu dalam suatu variabel (Hadi, 2002). Status Gizi
adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu,
merupakan indeks yang statis dan agregatif sifatnya kurang peka untuk melihat
terjadinya perubahan dalam waktu penduduk misalnya bulanan (Anonim, 2007).
Sedangkan menurut Ibnu Fajar dkk (2002), status gizi adalah ekspresi dari
keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu.
Status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui
oleh setiap orang tua. Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia
balita didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini,
bersifat irreversible (tidak dapat
pulih). Data tahun 2007 memperlihatkan 4 juta balita Indonesia kekurangan gizi,
700 ribu diantaranya mengalami gizi buruk. Sementara yang mendapat program
makanan tambahan hanya 39 ribu anak. Ditinjau dari tinggi badan, sebanyak 25,8
persen anak balita Indonesia pendek (SKRT 2004). Ukuran tubuh yang pendek ini
merupakan tanda kurang gizi yang berkepanjangan. Lebih jauh, kekurangan gizi
dapat mempengaruhi perkembangan otak anak. Padahal, otak tumbuh selama masa
balita. Fase cepat tumbuh otak berlangsung mulai dari janin usia 30 minggu
sampai bayi 18 bulan.
Menurut ahli gizi dari IPB, Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan,
MS, standar acuan status gizi balita adalah Berat Badan menurut Umur (BB/U),
Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB), dan Tinggi Badan menurut Umur (TB/U).
Sementara klasifikasinya adalah normal, underweight (kurus), dan gemuk. Untuk
acuan yang menggunakan tinggi badan, bila kondisinya kurang baik disebut
stunted (pendek). Pedoman yang digunakan adalah standar berdasar tabel WHO-NCHS
(National Center for Health Statistics).
Status gizi pada balita dapat diketahui dngan cara mencocokkan umur anak (dalam
bulan) dengan berat badan standar tabel WHO-NCIdS, bila berat badannya kurang,
maka status gizinya kurang.
Di Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), telah disediakan
Kartu Menuju Sehat (KMS) yarg juga bisa digunakan untuk memprediksi status gizi
anak berdasarkan kurva KMS. Perhatikan dulu umur anak, kemudian plot berat
badannya dalam kurva KMS. Bila masih dalam batas garis hijau maka status gizi
baik, bila di bawah garis merah, maka status gizi buruk. Bedanya dengan balita,
status gizi orang dewasa menggunakan acuan Indeks Massa Tubuh (IMT) atau
disebut juga Body Mass Index (BMI). Nilai IMT diperoleh dengan menghitung berat
badan (dalam kg) dibagi tinggi badan kuadrat (dalam meter persegi). IMT normal
bila angkanya antara 18,5 dan 25; kurus bila kurang dari 18,5; dan gemuk bila
lebih dari 25. Sebagai contoh orang
bertinggi 1,6 meter, maka berat badan ideal adalah 48-64 kg. Parameter yang
umum digunakan untuk menentukan status gizi pada balita adalah berat badan,
tinggi badan, dan lingkar kepala. Lingkar kepala sering digunakan sebagai
ukuran status gizi untuk menggambarkan perkembangan otak. Sementara parameter
status gizi balita yang umum digunakan di Indonesia adalah berat badan menurut
umur. Parameter ini dipakai menyeluruh di Posyandu.
b)
Kebutuhan Gizi Balita
Menurut Marimbi (2010) kebutuhan gizi seseorang adalah
jumlah yang diperkirakan cukup untuk memelihara kesehatan pada umumnya. Secara
garis besar, kebutuhan gizi ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktivitas,
berat badan, dan tinggi badan. Antara asupan zat gizi dan pengeluarannya harus
ada keseimbangan sehingga diperoleh status gizi yang baik. Status gizi balita
dapat dipantau dengan menimbang anak setiap bulan dan dicocokkan dengan Kartu
Menuju Sehat (KMS).
(1) Kebutuhan
energi bayi dan balita relatif besar dibandingkan dengan orang dewasa, sebab
pada usia tersebut pertumbuhannya masih sangat pesat. Kecukupannya akan semakin menurun
seiring dengan bertambahnya usia.
(2) Kebutuhan zat pembangun.
(3) Secara fisiologis, balita sedang dalam
masa pertumbuhan sehingga kebutuhannya relatif lebih besar daripada orang
dewasa. Namun, jika dibandingkan dengan bayi yang usianya kurang dari satu
tahun, kebutuhannya relatif lebih kecil. (lihat daftar tabel II).
(4) Kebutuhan zat pengatur.
(5) Kebutuhan air bayi dan balita dalam
sehari berfluktuasi seiring dengan bertambahnya usia.
(6) Beberapa hal yang mendorong terjadinya
gangguan gizi. Ada
beberapa hal yang sering merupakan penyebab terjadinya gangguan gizi, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai penyebab langsung gangguan gizi,
khususnya gangguan gizi pada bayi dan anak usia dibawah lima tahun (balita) adalah tidak sesuainya
jumlah gizi yang mereka peroleh dari makanan dengan kebutuhan tubuh mereka.
c)
Metode Penilaian Status Gizi
Menurut Marimbi (2010) penilaian status gizi dapat dibagi
2 (dua):
(1) Penilaian status gizi secara langsung
(a) Antropometri
(b) Biokimia
(c) Biofisik
(2) Penilaian status gizi secara tidak langsung
(a) Survei konsumsi makanan
(b) Statistik vital
(c) Faktor Ekologi
d)
Penilaian Status Gizi Anak
Ada beberapa cara melakukan penilaian status
gizi pada kelompok masyarakat. Salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh
manusia yang dikenal dengan Antropometri. Dalam pemakaian untuk penilaian
status gizi, antropometri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan
variabel lain. Variabel
tersebut adalah sebagai berikut :
(1) Umur
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan
status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang
salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi
tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan
yang sering muncul adalah adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun.
Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya
adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur
adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan (Depkes
RI, 2004).
(2) Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang
memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat
peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun
konsumsi makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks
BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat
perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya
memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan karena
hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur,
tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari
waktu ke waktu (Djumadias Abunain, 1990).
(3) Tinggi Badan
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi
pertumbuhan yang dilihat dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi
badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan
dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita.
Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U (tinggi badan menurut umur),
atau juga indeks BB/TB (Berat Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan
karena perubahan tinggi badan yang
lambat dan biasanya hanya dilakukan
setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan
lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun
(Depkes RI, 2004).
Berat badan dan tinggi badan adalah salah
satu parameter penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya
yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB
merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi
pertumbuhan dan komposisi tubuh (M.Khumaidi, 1994).
Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan
lebih jelas dan sensitive/peka dalam menunjukkan keadaan gizi kurang bila dibandingkan dengan penggunaan BB/U.
Dinyatakan dalam BB/TB, menurut standar WHO bila prevalensi kurus/wasting < - 2SD diatas 10%
menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat serius dan berhubungan langsung dengan angka kesakitan.
Tabel 2.3. Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks
BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku
Antropometeri WHO-NCHS
No
|
Indeks yang dipakai
|
Batas
Pengelompokan
|
Sebutan Status Gizi
|
1.
|
BB/U
|
- <-3 SD
- -3 s/d <-2 SD
- -2 s/d +2 SD
- > +2 SD
|
-
Gizi buruk
-
Gizi kurang
-
Gizi baik
-
Gizi lebih
|
2.
|
TB/U
|
-
< -3 SD
-
-3 s/d <-2 SD
-
-2 s/d +2 SD
-
>+2 SD
|
-
Sangat Pendek
-
Pendek
-
Normal
-
Tinggi
|
3.
|
BB/TB
|
-
<- SD
-
-3 s/d <-2 SD
-
-2 s/d +2 SD
-
>+2 Sd
|
-
Sangat kurus
-
Kurus
-
Normal
-
Gemuk
|
Sumber: Depkes
RI, 2004
Data baku WHO-NCHS indeks BB/U,
TB/U dan BB/TB disajikan dalan dua versi yakni persentil (persentile) dan skor
simpang baku (standar deviation score = z). Menurut
Waterlow,et,al, gizi anak-anak dinegara-negara yang populasinya relatif baik (well-nourished), sebaiknya digunakan
“presentil”, sedangkan di negara untuk anak-anak yang populasinya relatif
kurang (under nourished) lebih baik
menggunakan skor simpang baku (SSB) sebagai persen terhadap median baku rujukan
(Supariasa, 2002).
3)
Pola Asuh Orang Tua
a)
Pengertian
Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh orang tua dapat
diartikan sebagai interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan
kegiatan pengasuhan. Pangasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing dan
mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan
norma-norma yang ada dalam masyarakat (Tarmudji, 2001).
Pola asuh orang tua adalah
upaya orang tua dalam mengasuh, merawat, membesarkan dan mendidik seorang anak
yang dapat mempengaruhi kualitas anak baik biologis, psikologis atau sosial .
Dalam melakukan tugas-tugas perkembangannya, individu banyak dipengaruhi oleh
peranan orang tua tersebut. Peranan orang tua itu memberikan lingkungan yang
memungkinkan anak dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya (Setyo-negoro,
2003).
Cara orang tua mengasuh,
mendidik serta merawat anak dipengaruhi oleh berbagai macam faktor antara lain
faktor budaya, agama, kebiasaan, status ekonomi dan kepercayaan serta
kepribadian orang tua. Selain itu faktor pola asuh yang diterapkan pada anak
biasanya sangat dipengaruhi oleh pola asuh yang diterima orang tua semasa
kecil. Fungsi pola asuh dari orang tua adalah menganjurkan anak dan menerima
pengekangan yang dibutuhkan dan membantu mengarahkan emosi anak ke dalam jalur
yang berguna dan diterima secara sosial (Setyonegoro, 2003).
Menurut Shaleh (2009)
pemberian rasa sayang, rasa aman, atau dilindungi akan selalu ada pada setiap
orang tua. Tidak mungkin orang tua akan mencelakai dan membahayakan kehidupan
anaknya, kecuali orang tua tersebut adalah orang yang tidak bertanggung jawab
dan tidak menginginkan kehadiran anak akibat dari kehadirannya yang diproses
dengan jalan yang tidak sah. Jangankan manusia, harimau pun tidak akan pernah
memakan anaknya sendiri. Oleh karena itu, jelaslah bahwa orang tua selalu
mempunyai naluri untuk memberi rasa sayang, rasa aman, melindungi, menafkahi,
dan membantu sang anak untuk pertumbuhan dn perkembangan secara optimal dan
maksimal.
Namun, hal yang menjadi
perhatian disini adalah bagaimana melakukan perilaku asah terhadap anak, sebab
tidak semua orang tua bisa melakukannya dengan tepat dan sesuai. Oleh karena
itu, dibutuhkan orang tua yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, kesabaran,
dan ketekunan untuk memberikan perilaku asah tersebut. Tanpa hal itu, semua
orang tua tidak akan mengetahui tentang cara memberikan stimulasi dan
rangsangan terhadap anak. Mungkin saja, orang tua secara naluri telah melakukan
perilaku yang asah tersebut, tetapi hal itu tidak disadari dan tanpa
perencanaan, serta ia tidak mengetahui manfaatnya. Oleh karena itu, pengetahuan
tentang stimulasi dini dan manfaatnya menjadi sangat penting agar pemberian
perilaku asah terhadap anak bisa berjalan secara maksimal dan optimal.
b)
Tipe-
tipe Pola Asuh Orang Tua
Menurut Baumrind (2002)
ada tiga macam jenis pola asuh orang tua yang berhubungan dengan aspek-aspek
yang berbeda dalam perilaku sosial remaja antara lain:
(1) Pola asuh autoritarian atau pola asuh otoriter
Adalah gaya pola asuh orang tua yang membatasi dan
bersifat menghukum yang mendesak remaja untuk mengikuti petunjuk orang tua dan
untuk menghormati pekerjaan dan usaha. Orang tua yang bersifat otoriter membuat
batasan dan kendali yang tegas terhadap remaja dan hanya melakukan sedikit
komunikasi verbal. Pengasuhan
otoriter ini berkaitan dengan perilaku sosial remaja yang cakap. Remaja dengan
orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter biasanya seringkali merasa cemas
akan perbandingan sosial, tidak mampu memulai sesuatu kegiatan, dan memiliki
kemampuan komunikasi yang rendah.
(2) Pola asuh autoritatif (demokratis)
Dimana pola asuh tersebut
mendorong untuk bebas tetapi tetap memberikan batasan dan mengendalikan
tindakan-tindakan mereka. Komunikasi verbal timbal balik bisa berlangsung
secara dengan bebas, dan orang tua bersikap hangat dan bersifat membesarkan
hati remaja. Pengasuhan dengan sistem demokratis berkaitan dengan perilaku
sosial remaja yang kompeten. Remaja dengan pola asuh ini akan mmempunyai
kesadaran diri dan tanggung jawab sosial yang cukup tinggi.
(3) Pola asuh permisif
Pola asuh permisif ini
dapat dibedakan menjadi dua macam :
(a) Pola asuh permisif tidak peduli (Premissive-indiifferent
parenting) adalah suatu pola di mana orang tua tidak mau ikut campur dalam
kehidupan remaja. Remaja sangat membutuhkan perhatian orang tua mereka, orang
tua yang menerapkan pola asuh ini mendapat kesan bahwa aspek lain dari
kehidupan orang tua lebih penting daripada anaknya. Remaja dengan pola asuh
permisif - tidak peduli biasanya tidak cakap secara sosial, mereka menunjukkan
pengendalian diri yang buruk dan tidak bisa menangani kebebasan dengan baik.
(b) Pola asuh permisif-memanjakan (permissive-indulgent
parenting) adalah
suatu pola asuh dimana orang tua sangat terlibat dengan remaja tetapi sedikit
sekali menuntut atau mengendalikan mereka. Pengasuhan permissife-memanjakan
berkaitan dengan ketidak cakapan sosial remaja, terutama kekurangannya dalam
mengendalikan diri.
c)
Pemberian
Stimulasi Kepada Anak
Menurut Shaleh (2009) stimulasi dini adalah rangsangan yang dilakukan
sejak bayi baru lahir (bahkan sebaiknya sejak janin enam bulan berada di dalam
kandungan) dan dilakukan setiap hari untuk merangsang semua sistem indra (pendengaran,
penglihatan, peraba, pembau, pengecap). Selain itu, orang tua harus merangsang
gerak kasar dan halus pada kaki, tangan, dan jari-jari; mengajak berkomunikasi;
serta merangsang perasaan yang menyenangkan pada pikiran bayi dan balita.
Sebaiknya, stimulasi dilakukan setiap kali ada
kesempatan berinteraksi dengan bayi atau balita. Misalnya, ketika memandikan,
mengganti popok, menyusui, menyuapi makanan, menggendong, mengajak
berjalan-jalan, bermain, menonton televisi, di dalam kendaraan, atau menjelang
tidur.
Rangsangan dan stimulasi yang dilakukan dengan
suasana bermain dan kasih sayang sejak lahir, secara terus-menerus dan
bervariasi, akan merangsang pembentukan cabang-cabang sel-sel otak dan melipatgandakan
jumlah hubungan antar sel otak, sehingga membentuk sirkuit otak lebih kompleks
dan canggih. Semakin sering, bervariasi, dan berkelanjutanm maka semakin
canggih dan kuat sirkuit yang terbentuk, sehingga akan memacu berbagai aspek
kecerdasan (kecerdasan majemuk) pda anak, yaitu kecerdasan logika matematis,
emosi, komunikasi bahasa, musikal, gerak (kinestetik), visual-spasial, atau
seni rupa.
Untuk memberikan stimulasi yang tepat dan optimal,
berikut ini beberapa stimulasi yang bisa diberikan pada anak sejak dini hingga
berusia 3 atau 4 tahun:
(1)
Stimulasi untuk anak berumur 0-3 bulan adalah dengan cara
mengusahakan rasa nyaman, aman, menyenangkan, memeluk, menggendong, menatap
mata bayi, mengajak tersenyum, berbicara, membunyikan berbagai suara atau musik
secara bergantian, menggantung dan menggerakkan benda berwarna mencolok
(lingkaran atau kotak hitam-putih), benda-benda berbunyi, menggulingkan bayi ke
kanan dan ke kiri, tengkurap dan terlentang, serta dirangsang untuk meraih dan
memegang mainan.
(2)
Stimulasi untuk anak berumur 3-6 bulan ditambah dengan
bermain cilukba, melihat wajah bayi dan pengasuh di cermin, dirangsang
untuk tengkurap, terlentang bolak-balik, dan duduk.
(3)
Stimulasi untuk anak berumur 6-9 bulan ditambah dengan
memanggil namanya, mengajak bersalaman, bertepuk tangan, membacakan dongeng,
merangsang duduk, dan dilatih berdiri dengan berpegangan.
(4)
Stimulasi untuk anak berumur 9-12 bulan ditambah dengan
mengulang-ulang menyebutkan nama mama-papa, kakak, memasukkan mainan ke dalam
wadah, minum dari gelas, menggelindingkan bola, dilatih berdiri, dan berjalan
dengan berpegangan.
(5)
Stimulasi untuk anak berumur 12-18 bulan ditambah dengan
latihan mencoret-coret menggunakan pensil warna, menyusun kubus, balok-balok,
potongan gambar sederhana (puzzle), memasukkan dan mengeluarkan
benda-benda kecil dari wadahnya, bermain dengan boneka, sendok, piring, gelas,
teko, sapu, dan lap. Latihlah berjalan tanpa berpegangan, berjalan mundur,
memanjat tangga, menendang bola, melepas celanam mengerti dan melakukan perintah-perintah
sederhana (misalnya, dimana bolanya, peganglah ini, masukkan itu, ambillah itu),
menyebutkan nama atau menunjukkan benda-benda.
(6)
Stimulasi untuk anak berumur 18-24 bulan ditambah dengan
menanyakan, menyebutkan, dan menunjukkan bagian-bagian tubuh (misalnya, mata,
hidung, telinga atau mulut) menanyakan gambar atau menyebutkan nama binatang
dan benda-benda disekitar rumah, mengajak bicara tentang kegiatan sehari-hari
(misalnya, makan, minum, mandi, main atau meminta), latihan menggambar garis-garis,
mencuci tangan, memakai celana dan baju, bermain dan melempar bola, serta
melompat.
(7)
Stimulasi untuk anak berumur dua tahun ditambah dengan
mengenal dan menyebutkan warna, menggunakan kata sifat (misalnya, besar-kecil,
panas-dingin, tinggi-rendah, atau banyak-sedikit), menyebutkan nama-nama teman,
menghitung benda-benda, memakai baju, menyikat gigi, bermain kartu, boneka,
masak-masakan, menggambar garis, lingkaran, manusia, latihan berdiri di satu
kaki, atau membuang air kecil atau besar di toilet.
(8)
Stimulasi untuk anak berumur tiga tahun adalah
mengembangkan kemampuan-kemampuan pada umur sebelumnya. Selain itu, stimulasi juga
diarahkan untuk kesiapan bersekolah, seperti memegang pensil dengan baik,
menulis, mengenal huruf dan angka, berhitung sederhana, mengerti perintah
sederhana (misalnya, buang air kecil atau besar di toilet), kemandirian
(misalnya, ditinggalkan disekolah), atau berbagi dengan teman. Perangsangan
dapat dilakukan secara professional di kelompok bermain atau taman kanak-kanak.
Akan tetapi, harus dilanjutkan di rumah oleh pengasuh dan keluarga,
Stimulasi tersebut harus selalu dilakukan setiap ada
kesempatan berinteraksi dengan anak, stimulasi dilakukan dengan bervariasi dan
disesuaikan dengan umur perkembangan kemampuan anak. Stimulasi ini dilakukan
oleh keluarga, terutama ibu atau pengasuh. Stimulasi harus dilakukan dalam
suasana yang menyenangkan. Jangan memberikan stimulasi dengan terburu-buru,
memaksakan kehendak pengasuhm atau tidak memperhatikan minat atau keinginan
anak.
Ibu atau pengasuh juga harus mengetahui kondisi
anak. Misalnya, pakah anak sedang mengantuk, bosam, atau ingin bermain yang
lain. Jika pengasuh atau ibu tidak mengetahuinya, maka suasana menjadi tidak
memungkinkan untuk dilakukannya stimulasi. Apalagi, jika ibu atau pengasuh
sedang marah, bosan, atau sebal karena melihat perilaku anak yang sudah tidak
merespons lagi dengan permainan yang dilakukan. Selain itu, jika ibu atau
pengasuh menampakkan sikap atau mental yang negatif, maka tanpa disadari ibu
atau pengasuh tersebut justru memberikan rangsang secara emosional yang negatif
kepada anak. Pada prinsipnya, semua ucapan, sikap, perbuatan, serta bahasa
tubuh ibu atau pengasuh merupakan stimulasi yang direkam, diingat dan akan
ditiru oleh anak.
Oleh karena itu, interaksi antara pengasuh dan anak
harus dilakukan dalam suasana pola asuh yang demokratis dan otoritatif. Artinya, pengasuh harus peka
terhadap isyarat-isyarat anak, yaitu memperhatikan minat, keinginan, atau
pendapat anak, tidak memaksakan kehendak, selalu penuh kasih sayang dan
kegembiraan, menciptakan rasa aman dan nyaman, memberi contoh tanpa memaksa,
mendorong keberanian untuk mencoba berkreasi, memberikan penghargaan atau
pujian atas keberhasilan atau perilaku yang baik, serta memberikan koreksi dan
bukan ancaman atau hukuman bila anak tidak dapat melakukan sesuatu atau ketika
melakukan kesalahan. Pada intinya, sikap pengasuh atau ibu haruslah
mengedepankan kasih sayang dan pengertian yang mendalam, tidak mengedepankan
hukuman, bentakan, atau pun sikap kasar dihadapan anak. Hal ini penting
diperhatikan sebab pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi taruhannya, baik
itu dari segi kejiwaan, fisik, maupun mentalnya.
No comments:
Post a Comment