ABSTRAK
Penelitian mengenai faktor- faktor yang
mempengaruhi gizi buruk pada balita di Desa Karangrejo Lor Kec. Jakenan Kab.
Pati.
Gizi buruk pada anak sampai saat ini masih
menjadi masalah di Indonesia. Diketahui sampai tahun 2011 ada sekitar 1 juta
anak di Indonesia yang mengalami gizi buruk. Hingga kini Indonesia masuk dalam
lima besar untuk kasus gizi buruk. Gizi
buruk adalah keadaan kekurangan energy dan protein tingkat berat akibat kurang
mengkonsumsi makanan yang bergizi dan menderita sakit dalam waktu lama. Gizi
buruk akan mempengaruhi banyak organ dan system organ yang akan merusak sistem
pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik. Serta dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan mental serta penurunan IQ.
Di Kecamatan Jakenan tepatnya di Desa Karangrejo
Lor terdapat 6 kasus gizi buruk pada balita. Dari data diatas dapat diketahui
bahwa masih banyak kasus gizi buruk di Desa Karangrejo Lor. Untuk mencegah terjadinya gizi buruk semakin bertambah maka perlu diketahui
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui sebaran kejadian penyakit gizi buruk pada balita, untuk mengetahui
pengetahuan masyarakat dengan kejadian gizi buruk pada balita, untuk mengetahui
perilaku masyarakat yang mempengaruhi kejadian gizi buruk, untuk mengetahui
penyakit yang mempengaruhi kejadian gizi buruk, dan untuk mengetahui kondisi
ekonomi yang mempengaruhi kejadian gizi buruk di Desa Karangrejo Lor Kecamatan
Jakenan Kabupaten Pati.
Dari hasil
penelitian menunjukkan
bahwa waktu dan tempat tidak berpengaruh terhadap kejadian gizi
buruk karena gizi buruk dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Gizi buruk di
pengaruhi oleh karakteristik seseorang. Selain
itu, gizi buruk juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor pengetahuan,
perilaku, penyakit, dan ekonomi.
Dari hasil survey pada tanggal 14-18 Oktober 2014
yang telah dilakukan rata-rata responden memiliki pengetahuan, perilaku, dan
kondisi baik. Hal
ini dapat dilihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 65% responden
memiliki pengetahuan yang baik, 60% responden
memiliki perilaku yang baik juga, dan 75% berada pada
kondisi baik. Sedangkan dari segi ekonomi, rata-rata
responden berada pada tingkat ekonomi yang sedang. Hal ini dapat dilihat dari
hasil penelitian menunjukkan bahwa 75% responden berada pada tingkat ekonomi
sedang.
Dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari sering terlihat keluarga yang sungguh berpenghasilan
cukup akan tetapi makanan yang dihidangkan seadanya saja. Dengan demikian,
kejadian gangguan gizi tidak hanya ditemukan pada keluarga yang berpenghasilan
kurang akan tetapi juga pada keluarga yang berpenghasilan relatif baik (cukup).
Keadaan ini menunjukkan bahwa ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan
tubuh mempunyai sebab buruknya mutu gizi makanan kelurga, khusunya makanan anak
balita. Dari
uraian tersebut, maka pengetahuan
orang tua tentang gizi akan berpengaruh terhadap gizi pada balita.
Perilaku orang
tua berhubungan dengan pola asuh terhadap anaknya. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Bibi (2001) dalam Made Amin et al. (2004) bahwa
dengan adanya pola asuh yang baik utamanya asuhan gizi maka status gizi akan
semakin baik terutama perilaku
orangtua dalam pengaturan dan penyajian makanan. Dari uraian diatas, maka perilaku
orang tua terutama ibu yang memperhatikan anaknya (tidak acuh tak acuh) akan
berpengaruh terhadap status gizi anak. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa perilaku
orang tua berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk pada balita.
Gizi buruk dapat
berpengaruh kepada pertumbuhan dan perkembangan anak, juga kecerdasan anak.
Pada tingkat yang lebih parah, jika dikombinasikan dengan perawatan yang buruk,
sanitasi yang buruk, dan munculnya penyakit lain, gizi buruk dapat menyebabkan
kematian. Penyakit-penyakit
umum yang memperburuk keadaan gizi adalah diare, infeksi saluran pernapasan
atas, tuberculosis, campak, batuk rejan, malaria kronis, cacingan. (Dr.
Harsono:1999).
Penyakit dapat
menyebabkan anak tidak merasa lapar dan tidak mau makan. Penyakit ini juga
menghabiskan sejumlah protein dan kalori yang seharusnya dipakai untuk
pertumbuhan. Diare dan muntah dapat menghalangi penyerapan makanan. Jika hal
ini dibiarkan terus-menerus, maka penyakit akan membuat balita kekurangan gizi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyakit berpengaruh terhadap kejadian gizi
buruk pada balita.
Pendapatan akan
menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain (pendidikan, perumahan,
kesehatan) yang dapat mempengaruhi status gizi. Hal itu karena tingkat
pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang
dikonsumsi. Sejak lama telah disepakati bahwa pendapatan merupakan hal utama
yang berpengaruh terhadap kualitas menu. Maka dari uraian tersebut dapat
diketahui bahwa antara pendapatan dan gizi, jelas ada hubungan yang
menguntungkan.
Gizi buruk dapat
berpengaruh kepada pertumbuhan dan perkembangan anak, juga kecerdasan anak.
Pada tingkat yang lebih parah, jika dikombinasikan dengan perawatan yang buruk,
sanitasi yang buruk, dan munculnya penyakit lain, gizi buruk dapat menyebabkan
kematian. Untuk mencegah gizi buruk pada balita, orang tua sebaiknya melakukan
hal-hal seperti rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan
mengikuti program posyandu, anak diberi
makanan yang bervariasi, dan seimbang, membuat
pengaturan menu dan variasi bentuk, pengolahan dan penyajian makanan agar anak
tidak merasa bosan, serta jika anak dirawat
di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan
jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pada tahun 2005 ditemukan 1,8
juta balita dengan status gizi buruk, dan dalam waktu yang sangat singkat
menjadi 2,3 juta di tahun 2006. Sekitar 37,3 juta penduduk hidup dibawah garis
kemiskinan, separo dari total rumah tangga mengkonsumsi kurang dari kebutuhan
sehari-hari, 5 juta balita berstatus gizi kurang, dan lebih dari 100 juta
penduduk berisiko terhadap berbagai masalah kurang gizi (Hadi, 2005).
Berdasarkan hasil riset
kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 diketahui bahwa prevalensi nasional
berat kurang (underweight) pada balita adalah 18,4%. Dalam hasil Riskesdas
tersebut juga diketahui bahwa dari sekitar 25 juta balita di Indonesia terdapat
4,6 juta balita gizi kurang dan 1,4 juta (5,4%) diantaranya mengalami gizi
buruk. Adapun secara nasional berdasarkan riskesdas tahun 2010 prevalensi berat
kurang (underweight) adalah 17,9 % yang terdiri dari 4,9 % gizi buruk dan 13,0
% gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007
(18,4 %) sudah terlihat terdapat penurunan permasalahan gizi.
Gizi buruk pada anak sampai
saat ini masih menjadi masalah di Indonesia. Diketahui sampai tahun 2011 ada
sekitar 1 juta anak di Indonesia yang mengalami gizi buruk. Hingga kini
Indonesia masuk dalam lima besar untuk kasus gizi buruk. Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energy
dan protein tingkat berat akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan
atau menderita sakit dalam waktu lama.
Menurut Menkes (2002)
Klasifikasi Status Gizi Anak Balita dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1.1 Klasifikasi Status Gizi Anak Balita
Indeks
|
Status Gizi
|
Ambang Batas
|
Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
|
Gizi Lebih
|
>+2SD
|
Gizi Baik
|
>-2SD sampai +2SD
|
|
Gizi Kurang
|
< -2 SD sampai ≥ -3 SD
|
|
Gizi Buruk
|
< -3 SD
|
Masa balita merupakan periode
usia manusia setelah bayi sebelum anak awal, yaitu usia dua sampai lima tahun.
Pada masa ini seorang anak sedang lucu-lucunya dan terjadi perubahan siklus
dalam hidupnya seperti ia sudah dapat membaca keadaan, banyak bertanya sesuatu
yang tidak ia ketahui, belajar berhitung, bermain dan mulai mengenali
teman-temannya alias bersosialisasi, mengetahui benda, mengeja, berbicara
lancar.
Gizi buruk akan mempengaruhi
banyak organ dan system organ yang akan merusak sistem pertahanan tubuh
terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik. Serta dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan mental serta penurunan IQ. Penurunan fungsi otak
berpengaruh terhadap kemampuan belajar, kemampuan anak berinteraksi dengan
lingkungan dan perubahan kepribadian anak.
Di Kecamatan Jakenan tepatnya
di Desa Karangrejo Lor terdapat 6 kasus gizi buruk pada balita. Berikut ini
adalah data balita penderita gizi buruk di Desa Karangrejo Lor:
Tabel 1.2 Kejadian Gizi Buruk
No.
|
Nama
|
Umur
|
BB
|
Status Gizi
|
1.
|
An. T
|
51 bln
|
10,6 kg
|
<-3SD
|
2.
|
An. Z
|
52 bln
|
10,75 kg
|
<-3SD
|
3.
|
An. F
|
52 bln
|
10,5 kg
|
<-3SD
|
4.
|
An. AF
|
28 bln
|
8,1 kg
|
<-3SD
|
5.
|
An. Y
|
46 bln
|
10,4 kg
|
<-3SD
|
6.
|
An. AN
|
35 bln
|
8,7 kg
|
<-3SD
|
Survey awal yang dilakukan di
desa Karangrejo Lor Kecamatan Jakenan Kabupaten Pati terdapat 6 balita yang
mengalami gizi buruk. Faktor penyebab gizi buruk yaitu pengetahuan, ekonomi,
penyakit, dan perilaku.
Faktor pelayanan kesehatan tidak
berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk pada balita di desa Karangrejo Lor karena
di desa tersebut sudahdiadakan penyuluhan dari tenaga kesehatan, selain itu
setiap tanggal 14 selalu diadakan kegiatan posyandu. Juga di desa tersebut
terdapat poliklinik dan ada bidan desa dan kader-kadernya yang aktif. Orang tua
dari para balita yang mengalami gizi buruk juga sering memeriksakan anaknya ke
dokter dan ke dokter spesialis anak saat anaknya sakit.
Faktor pengetahuan cukup berpengaruh
terhadap kejadian gizi buruk di desa Karangrejo Lor karena para orang tua meskipun
sudah diberi informasi tentang gizi pada balita namun para orang tua tersebut
kurang begitu memahami tentang makanan yang bergizi pada balita.
Sebagian besar gizi buruk
disebabkan faktor ekonomi yang rendah. Di desa tersebut beberapa orang tua dari
balita penderita gizi buruk berasal dari keluarga yang kurang mampu dan
keluarga yang biasa-biasa saja. Padahal penghasilan keluarga turut menentukan
mutu makanan yang disajikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pendapatan keluarga
akan turut menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga sehari-hari, baik
kualitas maupun jumlah makanan. Beberapa orang tua dari penderita gizi buruk hanya
bekerja sebagai tukang batu dan petani dan penghasilannya tidak tentu.
Disamping kondisi ekonomi
masyarakatnya yang rendah, penyakit juga turut mempengaruhi terjadinya gizi
buruk pada balita di desa Karangrejo Lor. Seperti yang dialami An.F, saat kecil
tali pusatnya membusuk dan sekarang hingga umurnya 4,5 tahun, ia tidak dapat
berjalan dan tidak dapat berbicara. Selain itu salah satu balita yang lain
yaitu An.Y saat kecil mengalami BBLR, berat badannya hanya 2300 gram. Dan
balita yang satunya lagi yaitu An.AF saat masih kecil sering sakit-sakitan dan
tidak mau makan. Saat umurnya 9 bulan pernah dirawat dirumah sakit karena
kepalanya sering panas tapi badannya dingin. Serta balita yang lainnya juga ada
yang sering mengalami diare.
Jika dilihat dari faktor
perilaku di desa karangrejo Lor, orang tua tidak mempunyai pengaturan menu
untuk makan sehari-hari sehingga anak mudah bosan. Padahal anak-anak mereka
rewel dan sulit jika dibujuk untuk makan bahkan orang tua sampai memberi
berbagai suplemen makanan tapi anak mereka tetap tidak mau makan dan pada
akhirnya orang tua membiarkan anaknya tidak makan jika anaknya tidak mau makan
meskipun sudah dibujuk. Selain itu, dalam makanan yang dibuat juga tidak ada
kombinasi warna dan tidak ada variasi potongan dalam makanan yang dibuat. Serta
dalam penyajian makanan tidak menggunakan alat makan yang menarik dan disukai
anak. Perilaku orang tua yang membiarkan anaknya tidak makan jika sudah dibujuk
tetapi tetap tidak mau serta tidak adanya pengaturan menu serta tidak adanya
variasi warna dan potongan makanan akan membuat anak jarang makan karena malas
dan jika hal ini dibiarkan akan membuat gizi anak kurang tercukupi.
Sedangkan jika dilihat dari
segi lingkungan, di desa Karangrejo Lor meskipun tanahnyatandus karena sedang
musim kemarau tapi tetap ditanami tanaman palawija dan masyarakatnya juga sudah
ada yang memanfaatkan pekarangannya untuk menanam sayuran dan TOGA. Sehingga
lingkungan tidak begitu berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk.
Dari data diatas dapat
diketahui bahwa masih banyak kasus gizi buruk di Desa Karangrejo Lor. Untuk mencegah terjadinya gizi buruk semakin bertambah maka perlu diketahui
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk. Oleh karena itu, kami
melakukan survey untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi gizi buruk
pada balita di Desa Karangrejo Lor Kecamatan Jakenan Kabupaten Pati.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian latar
belakang diatas dapat dirumuskan suatu permasalahan, tentang “Faktor pengetahuan, perilaku, penyakit dan ekonomi yang dapat
mempengaruhi gizi buruk pada balita di Desa Karangrejo Lor Kecamatan Jakenan
Kabupaten Pati”.
C.
Tujuan
1.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi kejadian gizi buruk pada balita di Desa Karangrejo Lor
Kecamatan Jakenan Kabupaten Pati.
2.
Tujuan Khusus
a.
Untuk mengetahui sebaran kejadian penyakit gizi
buruk pada balita di Desa Karangrejo Lor Kec. Jakenan Kab.Pati.
b.
Untuk mengetahui pengetahuan masyarakat dengan kejadian
gizi buruk pada balita di Desa Karangrejo Lor Kec. Jakenan Kab. Pati.
c.
Untuk mengetahui perilakumasyarakat yang
mempengaruhi kejadian gizi buruk di Desa Karangrejo Lor Kec. Jakenan Kab. Pati.
d.
Untuk mengetahui penyakit yang mempengaruhi kejadian
gizi buruk di Desa Karangrejo Lor Kec. Jakenan Kab. Pati.
e.
Untuk mengetahui kondisi ekonomi yang mempengaruhi kejadian
gizi buruk di Desa Karangrejo Lor Kec. Jakenan Kab. Pati.
D.
Manfaat
penelitian
1.
Bagi Nakes
Penelitian ini dapat membantu menganalisa mengenai gizi di tiap tahap tumbuh kembang.
2.
Bagi Penulis
Menerapkan ilmu yang telah di dapat dan
turut membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
3.
Bagi orang tua
Menambah pengetahuan orang tua tentang makanan yang
bergizi untuk anak balitanya.
4.
Bagi Masyarakat
Membantu masyarakat dalam upaya mencegah bertambahnya penderita gizi buruk.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Landasan Teori
a.
Definisi Gizi Buruk
Gizi
(Nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpangan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta
menghasilkan energi. (Deswarni Idrus:1990)
Berdasarkan pendapat salah seorang dokter spesialis di Rumah Sakit Pasar
Rebo, dr. Subagyo, Sp.P., gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang
kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi
buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein
(disebut kwashiorkor), karena
kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk adalah bentuk
terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency, 2005).
Gizi buruk merupakan kurang
gizi tingkat berat akibat rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan
sehari-hari yang terjadi dalam waktu yang cukup lama (Sandjaja et al., 2010). Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan
ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk dapat
berpengaruh kepada pertumbuhan dan perkembangan anak, juga kecerdasan anak.
Pada tingkat yang lebih parah, jika dikombinasikan dengan perawatan yang buruk,
sanitasi yang buruk, dan munculnya penyakit lain, gizi buruk dapat menyebabkan
kematian.
b. Gejala Gizi
Buruk
Tanda
dan gejala dari gizi buruk tergantung dari jenis nutrisi yang mengalami
defisiensi. Gizi buruk dapat mempengaruhi kesehatan tubuh baik fisik dan mental, semakin berat kondisi gizi buruk yang
diderita (semakin banyak nutrisi yang kurang) akan memperbesar resiko
terjadinya masalah kesehatan secara fisik. Pada gizi buruk yang berat dapat terjadi
seperti kasus marasmus (lemah otot) akibat defisiensi protein dan energi, kretinisme dan kerusakan otak akibat
defisiensi yodium, kebutuhan
dan resiko terkena panyakit yang meningkat akibat defisiensi vitamin A sulit
untuk berkonsentrasi akibat defisiensi zat besi. Walaupun
demikian, gejala umum dari gizi buruk adalah:
1. Kelelahan
dan kekurangan energy
2. Pusing
3. Sistem
kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan untuk melawan
infeksi)
4. Kulit
yang kering dan bersisik
5. Gusi
bengkak dan berdarah
6. Gigi
yang membusuk
7. Sulit
untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
8. Berat
badan kurang
9. Pertumbuhan
yang lambat
10. Kelemahan
pada otot
11. Perut
kembung
12. Tulang
yang mudah patah
13. Terdapat
masalah pada fungsi organ tubuh
c. Penyebab Gizi
Buruk
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut
UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu :
1.
Kurangnya
asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang
dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena
alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
2.
Akibat
terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh
rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat
makanan secara baik.
Faktor lain
yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu: faktor ketersediaan
pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat, perilaku dan budaya dalam
pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak, pengelolaan yang buruk dan
perawatan kesehatan yang tidak memadai.
Menurut Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada balita,
yaitu keluarga miskin, ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik
bagi anak, faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS,
saluran pernapasan dan diare.
d.
Penanganan Gizi Buruk
Untuk
diagnosa terjadinya gizi buruk, dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan:
1. Memeriksa
tinggi dan berat badan pasien untuk menentukan BMI (Body Mass Index)
2. Melakukan
pemeriksaan darah untuk melihat ketidaknormalan
3. Melakukan
pemeriksaan X-Ray untuk memeriksa apakah ada kelainan pada tulang dan organ
tubuh lain
4. Memeriksa
penyakit atau kondisi lain yang dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk
5. Untuk
penanganan gizi buruk, dokter
atau ahli gizi biasanya akan mengusulkan untuk pengaturan pola makan, termasuk
jenis dan jumlah makanan. Bila diperlukan dapat juga diberikan suplemen atau
vitamin untuk membantu memenuhi kebutuhan vitamin yang kurang tersebut. Apabila
penyebab gizi buruk karena penyakit atau kondisi medis tertentu maka, terapi
lain disarankan untuk menanganinya.
e.
Pencegahan Gizi Buruk
Beberapa
cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak, yaitu:
1. Memberikan
ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai
dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan
tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.
2. Anak
diberi makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak,
vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya untuk lemak minimal 10% dari
total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.
3. Rajin
menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program posyandu. Cermati
apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai,
segera konsultasikan hal itu ke dokter.
4. Jika
anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada
petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah
sakit.
5. Jika
anak menderita
kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk
karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah
sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak.
Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini
sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi
bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun,
biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan
muncul masalah intelegensia di kemudian hari.
f. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Gizi Buruk pada Balita
a)
Pengetahuan
1. Tingkat pengetahuan gizi ibu
Tingkat pengetahuan gizi ibu yang baik dan dilakukan
secara terus menerus dapat mengatasi kesalahpahaman yang terjadi tentang
pantangan konsumsi makanan tertentu menurut adat atau kebiasaan yang merupakan
tradisi turun temurun. Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang
sudah turun temurun dapat mempengaruhi KEP (Pudjiadi, 2001). Menurut
Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa terdapat tiga tahapan perilaku yaitu tahu,
sikap, dan perilaku itu sendiri. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Perasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu. Banyak
bahan makanan yang sesesungguhnya bernilai gizi tinggi tetapi tidak digunakan
atau hanya digunakan secara terbatas akibat adanya prasangka yang tidak baik
terhadap bahan makanan itu. Penggunaan bahan makanan itu dianggap dapat
menurunkan harkat keluarga. Jenis sayuran seperti genjer, daun turi, bahkan
daun ubu kayu yang kaya akan zat besi, vitamin A dan protein dibeberapa daerah
masih dianggap sebagai makanan yang dapat menurunkan harkat keluarga.
2.
Ketidaktahuan
akan hubungan makanan dan kesehatan
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sering terlihat
keluarga yang sungguh berpenghasilan cukup akan tetapi makanan yang dihidangkan
seadanya saja. Dengan demikian, kejadian gangguan gizi tidak hanya ditemukan
pada keluarga yang berpenghasilan kurang akan tetapi juga pada keluarga yang
berpenghasilan relatif baik (cukup). Keadaan ini menunjukkan bahwa
ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan tubuh mempunyai sebab buruknya
mutu gizi makanan kelurga, khusunya makanan anak balita. Meneurut Dr.Soegeng
Santoso,M.pd, 1999, masalah gizi karena kurang pengetahuan dan keterampilan
dibidang memasak menurunkan konsumsi anak, keragaman bahan dan keragaman jenis
masakan yang mempengaruhi kejiwaan misalnya kebosanan.
b)
Faktor
Sosial Ekonomi
1.
Jumlah Anggota Keluarga
Banyaknya
anggota keluarga akan mempengaruhi konsumsi pangan. Menurut Suhardjo (dalam
Wahid, 2007) mengatakan bahwa hubungan sangat nyata antara besar keluarga dan
kurang gizi pada masing-masing keluarga. Jumlah anggota keluarga yang semakin
besar tanpa diimbangi dengan meningkatnya pendapatan akan menyebabkan
pendistribusian konsumsi pangan akan semakin tidak merata. Pangan yang tersedia
untuk suatu keluarga besar mungkn hanya cukup untuk mencegah timbulnya gangguan
gizi pada keluarga besar. Seperti juga yang dikemukakan Berg dan Sayogyo
(1986), bahwa jumlah anak yang menderita kelaparan pada keluarga besar, empat
kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga kecil.
Anak-anak
yang mengalami gizi kurang pada keluarga beranggota banyak, lima kali lebih
besar dibandingkan dengan keluarga beranggota sedikit. Hal ini didukung oleh
pendapat Apriadi (1986) bahwa semakin besar jumlah anggota keluarga maka
pengeluaran untuk makan besar pula dan proporsi makan setiap individu keluarga
akan berkurang sehingga mereka memperoleh makanan dengan kuantitas dan kualitas
yang rendah. Hasil penelitian yang dilakukan Alam (2002), juga menyatakan bahwa
anak dalam keluarga kecil memiliki pola dan tingkat konsumsi makanan yang lebih
baik jika dibandingkan dengan anak dalam keluarga besar.
2.
Tingkat Pendidikan Ibu
Ibu
merupakan pendidikan pertama dalam keluarga, untuk itu ibu perlu menguasai
berbagai pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan ibu disamping merupakan modal
utama dalam menunjang perekonomian rumah tangga juga berperan dalam pola
penyusunan makanan untuk rumah tangga. Sanjur (dalam Wahid, 2002) menyatakan
bahwa tingkat pendidikan formal ibu rumah tangga berhubungan positif dengan
perbaikan dalam pola konsumsi pangan keluarga dan pola pemberian makanan pada
bayi dan anak.
Tingkat
pendidikan akan mempengaruhi konsumsi melalui pemilihan bahan pangan. Orang
yang berpendidikan lebih tinggi cenderung memilih makanan yang lebih baik dalam
jumlah dan mutunya dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih rendah
(Moehdji, 2002). Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh
Suryono dan Supardi (2004), yang menyebutkan bahwa faktor pendidikan ibu yang
kurang dari SMA memiliki kemungkinan 1,3 kali lebih banyak terjadinya status
gizi kurang pada anak batita dibandingkan ibu yang berpendidikan lebih dari
SMA.
Menurut
Nency dan Arifin (dalam Wahid, 2007) dari studi yang telah dilakukan, pola
pengasuhan anak berpengaruh terhadap timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh
ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal
kecukupan gizi untuk anak meskipun dalam keadaan miskin ternyata anaknya lebih
baik. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak.
Kurangnya
pendidikan dan pengetahuan tentang pola asuh anak dapat menyebabkan pola asuh
anak yang tidak memadai sehingga mengakibatkan anak tidak suka makan atau tidak
diberikan makanan seimbang dan juga dapat memudahkan terjadinya infeksi yang
berakhir dengan kondisi KEP (Soekirman, 2000).
3.
Status Pekerjaan Ibu
Menurut Handayani (dalam Adhawiyah, 2005)
seorang anak usia 0-5 tahun masih sangat tergantung dengan ibunya. Balita masih
perlu bantuan dari orang tua untuk melakukan tugas pribadinya dan mereka akan
belajar dari hal-hal yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya. Ibu yang
bekerja akan mengurangi kuantitas untuk menemani anaknya dirumah. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Sari (2005), menyatakan bahwa anak yang memiliki
ibu tidak bekerja memiliki status gizi yang lebih baik dibandingkan anak balita
yang memiliki ibu yang bekerja.
4.
Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga adalah jumlah semua hasil
perolehan yang didapat oleh anggota keluarga dalam bentuk uang sebagai hasil
pekerjaannya. Menurut Sayogjo (dalam Wahid, 2007) menyatakan bahwa pendapatan
keluarga meliputi penghasilan ditambah dengan hasil-hasil lain. Pendapatan
keluarga mempunyai peranan penting terutama dalam memberikan efek terhadap
taraf hidup mereka. Efek disini lebih berorientasi pada kesejahteraan dan
kesehatan, dimana perbaikan pendapatan akan meningkatkan tingkat gizi
masyarakat. Pendapatan akan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas
lain (pendidikan, perumahan, kesehatan) yang dapat mempengaruhi status gizi.
Hal itu karena tingkat pendapatan merupakan
faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Sejak
lama telah disepakati bahwa pendapatan merupakan hal utama yang berpengaruh
terhadap kualitas menu. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara
pendapatan dan gizi, jelas ada hubungan yang menguntungkan.
c)
Penyakit
Penyakit dapat menyebabkan anak tidak merasa
lapar dan tidak mau makan. Penyakit ini juga menghabiskan sejumlah protein dan
kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan. Diare dan muntah dapat
menghalangi penyerapan makanan. Penyakit-penyakit umum yang memperburuk keadaan
gizi adalah diare, infeksi saluran pernapasan atas, tuberculosis, campak, batuk
rejan, malaria kronis, cacingan. (Dr. Harsono:1999)
d) Perilaku
Menurut Satoto (1990), peranan sosial ekonomi
keluarga ternyata tidak konsisten sebagai determinan pertumbuhan dan
perkembangan anak, karena yang penting bukan keadaan sosial ekonomi itu
sendiri, melainkan bagaimana interaksi antara ibu dan anak serta lingkungan
dalam mempengaruhi pertumbuhan anak. Berdasarkan penelitian LIPI (1990),
anak-anak yang selalu mendapat tanggapan, respond dan pujian dari ibunya
menunjukkan keadaan gizi yang lebih baik. Jadi, perilaku orang tua terutama ibu
yang memperhatikan anaknya (tidak acuh tak acuh) akan berpengaruh terhadap
status gizi anak. Perilaku orang tua berhubungan dengan pola asuh terhadap
anaknya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bibi (2001)
dalam Made Amin et al. (2004) bahwa dengan adanya pola asuh yang baik utamanya
asuhan gizi maka status gizi akan semakin baik.
Anak membutuhkan sentuhan ibunya secara merasa
dilindungi, Karena pada dasarnya seorang anak sangat membutuhkan kehadiran ibu
yang merupakan nuansa yang sulit dapat digantikan orang lain (Utoyo, 2000).
Menurut Pattinama (2000), seorang ibu yang bekerja diluar rumah mempunyai
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan anak, baik fisik maupun psikis, terutama
kebutuhan akan perawatan yang baik, rangsangan yang memadai sehingga anak
memperoleh asupan gizi yang seimbang. Sebenarnya hal ini dapat teratasi jika
ibu dapat melakukan hal sederhana yang dapat menyenangkan anak, misalnya dengan
meluangkan sedikit waktu bersama anak.
Pemasalahan yang sering timbul pada anak dengan
gizi kurang pada keluarga sejahtera sebenarnya disebabkan karena anak tersebut
selalu menolak makanannya. Kadang-kadang anak menolak maka karena ibunya
memberi terlalu banyak perhatian. Anak senang mendapat perhatian sehingga cepat
mengetahui bahwa untuk memperolehnya ia menolak makan. Jika dalam keadaan ini
anak kemudian dipaksa makan maka akan menimbulkan emosi padanya. Emosi dapat
menurunkan produksi cairan lambung hingga menghambat fungsi pencernaannya
(Solihin, 1990).
Penolakan makan pada anak kadang juga terjadi
karena taste/rasa makanan yang diberikan tidak disukai anak. Namun hal ini
tidak disadari oleh para ibu karena menganggap makanan yang diberikan sudah
sesuai dengan kondisi anak. Hal ini terutama terjadi pada makanan yang berasal
dari produk pabrik. Seharusnya sebelum makanan diberikan pada anak, setidaknya
ibu mencicipi makanan tersebut untuk mengetahui taste yang paling disukai anak.
Secara psikologis ibu sering kali terpengaruh oleh tekstur makanan yang
berbentuk halus sehingga enggan untuk mencicipi (Pattinama, 2000).
B.
Penyakit Menurut Gordon
1.
Unsur
Host
Faktor
yang terdapat pada diri manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit :
a.
Kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang gizi pada balita.
b.
Daya
tahan tubuh yang tidak stabil menyebabkan anak mudah terkena penyakit.
c.
Ketidakcukupan
zat gizi dalam tubuh maka simpanan zat gizi akan berkurang dan lama kelamaan
menjadi habis sehingga menyebabkan terjadinya gizi buruk.
d.
Perilaku
masyarakat terutama orang tua yang
membiarkan anaknya tidak makan jika sudah dibujuk tetapi tetap tidak mau serta
tidak adanya pengaturan menu serta tidak adanya variasi warna dan potongan
makanan akan membuat anak jarang makan karena malas dan jika hal ini dibiarkan
akan membuat gizi anak kurang tercukupi.
Balita
merupakan kelompok usia rawan terhadap masalah gizi dan imunitasnya masih
rendah sehingga memungkinkan lebih mudah terkena penyakit. Sakit yang dialami dapat menghabiskan sejumlah protein dan
kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan.
2.
Unsur
Agent
Unsur
organisme hidup akan kuman yang menyebabkan penyakit :
a.
Nutrisi
Anak
yang kebutuhan nutrisinya tidak tercukupi lebih mudah terkena penyakit dan
lebih mudah terkena kurang gizi.
b.
ASI
ASI
mengandung antibodi yang dapat melindungi dari serangan penyakit sehingga anak
yang mendapat ASI tidak mudah terkena penyakit dan terhindar dari masalah
kurang gizi.
c.
Penyuluhan
tentang gizi pada balita dari tenaga kesehatan kurang efektif
3.
Unsur
lingkungan
Lingkungan
adalah semua faktor luar dari suatu individu. Di desa Karangrejo lor meskipun tanahnya tandus karena sedang musim
kemarau tapi tetap ditanami tanaman palawija dan masyarakatnya juga sudah ada
yang memanfaatkan pekarangannya untuk menanam sayuran dan TOGA. Sehingga
lingkungan tidak begitu berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk.
C.
Penyakit Menurut Hl. Blum
a. Faktor Lingkungan
Lingkungan
adalah semua faktor luar dari suatu individu. Di desa Karangrejo lor meskipun tanahnya tandus karena sedang musim
kemarau tapi tetap ditanami tanaman palawija dan masyarakatnya juga sudah ada
yang memanfaatkan pekarangannya untuk menanam sayuran dan TOGA. Sehingga
lingkungan tidak begitu berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk.
b.
Perilaku
Masyarakat
Perilaku
masyarakat terutama orang tua yang
membiarkan anaknya tidak makan jika sudah dibujuk tetapi tetap tidak mau serta
tidak adanya pengaturan menu serta tidak adanya variasi warna dan potongan
makanan akan membuat anak jarang makan karena malas dan jika hal ini dibiarkan
akan membuat gizi anak kurang tercukupi.
c.
Genetik
Gizi
buruk tidak disebabkan karena faktor keturunan atau gen yang di bawa dari orang
tuanya.
d.
Faktor
Pelayanan Kesehatan
Ruang
lingkup pelayanan kesehatan masyarakat menyangkut kepentingan orang banyak,
maka peran pemerintah dalam pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai porsi yang
besar, maka potensi masyarakat perlu digali.
Di
Desa Karangrejo Lor pelayanan kesehatan sudah terlaksana dengan baik, setiap
tanggal 14 selalu diadakan kegiatan di Posyandu dan sudah ada poliklinik dan
bidan desa serta kader-kader yang aktif. Hanya saja penyuluhan tentang gizi
pada balita kurang efektif.
BAB III
ANALISA DATA DAN
PEMBAHASAN
A.
Analisa
Data
1. Data
Umum
Desa Karangrejo Lor terletak di
Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati, dengan luas 203,691 Ha. Jarak tempuh dari
desa ke kecamatan ± 3,5 km, adapun jarak tempuh ke kota kabupaten ± 25 km.
Sedangkan jarak tempuh ke kota kabupaten ± 30 menit.
Dari
survey dan penelitian yang kami lakukan di Desa Karangrejo lor, kami
mendapatkan data sebagai berikut:
a. Data
Demografi
1) Umur
Balita
Tabel 1
Umur balita
No.
|
Umur
(bln)
|
Jumlah
|
%
|
|
L
|
P
|
|||
1.
|
0-6
|
-
|
-
|
0
|
2.
|
7-12
|
-
|
-
|
0
|
3.
|
13-18
|
-
|
-
|
0
|
4.
|
19-24
|
-
|
-
|
0
|
5.
|
25-30
|
3
|
1
|
20
|
6.
|
31-36
|
3
|
2
|
25
|
7.
|
37-42
|
1
|
1
|
10
|
8.
|
43-48
|
2
|
2
|
20
|
9.
|
49-54
|
1
|
3
|
20
|
10.
|
55-60
|
1
|
-
|
5
|
Jumlah
|
11
|
9
|
100
|
2) Pendidikan
Orang Tua
Grafik 1
Distribusi
penduduk menurut tingkat pendidikan
Tabel 2
Distribusi
penduduk menurut tingkat pendidikan
No.
|
Pendidikan
|
Jumlah
|
%
|
1.
|
Tidak sekolah
|
-
|
0
|
2.
|
Tamat SD
|
2
|
10
|
3.
|
Tamat SMP
|
6
|
30
|
4.
|
Tamat SMA
|
12
|
60
|
5.
|
Tamat PT
|
-
|
0
|
Jumlah
|
20
|
100
|
Rata-rata
responden berpendidikan SMA. Hal ini dapat dilihat dari hasil survey
menunjukkan bahwa 60% responden berpendidikan SMA.
3) Pekerjaan
orang tua
Grafik 2
Distribusi
penduduk menurut pekerjaan
Tabel 3
Distribusi
penduduk menurut pekerjaan
No.
|
Pekerjaan
|
Jumlah
|
%
|
1.
|
Petani
|
7
|
35
|
2.
|
Pedagang
|
1
|
5
|
3.
|
Buruh
|
3
|
15
|
4.
|
Mekanik
|
2
|
10
|
5.
|
Wiraswasta
|
6
|
30
|
6.
|
Tidak bekerja
|
1
|
5
|
Jumlah
|
20
|
100
|
Rata-rata
responden bekerja sebagai petani. Hal ini dapat dilihat dari hasil survey
menunjukkan bahwa 35% responden bekerja sebagai petani.
b. Sarana
Prasarana
Jumlah posyandu : 2
Jumlah PKD : 1
Jumlah Tenaga
kesehatan: 2 perawat, dan 2 bidan
c. Data
lingkungan
Luas Desa Karangrejo
Lor yaitu 203,691 Ha, dengan jumlah penduduk 1292 orang yang terdiri dari 636
penduduk laki-laki, dan 658 penduduk perempuan. Di Desa karengrejo Lor terdapat
1 masjid dan 12 mushola. Di desa Karangrejo lor meskipun tanahnya tandus karena sedang musim kemarau tapi tetap ditanami
tanaman palawija dan masyarakatnya juga sudah ada yang memanfaatkan
pekarangannya untuk menanam sayuran dan TOGA.
2. Data
Khusus
a. Pengetahuan
Diagram
pengetahuan responden
Tabel 4
Hasil penelitian
dari 20 responden didapat:
No.
|
Kategori
|
Jumlah
|
%
|
1.
|
Baik
|
13
|
65
|
2.
|
Sedang
|
7
|
35
|
3.
|
Buruk
|
-
|
0
|
Jumlah
|
20
|
100
|
Rata-rata responden
memiliki pengetahuan yang baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa 65% responden memiliki pengetahuan yang baik. Sedangkan dari
hasil wawancara, rata-rata responden mengetahui gizi yang baik itu terdiri dari
nasi, lauk pauk, dan sayur.
b. Perilaku
Diagram perilaku
responden
Tabel 5
Hasil penelitian
dari 20 responden didapat:
No.
|
Kategori
|
Jumlah
|
%
|
1.
|
Baik
|
12
|
60
|
2.
|
Sedang
|
8
|
40
|
3.
|
Buruk
|
-
|
0
|
Jumlah
|
20
|
100
|
Rata-rataresponden
memiliki perilaku yang baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa 60% responden memiliki perilaku yang baik. Sedangkan dari
hasil wawancara, rata-rata responden akan membujuk anaknya jika tidak mau makan.
c. Penyakit
Diagram
penyakit responden
Tabel 6
Hasil penelitian
dari 20 responden didapat:
No.
|
Kategori
|
Jumlah
|
%
|
1.
|
Baik
|
15
|
75
|
2.
|
Sedang
|
4
|
20
|
3.
|
Buruk
|
1
|
5
|
Jumlah
|
20
|
100
|
Rata-rata anak dari responden
berada dalam kondisi yang baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa 75% berada pada kondisi baik. Sedangkan dari hasil wawancara
rata-rata penyakit yang sering diderita balita adalah ISPA, penyakit syaraf,
dan batuk.
d. Ekonomi
Diagram
ekonomi responden
Tabel 7
Hasil penelitian
dari 20 responden didapat:
No.
|
Kategori
|
Jumlah
|
%
|
1.
|
Baik
|
2
|
10
|
2.
|
Sedang
|
15
|
75
|
3.
|
Buruk
|
3
|
15
|
Jumlah
|
20
|
100
|
Rata-rata
responden berada pada tingkat ekonomi yang sedang. Hal ini dapat dilihat dari
hasil penelitian menunjukkan bahwa 75% responden berada pada tingkat ekonomi
sedang. Sedangkan dari hasil wawancara rata-rata responden bekerja sebagai
petani.
3. Distribusi
a. Person
1. Faktor
biologi yaitu balita merupakan kelompok usia rawan terhadap masalah gizi dan
imunitasnya masih rendah sehingga memungkinkan lebih mudah terkena penyakit.
Sakit yang dialami dapat menghabiskan
sejumlah protein dan kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan.
2. Faktor perilaku yaitu perilaku
masyarakat terutama orang tua yang membiarkan anaknya tidak makan jika sudah dibujuk
tetapi tetap tidak mau serta tidak adanya pengaturan menu serta tidak adanya
variasi warna dan potongan makanan akan membuat anak jarang makan karena malas
dan jika hal ini dibiarkan akan membuat gizi anak kurang tercukupi.
3. Faktor ekonomi yaitu beberapa orang tua dari balita
penderita gizi buruk berasal dari keluarga yang kurang mampu dan keluarga yang
biasa-biasa saja. Padahal penghasilan keluarga turut menentukan mutu makanan
yang disajikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pendapatan keluarga akan turut
menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga sehari-hari, baik kualitas
maupun jumlah makanan. Beberapa orang tua dari penderita gizi buruk hanya bekerja
sebagai petani dan penghasilannya tidak tentu.
b. Time
Pada bulan
Januari-Agustus 2014 ditemukan kasus gizi buruk pada balita di Desa Karangrejo
Lor, Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati sebanyak 6 balita. Jika hal ini
dibiarkan terus-menerus, jumlah balita yang menderita gizi buruk akan
bertambah.
c. Place
Tempat tinggal balita
penderita gizi buruk di desa Karangrejo Lor merupakan daerah yang tandus karena
sedang musim kemarau tapi tetap
ditanami tanaman palawija dan masyarakatnya juga sudah ada yang memanfaatkan
pekarangannya untuk menanam sayuran dan TOGA. Selain itu di Desa Karangrejo Lor,
lingkungannya cukup bersih.
B.
Pembahasan
Analisa
pendekatan epidemiologi gizi buruk pada balita di Desa Karangrejo Lor,
Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati.
1. Penyebaran
a. Time
atau waktu
Kejadian gizi buruk di
Desa Karangrejo Lor tidak dipengaruhi oleh waktu. Karena gizi buruk dapat
terjadi kapan saja dan tidak dipengaruhi oleh waktu.
b. Place
atau tempat
Tempat atau lingkungan
rumah yang tidak sehat akan menyebabkan mudah terkena penyakit, penyakit dapat
memperburuk keadaan gizi balita. Namun, kejadian Gizi
buruk di Desa Karangrejo Lor tidak dipengaruhi oleh tempat karena lingkungan di
desa Karangrejo Lor sudah cukup bersih. Rata-rata masyarakat disana sudah
menjaga kebersihan lingkungan.
c. Man
atau orang
Kejadian gizi buruk
didesa Karangrejo Lor dipengaruhi oleh karakteristik orang. Perilaku masyarakat
terutama orang tua yang membiarkan anaknya tidak makan jika sudah dibujuk
tetapi tetap tidak mau dan tidak adanya pengaturan menu serta tidak adanya
variasi warna dan potongan makanan akan membuat anak jarang makan karena malas
dan jika hal ini dibiarkan akan membuat gizi anak kurang tercukupi.
2. Pengetahuan
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata responden memiliki pengetahuan yang baik. Hal ini dapat dilihat dari
hasil penelitian menunjukkan bahwa 65% responden memiliki pengetahuan yang
baik. Sedangkan dari hasil wawancara, rata-rata responden mengetahui gizi yang
baik itu terdiri dari nasi, lauk pauk, dan sayur.
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sering
terlihat keluarga yang sungguh berpenghasilan cukup akan tetapi makanan yang
dihidangkan seadanya saja. Dengan demikian, kejadian gangguan gizi tidak hanya
ditemukan pada keluarga yang berpenghasilan kurang akan tetapi juga pada
keluarga yang berpenghasilan relatif baik (cukup). Keadaan ini menunjukkan
bahwa ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan tubuh mempunyai sebab
buruknya mutu gizi makanan kelurga, khususnya makanan anak balita. Menurut
Dr.Soegeng Santoso,M.pd, 1999, masalah gizi karena kurang pengetahuan dan
keterampilan dibidang memasak menurunkan konsumsi anak, keragaman bahan dan
keragaman jenis masakan yang mempengaruhi kejiwaan misalnya kebosanan.
Dari uraian tersebut, maka pengetahuan orang tua tentang
giziakan berpengaruh terhadap gizi pada balita. Sehingga, dapat disimpulkan
bahwa pengetahuan orang tua tentang gizi pada balita berpengaruh terhadap kejadian
gizi buruk pada balita.
3. Perilaku
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata responden memiliki perilaku yang baik. Hal ini dapat dilihat dari
hasil penelitian menunjukkan bahwa 60% responden memiliki perilaku yang baik.
Sedangkan dari hasil wawancara, rata-rata responden akan membujuk anaknya jika
tidak mau makan.
Perilaku orang tua berhubungan dengan
pola asuh terhadap anaknya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Bibi (2001) dalam Made Amin et al. (2004) bahwa dengan adanya pola asuh
yang baik utamanya asuhan gizi maka status gizi akan semakin baikterutama perilaku orangtua dalam
pengaturan dan penyajian makanan.
Dari uraian diatas, maka perilaku orang
tua terutama ibu yang memperhatikan anaknya (tidak acuh tak acuh) akan berpengaruh
terhadap status gizi anak. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa perilaku orang tua
berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk pada balita.
4. Penyakit
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata anak dari responden berada dalam kondisi yang baik. Hal ini dapat
dilihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 75% berada pada kondisi baik.
Sedangkan dari hasil wawancara rata-rata penyakit yang sering diderita balita
adalah ISPA, penyakit syaraf, dan batuk.
Gizi buruk dapat berpengaruh kepada pertumbuhan
dan perkembangan anak, juga kecerdasan anak. Pada tingkat yang lebih parah,
jika dikombinasikan dengan perawatan yang buruk, sanitasi yang buruk, dan
munculnya penyakit lain, gizi buruk dapat menyebabkan kematian.
Penyakit-penyakit umum yang memperburuk
keadaan gizi adalah diare, infeksi saluran pernapasan atas, tuberculosis,
campak, batuk rejan, malaria kronis, cacingan. (Dr. Harsono:1999).
Penyakit dapat menyebabkan anak tidak
merasa lapar dan tidak mau makan. Penyakit ini juga menghabiskan sejumlah
protein dan kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan. Diare dan muntah
dapat menghalangi penyerapan makanan. Jika hal ini dibiarkan terus-menerus,
maka penyakit akan membuat balita kekurangan gizi. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa penyakit berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk pada balita.
5. Ekonomi
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata responden berada pada tingkat ekonomi yang sedang. Hal ini dapat
dilihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 75% responden berada pada
tingkat ekonomi sedang. Sedangkan dari hasil wawancara rata-rata responden
bekerja sebagai petani.
Pendapatan akan menentukan daya beli
terhadap pangan dan fasilitas lain (pendidikan, perumahan, kesehatan) yang
dapat mempengaruhi status gizi. Hal itu karena tingkat pendapatan merupakan
faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Sejak
lama telah disepakati bahwa pendapatan merupakan hal utama yang berpengaruh terhadap
kualitas menu.
Maka dari uraian tersebut dapat
diketahui bahwa antara pendapatan dan gizi, jelas ada hubungan yang
menguntungkan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kejadian buruk juga
dipengaruhi oleh faktor ekonomi.
6. Determinan
Beberapa
faktor terjadinya gizi buruk menurut L. Green:
a. Faktor
predisposisi
Faktor yang dapat menyebabkan
gizi buruk di Desa Karangrejo Lor karena kurangnya pengetahuan tentang gizi
pada balita. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sering terlihat keluarga
yang berpenghasilan cukup akan tetapi makanan yang dihidangkan seadanya saja.
b. Faktor
pemungkin
Faktor pemungkin atau
penduduk dari perilaku adalah:
1.) Fasilitas
Kesehatan
Di Desa Karangrejo Lor
pelayanan kesehatan sudah terlaksana dengan baik, setiap tanggal 14 selalu
diadakan kegiatan di Posyandu dan sudah ada poliklinik dan bidan desa serta
kader-kader yang aktif. Hanya saja penyuluhan tentang gizi pada balita kurang
efektif.
2.) Sosial
ekonomi
Tingkat sosial ekonomi
masyarakat di Desa Karangrejo Lor berada dalam tingkat menengah kebawah,
sehingga cukup mempengaruhi
perilaku masyarakatnya dalam pemberian nutrisi yang baik bagi balitanya. Faktanya
pada pemberian makanan, masyarakat biasanya memberikan nutrisi yang dirasa
belum cukup. Menu yang dikonsumsi biasanya terdiri dari nasi, lauk, dan sayur.
Untuk buah-buahan yang banyak mengandung vitamin mereka jarang diberikan. Bisa
dikatakan, jika tingkat sosial ekonomi rendah, pemenuhan gizi seimbang pada
balita belum terpenuhi, sedangkan gizi yang baik mempengaruhi derajat kesehatan
seseorang. Apalagi pada balita, balita termasuk golongan yang rentan penyakit
karena daya tahan tubuh yang belum terlalu kuat.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah dilakukan
survei gizi buruk pada balita di desa Karangrejo Lor, didapatkan hasil
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk pada balita yaitu:
1. Faktor pengetahuan
orang tua tentang gizi pada balita, didapat hasil dari 20 responden yaitu rata-rata
responden memiliki pengetahuan yang baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa 65% responden memiliki pengetahuan yang baik. Sedangkan
dari hasil wawancara, rata-rata responden mengetahui gizi yang baik itu terdiri
dari nasi, lauk pauk, dan sayur.
2. Faktor perilaku
orangtua dalam pengaturan dan penyajian makanan, didapat hasil dari 20
responden yaitu rata-rata responden memiliki perilaku
yang baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 60%
responden memiliki perilaku yang baik. Sedangkan dari hasil wawancara,
rata-rata responden akan membujuk anaknya jika tidak mau makan.
3. Faktor penyakit yang
dapat memperburuk keadaan gizi balita, didapat hasil dari 20 responden yaitu rata-rata
anak dari responden berada dalam kondisi yang baik. Hal ini dapat dilihat dari
hasil penelitian menunjukkan bahwa 75% berada pada kondisi baik. Sedangkan dari
hasil wawancara rata-rata penyakit yang sering diderita balita adalah ISPA,
penyakit syaraf, dan batuk.
4. Faktor ekonomi
yangmenentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas
lain (pendidikan, perumahan, kesehatan) yang dapat mempengaruhi status gizi,
didapat hasil dari 20 responden yaitu rata-rata responden berada pada tingkat
ekonomi yang sedang. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa 75% responden berada pada tingkat ekonomi sedang. Sedangkan dari hasil
wawancara rata-rata responden bekerja sebagai petani.
5. Faktor
distribusi dari:
a. Person
: pengetahuan yang kurang tentang gizi pada balita, dan tidak adanya pengaturan menu, tidak adanya variasi warna dan
potongan, dll.
b. Waktu
: gizi buruk dapat terjadi kapan saja, tapi biasanya paling banyak terjadi pada
musim paceklik, dimana orang akan mangalami krisis dalam berbagai bidang
kehidupan.
c. Tempat
: Lingkungan rumah yang tidak sehat akan menyebabkan mudah terkena penyakit, penyakit dapat
memperburuk keadaan gizi balita.
6. Mengetahui
hasil penelitian pengetahuan, perilaku, kondisi kesehatan (penyakit), dan
ekonomi masyarakat dalam batas yang baik tetapi masih terdapat kejadian gizi
buruk di Desa Karangrejo Lor Kecamatan Jakenan Kabupaten Pati, maka dapat
disimpulkan bahwa ada faktor lain yang belum teridentifikasi namun mempengaruhi
gizi buruk.
B.
Saran
Gizi
buruk dapat berpengaruh kepada pertumbuhan dan perkembangan anak, juga
kecerdasan anak. Pada tingkat yang lebih parah, jika dikombinasikan dengan
perawatan yang buruk, sanitasi yang buruk, dan munculnya penyakit lain, gizi
buruk dapat menyebabkan kematian. Untuk mencegah gizi buruk pada balita, orang
tua sebaiknya melakukan hal-hal berikut:
1. Rajin
menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program posyandu.
2. Anak
diberi makanan yang bervariasi, dan seimbang.
3. Membuat
pengaturan menu dan variasi bentuk, pengolahan dan penyajian makanan agar anak tidak
merasa bosan.
4. Jika
anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada
petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah
sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Djaeni.
2000. Ilmu Gizi Jilid I. Jakarta.
Dian Rakyat.
Albiner Siagian.
2010. Epidemiologi Gizi. Jakarta:
Erlangga.
Atikah dan Erna.
2010. Ilmu Gizi Untuk Keperawatan dan
Gizi Kesehatan
Masyarakat. Yogjakarta:
Nuha Medika.
Dyah Palupi, Retno. 2014. Analisis faktor-faktor
Yang Mempengaruhi Status Gizi Baik Dan Gizi Kurang Pada Balita di Desa Dukuh
Waluh Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas.
Fajar, Ibnu, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Marimbi, Hanum.
2010. Tumbuh kembang, Status Gizi, dan
Imunisasi Dasar Pada Balita. Yogyakarta: Nuha Medika.
Nurfiana,
Nurlaela. 2013. Faktor – faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Gizi Buruk
Pada Lingkungan Tahan Pangan Dan Gizi.
KUESIONER
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEJADIAN
GIZI BURUK PADA BALITA
Nama Balita :
Umur Balita :
Nama orang tua :
A.
Faktor
Pengetahuan
a. Apa
pendidikan terakhir ibu?
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
b. Apakah
ibu mengetahui gizi yang baik untuk balita itu seperti apa?
![]() ![]() ![]() ![]()
Pengetahuan
B.
Faktor
Perilaku
a. Apa
yang ibu lakukan jika anak ibu tidak mau makan?
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
b. Dalam
sehari berapa kali anak ibu makan?
![]()
Dua kali
![]() ![]()
> Tiga kali
Perilaku
C.
Faktor
Penyakit
a. Penyakit
apa yang sering diderita anak ibu?
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
b. Berikut adalah penyakit yang menyebabkan gizi buruk, silahkan beri
tanda centang (√) pada jenis penyakit yang diderita anak balita Ibu. Jawaban
boleh lebih dari satu.
![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]()
Lainnya………….
Penyakit
D.
Faktor
Ekonomi
a. Apa
pekerjaan suami ibu?
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
b.
Berapa pendapatan
keluarga ibu per bulan?
![]() ![]() ![]()
≥ Rp 1000.000
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
No comments:
Post a Comment