Tuesday 3 February 2015

makalah pemasangan infus



BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara fisiologis kebutuhaan ini memiliki proporsi besar dalam tubuh dengan hampir 90% dari total berat badan. Sementara itu, sisanya merupakan bagian padat dari tubuh. Secara keseluruhan, presentase cairan tubuh berbeda berdasarkan usia. Presentase cairan tubuh bayi baru lahir sekitar 75% dari total berat badan, pria dewasa 57% dari total berat badan, wanita dewasa 55% dari tital berat badan, dan dewasa tua 45% dari total berat badan. Selain itu, presentase jumlah cairan tubuh yang bervariasi juga bergantung pada lemak dalam tubuh dan jenis kelamin. Jika lemak dalam tubuh sedikit, maka cairan tubuh pun lebih besar. Wanita dewasa mempunyai jumlah cairan tubuh lebih sedikit dibandingkan pada pria, karena jumlah lemak pada tubuh wanita dewasa lebih banyak dibandingkan dengan lemak pada tubuh pria dewasa.
Salah satu tindakan untuk mengatasi masalah atau gangguan dalam pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit adalah dengan pemberian cairan melalui infus. Pemberian cairan melalui infus merupakan tindakan memasukkan cairan melalui intravena yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makanan.
Infus cairan intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh (Yuda, 2010). Pemberian cairan intravena (Infus) yaitu memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set. (Potter, 2005)
Pada umumnya cairan infus intravena digunakan untuk penggantian caian tubuh dan memberikan nutrisi tambahan, untuk mempertahankan fungsi normal tubuh pasien rawat inap yang membutuhkan asupan kalori yang cukup selama masa penyembuhan atau setelah operasi. Selain itu ada pula kegunaan lainnya yakni sebagai pembawa obat-obatan lain. (Lachman, 2008)
Salah satu tugas penting bidan adalah memberikan pelayanan yang aman dan nyaman bagi klien. Salah satunya yaitu dengan memberikan cairan infus kepada klien yang sedang mengalami kekurangan cairan. Seorang bidan memiliki tanggung jawab penuh dalam memperhatikan status kesehatan dengan memberikan asuhan khususnya pemberian cairan infus kepada klien.

B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana cara pemasangan infus?
2.      Apakah fungsi dari pemasangan infus?
3.      Bagaimanakah pemasangan infus pada An. E umur 12 tahun dengan Demam Thypoid?

C.       Tujuan
1.      Tujuan umum
Untuk memenuhi tugas Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan di RSUD R.A. KARTINI JEPARA.
2.      Tujuan khusus
a.       Mahasiswa mampu mengetahui cara pemasangan infus.
b.      Mahasiswa mampu mengetahui fungsi dari pemasangan infus.








BAB II
TINJAUAN TEORI

A.  Kebutuhan Cairan Tubuh Bagi Manusia
       Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara fisiologis kebutuhaan ini memiliki proporsi besar dalam tubuh dengan hampir 90% dari total berat badan. Sementara itu, sisanya merupakan bagian padat dari tubuh. Secara keseluruhan, presentase cairan tubuh berbeda berdasarkan usia. Presentase cairan tubuh bayi baru lahir sekitar 75% dari total berat badan, pria dewasa 57% dari total berat badan, wanita dewasa 55% dari total berat badan, dan dewasa tua 45% dari total berat badan. Selain itu, presentase jumlah cairan tubuh yang bervariasi juga bergantung pada lemak dalam tubuh dan jenis kelamin. Jika lemak dalam tubuh sedikit, maka cairan tubuh pun lebih besar. Wanita dewasa mempunyai jumlah cairan tubuh lebih sedikit dibandingkan pada pria, karena jumlah lemak pada tubuh wanita dewasa lebih banyak dibandingkan dengan lemak pada tubuh pria dewasa.

B.  Faktor Yang Berpengaruh Dalam Pengaturan Cairan
1.      Tekanan cairan
Proses difusi dan osmosis melibatkan adanya tekanan cairan.dalam proses osmosis, tekanan osmotik merupakan kemampuan partikel pelarut untuk menarik larutan melalui membran. Bila terdapat dua larutan dengan perbedaan konsentrasi maka larutan yang konsentrasi molekulnya lebih pekat dan tidak dapat bergabung disebut koloit. Sedangkan larutan dengan kepekatan yang sama dan dapat bergabung, maka larutan itu disebut kristaloit.
Prinsip tekanan osmotik sangat penting dalam proses pemberian cairan intra vena biasanya larutan yang sering digunakan dalam pemberian infus intravena bersifat isotonik karena mempunyai konsentrasi yang sama dengan plasma darah. Larutan intravena yang hipotonik, yaitu larutan yang mempunyai konsentrasi kurang pekat dibanding konsentrasi plasma darah. Hal ini menyebabkan, tekanan osmotik plasma akan lebih besar dibanding dengan tekanan osmotik cairan interstisial karena konsentrasi protein dalam plasma lebih besar dibanding cairan interstisial dan molekul protein lebih besar, sehingga bentuk larutan koloid dan sulit menembus membran semipermiabel.
Tekanan Hidrostatik adalah kemampuan tiap molekul yang bergerak dalam ruang tertutup.
2.      Membran semipermiable merupakan penyaring agar cairan yang bermolekul besar tidak bergabung. Membran semipermiable ini terdapat pada dinding kapiler pembuluh darah, yang terdapat diseluruh tubuh sehingga molekul atau zat lain tidak berpindah ke jaringan.

C.  Jenis Cairan
1.      Cairan zat gizi (nutrien)
Pasien yang istirahat ditempat tidur memerlukan kalori 450 kalori setiap hari. Cairan nutrien dapat diberikan melalui intra vena dalam bentuk karbohidrat, nitrogen dan vitamin untuk metabolisme. Kalori yang terdapat dalam cairan nutrien dapat berkisar antara 200-1500 kalori per liter. Cairan nutrien terdiri atas:
a.       Karbohidrat dan air, contoh: dekstrosa(glukosa), levulosa (fruktosa), serta invert sugar (1/2 dekstrosa dan ½ levulosa).
b.      Asam amino, contoh: amigen, aminosol, dan travamin.
c.       Lemak, contoh: lipomul dan liposyn.
2.      Blood volume expanders
Blood volume expanders merupakan jenis cairan yang berfungsi meningkatkan volume darah setelah kehilangan darah atau plasma. Hal ini terjadi pada saat pasien mengalami perdarahan berat, maka pemberian plasma akan mempertahankan jumlah volume darah. Pada pasien dengan luka bakar yang berat, sebagian besar cairan akan hilang dari pembuluh darah didaerah luka. Plasma sangat perlu diberikan untuk menggantikan cairan ini. Jenis blood volume expanders antara lain: humen serum albumin dan dextran dengan konsentrasi yang berbeda. Kedua cairan ini mempunyai tekanan osmotik, sehinggan secara langsung dapat meningkatkan jumlah volume darah.


D.  Gangguan/Masalah Dalam Pemenuhan Kebutuhan Cairan
1.    Hipovolume atau dehidrasi
Kekurangan cairan eksternal dapat terjadi karena penurunan asupan cairan dan kelebihan pengeluaran cairan. Tubuh akan merespon kekurangan cairan tubuh dengan mengosongkan cairan vaskuler. Sebagai kompensasi akibat penurunan cairan vaskuler. Sebagai kompensasi akibat penurunan cairan interstisial,tubuh akan mengalirkan cairan keluar sel. Pengosongan cairan ini terjadi pada pasien diare dan muntah.
Kehilangan cairan eksternal yang berlebihan akan menyebabkan volume eksternal berkurang (hipovolume). Pada keadaan ini,tidak terjadi perpindahan cairan daerah intrasel ke permukaan, sebab osmolaritasnya sama. Jika terjadi kekurangan cairan eksternal dalam waktu yang lama, maka kadar urea, nitrogen, serta kreatinin akan meningkat dan menyebabkan terjadinya perpindahan cairan intrasel ke pembuluh darah. Kekurangan cairan dalam tubuh dapat terjadi secara lambat atau cepat dan tidak selalu cepat diketahui. Kelebihan asupan pelarut seperti protein dan klorida / natrium akan menyebabkan ekskresi atau pengeluaran urine secara berlebihan, serta berkeringat banyak dalam waktu yang lama dan terus menerus. Kelainan lain yang menyebabkan kelebihan pengeluaran urine adalah adanya gangguan pada hipotalamus, kelenjar gondok dan ginjal, diare, muntah yang terus menerus, terpasang drainage dan lain-lain. Macam dehidrasi (kurang volume cairan) berdasarkan derajatnya:
a.       Dehidrasi berat
1)      Pengeluaran atau kehilangan cairan 4-6 L
2)      Serum natrium 159-166 mEq/L
3)      Hipotensi
4)      Turgor kulit buruk
5)      Oliguria
6)      Nadi dan pernafasan meningkat
7)      Kehilangan cairan mencapai > 10% BB
b.      Dehidrasi sedang
1)      Kehilangan cairan 2-4  I atau antara 5-10% BB
2)      Serum natrium 152-158 mEq/L
3)      Mata cekung
c.       Dehidrasi ringan,dengan terjadinya kehilangan cairan mencapai 5% BB atau 1,5-2 L
2.    Hipervolume atau overhidrasi
Terdapat dua manifrestasi yang ditimbulkan akibat kelebihan cairan yaitu hipervolume (peningkatan volume darah) dan edema (kelebihan cairan pada interstisial). Normalnya cairan interstisial tidak terikat dengan air, tetapi elastis dan hanya terdapat di antara jaringan. Keadaan hipervolume dapat menyebabkan piting edema, merupakan edema yang berada pada darah perifer atau akan mencekung setelah ditekan pada daerah yang bengkak. Manifestasi edema paru-paru adalah penumpukan sputum, dispnea, batuk, dan suara ronkhi. Keadaan edema ini disebabkan oleh gagal jantung yang mengakibatkan peningkatan penekanan pada kapiler darah paru-paru dan perpindahan cairan ke jaringan paru-paru.

E.  Kebutuhan Elektrolit
       Elektolit terdapat pada seluruh cairan tubuh. Cairan tubuh mengandung oksigen, nutrien, dan sisa metabolisme (seperti karbondioksida), yang semuanya disebut dengan ion. Beberapa jemis garam dalam air akan dipecah dalam bentuk ion elektrolit. Contohmya NaCl akan dipecah menjadi ion Na dan CI . pecahan elektrolit tersebut merupakan ion yang dapat menghantarkan arus listrik. Ion yang bermuatan negatif disebut anion sedangkan ion yang bermuatan positif disebut kation. Contoh kation antara lain natrium, kalium, kalsium, dan magnesium.
Contoh anion antara lain klorida, bikarbonat, dan fosfat.

F.   Pengaturan Elektrolit
1.    Pengaturan  keseimbangan natrium
Natrium merupakan kation dalam tubuh yang berfungsi dalam pengaturan osmolaritas dan volume cairan tubuh. Natrium ini paling banyak pada cairan ekstrasel.
2.    Pengaturan keseimbangan kalium
Kalium merupakan kation utama yang terdapat dalam cairan intrasel dan berfungsi mengatur keseimbangan elektrolit. Keseimbangan kalium diatur oleh ginjal dengan mekanisme perubahan ion natrium dalam tubulus ginjal.
3.    Pengaturan keseimbangan kalsium
Kalsium dalam tubuh berfungsi dalam pembentukan tulang, penghantar impuls kontraksi otot, koagulasi darah (pembekuan darah), dan membantu beberapa enzim pankreas.
4.    Pengaturan keseimbangan magnesium
Magnesium merupakan kation dalam tubuh yang terpenting kedua dalam cairan intrasel. Keseimbanganya diatur oleh kelenjar paratiroid. Magnesium diabsorpsi dari saluran pencernaan.
5.    Pengaturan keseimbangan klorida
Klorida merupakan anion utama  dalam cairan ekstrasel, tetapi klorida dapat ditemukan pada cairan eksternal dan intrasel. Fungsi klorida biasanya bersatu dengan natrium yaitu mempertahankan keseimbangan tekanan osmotik dalam darah.
6.    Pengaturan keseimbangan bikarbonat
Bikarbonat  merupakan elektrolit utama dalam larutan buffer (penyangga) dalam tubuh.
7.    Pengaturan keseimbangan fosfat (PO4)
Fosfat bersama-sama dengan kalsium berfungsi dalam pembentukan gigi dan tulang. Fosfat diserap dari saluran pencernaan dan dikeluarkan melalui urine

G.  Pemasangan Infus
a.       Pemberian Cairan Melalui Pemasangan Infus
Pemberian cairan melalui infus merupakan tindakan memasukkan cairan melalui intravena yang dilakukan pada pasien dengan bantuan perangkat infus. Tindakan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makanan.
b.      Tujuan Pemasangan infus
1.      Sebagai akses pemberian obat
2.      Mengganti dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
3.      Sebagai makanan bagi pasien yang tidak dapat atau tidak boleh makan melalui mulut
c.       Indikasi
Pasien dehidrasi, syok, intoksikasi berat, pra dan pasca bedah, sebelum transfusi darah, pasien yang tidak bisa atau tidak boleh makan dan minum melalui mulut, pasien yang memerlukan pengobatan tertentu.
d.      Kontraindikasi
1.      Inflamasi (bengkak, nyeri demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus
2.      Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah)
3.      Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki) (Yuda, 2010)
e.       Resiko Pemasangan Infus
1.      Flebitis (peradangan pembuluh vena)
Tanda-tanda: hangat, merah, bengkak di daerah luka tusukan.
Penyebab: kurangnya aliran darah di sekitar abbocath, gesekan di dalam vena.
Intervensi: ganti abbocath, gunakan kompres hangat, pemberian analgesik anti inflamasi.
2.      Hematoma
Yaitu darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh darah, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau tusukan berulang pada pembuluh darah. 
Tanda-tanda: tenderness, memar.
Penyebab: vena terembes, jarum tidak pada tempatnya dan darah mengalir.
Intervensi: abbocath dipindahkan, gunakan tekanan dan kompres, cek kembali tempat keluar darah.
3.      Infiltrasi
Yaitu masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah) atau kebocoran cairan infus ke jaringan sekitar. Terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.
Tanda-tanda: kepucatan, bengkak, dingin, nyeri dan terhentinya tetesan infus.
Intervensi: kaji tingkat keparahan, lepas infus, tinggikan ekstremitas yang terpasang infus.
f.       Pedoman Pemilihan Vena
1.      Gunakan vena distal terlebih dahulu
2.      Gunakan tangan yang tidak dominan jika mungkin
3.      Pilih vena yang cukup besar untuk memungkinkan aliran darah yang adekuat
4.      Pilih lokasi yang tidak mempengaruhi prosedur atau pembedahan yang direncanakan
5.      Pastikan lokasi yang dipilih tidak mengganggu aktivitas pasien


 




















g.      Perbedaan Vena dan Arteri
Vena
Arteri
-       Darah merah gelap
-       Aliran darah pelan
-       Katup-katup dititik percabangan
-       Aliran kearah jantung
-       Lokasi superfisial
-       Banyak vena menyuplai satu area
Darah merah terang
Aliran darah cepat, berdenyut
Tidak ada katup
Aliran menjauhi jantung
Lokasi dalam dikelilingi otot
Satu arteri menyuplai satu area

h.      Tipe Vena yang perlu Dihindari
1.      Vena yang telah digunakan sebelumnya
2.      Vena yang telah mengalami infiltrasi atau flebitis
3.      Vena keras dan sklerotik
4.      Vena kaki, karena sirkulasi lambat dan komplikasi sering terjadi
5.      Ekstremitas yang lumpuh
6.      Vena yang dekat area terinfeksi
7.      Vena pada jari, karena mudah terjadi komplikasi (flebitis, infiltrasi) dan dekat dengan persyarafan
8.      Vena yang terletak di bawah vena yang terjadi flebitis dan infiltrasi

i.        Pemilihan Abbocath
Pemilihan abbocath, tergantung pada vena yang digunakan. Pemilihan abbocath juga harus mempertimbangkan kondisi pasien dan jenis cairan yang akan diberikan. Di bawah ini adalah ukuran abbocath serta penggunaanya:
24-22    : untuk anak-anak dan lansia
24-20    : untuk klien penyakit dalam dan post operasi
18         : untuk pasien operasi dan diberikan transfusi darah
16    : untuk pasien yang trauma dan memerlukan rehidrasi yang cepat.

j.        Persiapan Alat pemasangan infus
1.      Baki yang telah dialasi
2.      Perlak dan pengalas
3.      Bengkok
4.      Tiang infus
5.      Hanscoon
6.      Torniquet
7.      Kapas alkohol
8.      Infus set
9.      Cairan infus
10.  Abbocath
11.  Jam tangan
12.  Plester /hipafik
13.  Kassa
14.  Gunting plester

k.      Prosedur pemasangan Infus
1.      Memberitahu pasien tindakan yang akan dilakukan
2.      Menyiapkan alat dan mendekatkan ke pasien
3.      Memasang sampiran
4.      Mencuci tangan
5.      Memasang perlak dan pengalas
6.      Memakai sarung tangan
7.      Menggantungkan flabot pada tiang infus
8.      Membuka kemasan infus set
9.      Mengatur klem rol sekitar 2-4 cm dibawah bilik drip dan menutup klem yang ada pada saluran infus
10.  Menusukkan infus set ke dalam flabot infus dan mengisi tabung tetesan dengan cara memencet tabung tetesan infus hingga setengahnya.
11.  Membuka klem dan mengalirkan cairan keluar sehingga tidak ada udara pada selang infus lalu tutup kembali klem
12.  Memilih vena yang akan dipasang infus
13.  Meletakkan torniquet 10-12 cm di atas tempat yang akan ditusuk, menganjurkan pasien menggenggam tangannya
14.  Melakukan desinfeksi daerah penusukkan dengan kapas alkohol secara sirkuler dengan diameter ±5 cm
15.  Menusukkan jarum abbocath ke vena dengan lubang jarum menghadap ke atas, dengan menggunakan tangan yang dominan.
16.  Melihat apakah darah terlihat pada pipa abbocath
17.  Memasukkan abbocath secara pelan-pelan jarum yang ada pada abbocath, hingga plastik abbocath masuk semua dalam vena, dan jarum keluar semua
18.  Segera menyambungkan abbocath dengan selang infus
19.  Melepaskan tourniquet, menganjurkan pasien membuka tangannya dan melonggarkan klem untuk melihat kelancaran tetesan
20.  Merekatkan pangkal jarum pada kulit dengan plester
21.  Mengatur tetesan infus
22.  Menutup tempat tusukan dengan kassa steril, dan direkatkan dengan plester
23.  Mengatur letak anggota badan yang dipasang infus supaya tidak digerak-gerakkan agar abbocath tidak bergeser
24.  Membereskan alat dan merapikan pasien
25.  Melepas sarung tangan
26.  Mencuci tangan
27.  Melakukan dokumentasi















H.      Demam Thypoid
1.      Definisi
           Thypoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi Salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan urine yang terinfeksi kuman Salmonella . Di Indonesia, penderita tifus atau disebut juga demam tifoid cukup banyak tersebar di mana-mana dan ditemukan hampir sepanjang tahun. Paling sering diderita oleh anak berumur 5 sampai 9 tahun. Kurangnya pemeliharaan kebersihan merupakan penyebab paling sering timbulnya penyakit tifus. Pola makan yang tidak teratur dan menyantap makanan yang kurang bersih dapat menyebabkan timbulnya penyakit ini. (Suriansyah, 2010).
           Penyakit ini menular melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi kuman tifus ini. Tinja yang mengandung kuman tifus ini mencemari air untuk minum maupun untuk masak dan mencuci makanan. Dapat juga disebabkan karena makanan tersebut disajikan oleh seorang penderita tifus laten (tersembunyi) yang kurang menjaga kebersihan saat memasak. (Corwin, 2000)
           Seseorang dapat membawa kuman tifus dalam saluran pencernaanya tanpa sakit. Ini yang disebut dengan penderita laten. Penderita ini dapat menularkan penyakit tifus ini ke banyak orang apalagi jika dia bekerja dalam menyajikan makanan bagi banyak orang seperti tukang masak di restoran. (Corwin, 2000)
           Penyakit ini menular melalui air dan makanan yang tercemar oleh air seni dan kotoran penderita. Penularan penyakit tifus terutama dilakukan oleh lalat dan kecoak. Sumber penularan tifus tidak selalu harus penderita tifus. Ada penderita yang sudah mendapat pengobatan dan sembuh tetapi di dalam air seni dan kotorannya masih mengandung bakteri. Penderita ini disebut sebagai pembawa (carrier). Walaupun tidak lagi menderita penyakit tifus, orang ini masih dapat menularkan penyakit tifus pada orang lain. Penularan tifus dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, biasanya terjadi melalui konsumsi makanan dari luar apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi kurang bersih. (Corwin, 2000)
           Penularan dapat terjadi melalui mulut, masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman yang tercemar, masuk ke dalam lubang, ke kelenjar limfoid usus kecil, kemudian masuk ke dalam peredaran darah. Selama 24 sampai 72 jam setelah kuman masuk, meskipun belum menimbulkan gejala, tetapi kuman telah mencapai organ-organ hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang dan ginjal. Masa inkubasi penyakit ini rata-rata 7 sampai 14 hari. Manifestasi klinik pada anak umumya bersifat lebih ringan dan lebih bervariasi. Demam adalah gejala yang paling konstan di antara semua penampakan klinis.( Suriansyah, 2010).
2.       Tanda gejala Thypoid antara lain:
a.       Demam dengan panas yang makin lama makin tinggi, gejala ini biasanya terjadi pada minggu kedua dan ketiga selam 7-10 hari dan baru turun perlahan-lahan pada minggu keempat.
b.      Selama demam tinggi penderita biasanya sering mengigau, dan ingatannya menurun atau tidak dapat berfikir secara jelas.
c.       Hilangnya nafsu makan, sehingga menyebabkan badan terasa lemas dan berat badan berkurang.
d.      Otot terasa nyeri.
e.       Buang air besar tidak teratur, sembelit dan diare.
f.       Sakit kepala yang hebat, menggigil dan keluar keringat dingin.
g.      Mual, muntah-muntah, dan perut terasa sakit.
h.      Batuk dan perdangan pada cabang tenggorokan.
i.        Timbul beberapa bercak kecil berwarna merah dadu di daerah dada dan perut.
3.      Penanganan demam thypoid:
a.       Pengobatan penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit terdiri dari pengobatan suportif meliputi istirahat dan diet, medikamentosa, terapi penyulit (tergantung penyulit yang terjadi). Istirahat bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurag lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
b.      Diet dan terapi penunjuang dilakukan dengan pertama, pasien diberikan bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan tingkat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman. Juga perlu diberikan vitamin dan mineral untuk mendukung keadaan umum pasien.
c.       Pada penderita penyakit tifus yang berat, disarankan menjalani perawatan di rumah sakit. Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit tifus. Waktu penyembuhan bisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan.
d.      Tifus dapat berakibat fatal. Antibiotika, seperti ampicillin, kloramfenikol, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan ciproloxacin sering digunakan untuk merawat demam tipoid di negara-negara barat. Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin dan kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon.  Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol, diberi ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, oral/intravena selama 21 hari kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral, selama 14 hari.
e.       Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari. Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon. (Widodo Judarwanto, 2012 )



BAB III
TINJAUAN KASUS
A.      Kasus
Pengkajian dilakukan pada:
Hari          : Rabu
Tanggal    : 17 Desember 2014
Jam           : 13.50 WIB
Tempat     : Ruang IGD
No CM     : 540869
1.      Data Subjektif
Identitas pasien
Nama              : An. E
Umur              : 12 tahun
Pendidikan     : Belum tamat SD
Suku/Bangsa  : Jawa/Indonesia
Agama            : Islam
Pekerjaan        : Pelajar
Alamat           : Desa Bondo RT 1/ RW 2
Keluhan          : An. E mengeluh pusing, mual, dan nyeri
2.      Data Objektif
a.       Keadaan Umum   : Lemah
b.      Kesadaran                        : Cukup Composmentis
c.       Status emosional : stabil
d.      Tanda-Tanda Vital:
-          TD  100/80 mmHg,
-          S 370C,
-          RR 22x/menit,
-          N 90x/menit.
e.       Status present
1)        Kepala
Ø  Rambut          :  bersih, warna hitam, tidak berketombe
Ø  Muka              :  Tidak pucat, tidak oedem
Ø  Mata               :  conjungtiva tidak anemis,  sklera tidak ikterik
Ø  Hidung           :  bersih tidak ada sekret
Ø  Telinga           :  bersih , tidak ada serumen
Ø  Mulut             :  tidak ada sariawan, gigi tidak berlubang, tidak ada karies gigi 
2)        Leher       :     tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, dan tidak ada                          pembesaran vena jugularis.
3)        Dada       :     simetris, tidak ada retraksi dinding dada
4)        Aksila      : tidak ada benjolan
5)        Punggung : Tidak ada lordosis, kifosis, dan skoliosis.
6)        Kulit        : warna sawo matang dan tidak ada parut bekas luka, turgor      kulit normal.
7)        Ekstremitas
Ø  Atas        : tidak ada kelainan bentuk, tidak oedem
Ø  Bawah    : tidak ada kelainan bentuk, tidak oedem
f.       Pemeriksaan Penunjang
Hemoglobin :  14,3 gr/dl       ( P : 12-16 gm/dl , L : 14-18 gr/dl  )
Trombosit      : 188.000 mm3      ( 150.000  – 400.000 mm3 )
Hematokrit    : 43,8 %              ( P : 36-47 % , L : 40-54 % )
Leukosit          : 5100 mm3        ( 4000  – 10.000 mm3 )
Widal            :
         Salmonella Typhi O     : 1/320 (+)
         Salmonella Typhi H     : Negatif

B.       Analisis Kasus
1.    Perencanaan:
1)   Periksa TTV: TD, S, N, RR
2)   Kolaborasi dengan dokter
3)   Pasang infus RL


2.     Implementasi
Hari/tanggal/Jam
Pelaksanaan
Evaluasi
Rabu, 17 Desember 2014
jam 13. 45














Jam 13.50
1.  Memeriksa tanda-tanda vital








2.  Kolaborasi dengan dokter








3.  Pemasangan infus RL
a.       Persiapan alat
1.      Infus set
2.      Cairan infus (RL)
3.      Sarung tangan
4.      Abocath
5.      Tourniquet
6.      Kapas alkohol
7.      Hipafik
8.      Tiang infus
9.      Perlak dan pengalas
b.      Prosedur pelaksanaan:
1.      Menyapa pasien
2.      Memberi penjelasan pada pasien bahwa akan dipasang infus
3.      Mengatur posisi  pasien
4.      Menyiapkan alat
5.      Mencuci tangan
6.      Membuka kemasan infus set
7.      Memasukkan infus set ke  flabot infus
8.      Menggantungkan flabot pada tiang infus
9.      Mengisi selang infus sampai batas yang ada
10.  Memastikan tidak ada gelembung udara di dalam selang infus
11.  Membuang udara dengan cara membiarkan mengalir melalui selang infus
12.  Memilih vena yang akan dipasang infus
13.  Memasang pembendung/torniquet
14.  Memakai sarung tangan
15.  Mendesinfeksi daerah penusukan dengan gerakan sirkuler
16.  Menusukkan jarum tepat mengenai vena
17.  Mengambil jarum didalam abbocath, lepas pembendung, hubungkan infus set kedalam abbocath, buka klem, alirkan cairan infus
18.  Memfiksasi jarum dengan hipafik
19.  Mengatur dan menghitung tetesan infus
20.  Membereskan alat dan merapikan pasien
21.  Melepaskan sarung tangan dan mencuci tangan.
DS:
An. E mengeluh pusing, mual, nyeri
DO:
-          TD:100/80 mmHg
-          N: 90x/menit
-          RR: 22x/menit
-          S: 370C

DS: -
DO:
Advise dokter:
-          Infus RL 20 tpm
-          Infus lanjutan:
2 A ½N 20 tpm
-          Cefotaxime 2x1 gr
-          Ranitidin 2x1
-          Pamol 3x1

DS:-
DO:
-          Infus terpasang di tangan kiri dengan cairan infus RL 20 tpm


3.         Catatan perkembangan
Hari/Tanggal/Jam
Evaluasi
S
O
A
P
Rabu, 17 Desember 2015 jam 14.00 WIB



An. E mengeluh pusing, mual, dan nyeri
-      TD:100/80mmHg
-      N: 80 x/menit
-      S: 370C
-      RR: 22x/menit
-      Infus RL 20 tpm terpasang di tangan kiri
An. E umur 12 tahun dengan Demam Thypoid
-          Evaluasi KU, TTV
-          Lakukan pemeriksaan penunjang














BAB IV
PEMBAHASAN

Dari kasus diatas, pemasangan infus yang dilakukan pada An. E bertujuan untuk mengganti dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh. Tindakan ini dilakukan karena An E mengalami penyakit demam thypoid. Infeksi pada mukosa usus akan menyebabkan makanan tidak dapat diserap, hal ini menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran cairan dan elektolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus mengeluarkannya, sehingga dapat menyebabkan resiko kekurangan cairan dan elektrolit (dehidrasi). Oleh karena itu perlu dilakukan pemasangan infus agar An. E tidak mengalami dehidrasi. Pemasangan infus dilakukan pada tanggal 17 Desember 2014 pukul 13.50 WIB di Ruang IGD.  Infus dipasang pada vena di tangan kiri An. E dengan cairan infus RL dengan tetesan 20 tetes permenit.

















BAB IV
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Infus adalah memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set. Tujuannya adalah
1.      Sebagai akses pemberian obat
2.      Mengganti dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
3.      Sebagai makanan bagi pasien yang tidak dapat atau tidak boleh makan melalui mulut.
An. E umur 12 tahun dipasang infus dengan diagnosa demam thypoid. Pemasangan infus dilakukan pada tanggal 17 Desember 2014 pukul 13.50 WIB di Ruang IGD.  Infus dipasang pada vena di tangan kiri An. E dengan cairan infus RL dengan tetesan 20 tetes permenit.

B.  Saran
       Semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis dan lahan praktek.





DAFTAR PUSTAKA

Uliyah, Musrifatul dan A. Aziz Alimul Hidayat. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik untuk Bidan. Jakarta: Salemba Medika.
C Long Barbara (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan IAPK.
Jan Tambayong (2000). Patofisiologi Untuk Perawat. Jakarta: EGC.

No comments:

Post a Comment