A. Pengertian Persalinan
Persalinan
adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu.
(Asuhan Persalinan Normal, 2008)
Persalinan dan kelahiran normal adalah
proses pengeluaran hasil konsepsi yang terjadi pada kehamilan cukup bulan ( 37-
42 minggu ), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung
dalam waktu 18- 24 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.
Persalinan
adalah proses pergerakan keluar janin, plasenta , dan membrane dari dalam rahim
melalui jalan lahir. Berbagai perubahan terjadi pada proses reproduksi wanita
dalam hitungan hari dan minggu sebelum persalinan dimulai (Bobak, 2004).
Persalinan
normal adalah persalinan lewat vagina. Pada persalinan normal, proses
persalinan diawali dengan rasa mulas dan keluarnya lendir bercampur darah dari
vagina. Rasa mulas dan nyeri (his) biasanya datang secara teratur, semakin lama
semakin kuat dan semakin nyeri, sampai anak berhasil dilahirkan. Proses
kelahiran anak diikuti oleh kelahiran ari-ari. Seringkali jalan lahir mengalami
robekan (ruptur perineum) dan butuh beberapa jahitan untuk memperbaikinya.
(Paisal, 2007)
B. Sebab-Sebab Mulainya
Persalinan
1.
Teori keregangan
Otot mempunyai kemampuan
meregang dalam batas waktu tertentu. Setelah melewati batas waktu tersebut
terjadi kontraksi sehingga persalinan mulai berlangsung. Keadaan uterus yang
terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskhemia otot-otot uterus.
2.
Teori penurunan progesteron
Proses penuaan plasenta
terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan
ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu sehingga produksi
progesteron mengalami penurunan yang mengakibatkan otot rahim lebih sensitif
terhadap oksitosin. Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah progesteron
mencapai tingkat penurunan tertentu.
3.
Teori oksitosin internal
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar
hipofise posterior. Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat
mengubah sensitivitas otot rahi, sehingga sering terjadi kontraksi braxton
hicks. Menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan mengakibatkan
oksitosin meningkat sehingga persalinan dimulai.
4.
Teori prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin
meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu, yang dikeluarkan oleh desidua.
Semakin tua umur kehamilan prostaglandin meningkat sehingga dapat memicu
terjadinya persalinan.
5.
Teori hipotalamus-pituitari dan
glandula suprarenal
Pada kehamilan dengan
anensefalus sering terjadi keterlambatan persalinan karena tidak terbentuk
hipotalamus. Glandula suprarenal merupakan pemicu terjadinya persalinan.
6.
Teori berkurangnya nutrisi
Bila nutrisi pada janin
berkurang maka hasil konsepsi akan segera dikeluarkan.
7.
Faktor lain
Tekanan pada ganglion
servikale dari fleksus frankenhauser yang terletak di belakang serviks. Bila
ganglion ini tertekan, maka kontraksi uterus dapat dibangkitkan.
C. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Persalinan
Pada setiap persalinan, ada 5 faktor yang harus
diperhatikan, yaitu :
1.
Power
Power adalah tenaga yang
mendorong keluar janin. Kekuatan yang berguna untuk mendorong keluar janin
adalah his, kontraksi otot –otot perut, kontraksi diagfragma dan aksi
ligamamnet, dengan kerja sama yang baik dan sempurma. Ada dua power yang
bekerja dalam proses persalinan. Yaitu HIS dan Tenaga mengejan ibu. HIS
merupakan kontraksi uterus karena otot-otot polos bekerja dengan baik dan
sempurna, pada saat kontraksi, otot-otot rahim menguncup sehingga menjadi tebal
dan lebih pendek. Kavum uteri lebih kecil mendorong janin dan kantong amnion ke
arah bawah rahim dan serviks. Sedangkan tenaga mengejan ibu adalah tenaga
selain HIS yang membantu pengeluaran.
2.
Passage
Merupakan faktor jalan lahir, terbagi menjadi 2
yaitu :
a.
Bagian keras
Bagian ini terdiri dari tulang
panggul (Os coxae, Os Sacrum, Os Coccygis), dan Artikulasi (Simphisis pubis,
Artikulasi sakro-iliaka, artikulasi sakro-kosigiu). Dari tulang-tulang dasar
dan artikulasi yng ada, maka bagian keras janin dapat dinamakan Ruang panggul
(Pelvis mayor dan minor), pintu panggul (Pintu atas panggul, Ruang tengah
panggul, Pintu bawah panggul, dan ruang panggul yang sebenarnya yaitu antara
inlet dan outlet), Sumbu panggul (merupakan garis yang menghubungkan
titik-titik tengah ruang panggul yang melengkung ke depan), Bidang –bidang
(Hogde I, Hodge II, Hodge III, den Hodge IV).
Jenis- jenis panggul menurut
Caldwell & Moloy, 1993 adalah Ginegoid yang bulat 45%, Android panggul pria
15%, Antroid Lonjong seperti telur 35%, Platipeloid pica menyempit arah muka
belakang 5 %.
b.
Bagian lunak
Jalan lunak yang berpegaruh
dalam persalinan adalah SBR, Serviks Utreri, dan vagina. Diamping itu otot
–otot, jaringan ikat, dan ligament yang menyokong alat-alat urogenital juga
sangat berperan penting dalam persalinan.
3.
Passanger
Faktor yang juga sangat
mempengaruhi persalinan adalah faktor janin. Meliputi sikap janin, letak janin,
dan bagian terendah. Sikap janin menunjukkan hubungan bagian –bagian janin
dengan sumbu tubuh janin, misalnya bagaimana sikap fleksi kepala, kaki, dan
lengan. Letak janin dilihat berdasarkan hubungan sumbu tubuh janin dibandingkan
dengan sumbu tubuh ibu. Ini berarti seorang janin dapat dikatakan letak longitudinal
( preskep dan presbo), letak lintang, serta letak oblik. Bagian terbawah adalah
istilah untuk menunjukkan bagian janin apa yang paling bawah.
4.
Psikis Ibu
Psikis ibu dalam persalinan
akan sangat mempengaruhi daya kerja otot –otot yang dibutuhkan dalam persalinan
baik itu yang otonom maupun yang sadar. Jika seorang ibu menghadapi persalinan
dengan rasa tenang dan sabar, maka persalinan akan terasa mudah untuk ibu
tersebut. Namun jika ia merasa tidak ingin ada kehamilan dan persalinan, maka
hal ini akan menghambat proses persalinan.
5.
Penolong
Dalam persalinan, ibu tidak
mengerti apa yang dinamakan dorongan ingin mengejan asli atau yang palsu. Untuk
itu, seorang mitra yang dapat membantunya mengenali tanda gejala persalinan
sangat dibutuhkan. Tenaga ibu akan menjadi sia-sia jika saat untuk mengejan
yang ibu lakukan tidak tepat.
D. Mekanisme Persalinan
1.
Kala I
Kala I disebut juga kala
pembukaan dimana serviks membuka dari 0 cm sampai pembukaan lengkap (10cm).
Proses ini berlangsung kurang lebih 18- 24 jam, yang terbagi dalam 2 fase,
yaitu:
a.
Fase Laten
1)
Dimulai sejak awal kontraksi, yang
menyebabkan penipisan, dan pembukaan serviks secara bertahap.
2)
Berlangsung hingga serviks membuka
3 cm.
3)
Pada umunya, fase laten
berlangsung hampir 8 jam.
b.
Fase aktif, dibagi dalam 3 fase,
yakni :
1)
Fase Akselerasi (fase percepatan)
Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
2)
Fase Dilatasi Maksimal
Dalam waktu 2 jam pembukaan
serviks berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
3)
Fase Deselerasi (fase kurangnya
kecepatan)
Pembukaan serviks menjadi
lambat, dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap atau 10 cm.Pada
primi, berlangsung selama 12-13 jam dan pada multigravida sekitar 7-8 jam.
Kecepatan pembukaan serviks 1 cm per jam (nullipara atau primigravida) atau lebih
dari 1 cm hingga 2 cm (multipara).Mekanisme membukanya serviks berbeda antara
primigravida dan multigravida, pada primigravida ostium uteri internum akan
membuka lebih dahulu sehingga serviks akan mendatar dan menipis, baru kemudian
ostium uteri eksternum membuka. Pada multigravida ostium uteri eksternum serta
penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama (sarwono, 1999). Tanda
dan gejala inpartu :
a)
Penipisan pembukaan serviks
b)
Kontraksi uterus yang
mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit)
c)
Cairan lendir bercampur darah
(“show”) melalui vagina.
Proses persalinan pada kala I :
a)
Dimulai pada waktu serviks membuka
karena his: kontraksi uterus yang teratur, makin sering, makin nyeri, disertai
pengeluaran darah-lendir (tidak lebih banyak dari darah haid).
b)
Berakhir pada waktu pembukaan
serviks telah lengkap (pada periksaan dalam bibir porsio tidak dapat diraba
lagi) dan selaput ketuban biasanya pecah pada akhir kala I.
c)
Lamanya tergantung paritas ibu :
primigravida ± 12 jam, multigravida ± 7 jam.
d)
Mekanisme pembukaan serviks adalah
sebagai berikut : kontraksi segmen atas uterus dan retraksi (regangan) segmen
bawah uterus yang mengakibatkan pembukaan serviks. Akhirnya segmen bawah uterus
makin menipis, dan segmen atas uterus (korpus) makin menebal.
e)
Pada primigravida retraksi
(regangan - penipisan) mendahului pembukaan serviks, sedangkan pada
multigravida berlangsung bersama-sama. Inilah yang menentukan lamanya kala I,
kecepatan pembukaan pada sepertiga pertama lambat, dan pada dua per tiga kedua
cepat hingga pembukaan lengkap 10 cm. Frekuensi his 1 kali/10 menit pada
permulaan persalinan, 2-3 kali/10 menit pada akhir kala I. Lamanya: kurang
lebih satu menit. Nyerinya: berasal dari regangan seviks yang membuka. Terjadi
kalau tekanan intrauterine melebihi 20 mmHg. Biasanya dimulai dari tulang
belakang yang menjalar ke depan. Kontraksi uterus dimulai pada tempat kira-kira
batas tuba dengan uterus. Akibatnya terhadap janin : setiap kontraksi dapat
menghambat aliran darah dari plasenta ke janin. Apabila tekanannya melebihi 75
mmHg akan menyumbat aliran darah sama sekali. Kalau his terlampau kuat,
terlampau lama, atau terlampau sering dapat menimbulkan gawat janin.Darah
lendir bercampur lendir yang keluar dari uterus akibat pergeseran selaput
ketuban dengan dinding uterus pada waktu pembukaan serviks.
2.
Kala II ( Pengeluaran )
Dimulai dari pembukaan
lengkap ( 10 cm ) sampai bayi lahir. Proses ini berlangsung 2 jam pada
primigravida dan 1 jam pada multigravida. Pada kala ini his menjadi lebih kuat
dan teratur kurang lebih 2-3 menit sekali. Ibu mulai merasakan adanya tekanan
pada anus sehingga timbul perasaan ingin mengedan. Kemudian perineum mulai
menonjol dan vulva mulai membuka. Dengan kekuatan his dan mengedan yang maksimal
maka bayi dapat dilahirkan.Tanda dan gejala kala II persalinan :
a.
Ibu merasakan ingin meneran
bersamaan adanya kontraksi.
b.
Ibu merasakan makin meningkatnya
tekanan pada rektum dan atau vaginanya.
c.
Perineum terlihat menonjol.
d.
Vulva, vagina dan sfingter ani terlihat
membuka.
e.
Peningkatan pengeluaran lendir dan
darah.
f.
Selaput ketuban pecah.
Proses persalinan kala
II :
a.
Dimulainya hanya dapat diketahui
dengan periksa dalam, dengan menemukan serviks yang membuka lengkap (pembukaan
lengkap 10 cm).
b.
Berakhir dengan lahirnya janin.
c.
Lamanya pada primigravida paling
lama 2 jam, multipara paling lama 1 jam.
d.
Mengejan
Disebab oleh turunnya kepala
yang menekan rectum. Berakibat meningkatnya tekanan intra abdominal yang
memperkuat kontraksi uterus. Jangan dibiarkan apabila serviks belum membuka
lengkap atau dilakukan di luar his, karena regangan yang berlebihan pada
ligamentum serviks lateralis dapat menimbulkan prolapsus uteri (turun
peranakan) di kemudian hari.
e.
Perineum yang menggembung.
Terjadi pada waktu kepala
janin mencapai introitus vagina. Bertambah gembung pada setiap kontraksi
uterus, yang dapat mengakibatkan robekan perineum, kecuali bila dilakukan
episotomi.
f.
Kepala mulai tampak diantara labia
minora (crowning).
g.
Mekanisme persalinan :
1)
Turunnya kepala
Dibagi menjadi 2, yaitu
masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul dan majunya kepala. Pembagian ini
terutama bagi primigravida :
a)
Masuknya kepala ke dalam pintu
atas panggul
(1).
Masuknya kepala ke dalam pintu
atas panggul pada primigravida sudah terjadi bulan terakhir dari kehamilan
tetapi pada multigravida biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan.
(2).
Masuknya kepala ke dalam pintu
atas panggul biasanya dengan sutura sagitalis, melintang dan dengan fleksi yang
ringan.
(3).
Masuknya sutura sagitalis terdapat
di tengah-tengah jalan lahir, ialah tepat diantara symphysis dan promotorium,
maka dikatakan kepala dalam “synclitismus” pada syclitismus os parietale depan
dan belakang sama tingginya.
(4).
Jika sutura agak ke depan
mendekati symphysis atau agak ke belakang mendekati promotorium disebut
asynclitismus.
b)
Asynclitismus posterior
Sutura sagitalis mendekati
symphysis dan os parietale belakang lebih rendah dari os parietale depan.
c)
Asynclitismus anterior
Sutura sagitalis mendekati
promotorium sehingga os parietale depan lebih rendah dari os parietale
belakang. Pada pintu atas panggul biasanya kepala dalam asynclitismus posterior
yang ringan.
d)
Majunya kepala
Pada primigravida terjadi
setelah kepala masuk ke dalam rongga panggul dan biasanya baru mulai pada kala
II. Pada multigravida sebaliknya majunya kepala dan masuknya kepala dalam
rongga panggul terjadi bersamaan.
Yang menyebabkan majunya kepala :
(1).
Tekanan cairan intrauterine
(2).
Tekanan langsung oleh fundus pada
bokong
(3).
Kekuatan mengejan
(4).
Melurusnya badan anak oleh
perubahan bentuk rahim
2)
Fleksi
Dengan majunya kepala,
fleksi bertambah hingga ubun-ubun kecil lebih rendah dari ubun-ubun besar
keuntungan dari bertambahnya fleksi ialah ukuran kepala yang lebih kecil
melalui jalan lahir (diameter suboccipito bregmantika 9,5 cm menggantikan
diameter suboccipito frontalis 11,5 cm). Fleksi disebabkan karena anak didorong
maju dan sebaliknya mendapat tahanan dari pinggir pintu atas panggul, serviks,
dinding panggul atau dasar panggul. Akibat dari kekuatan ini terjadinya fleksi
karena moment yang menimbulkan fleksi lebih besar dari moment yang menimbulkan
defleksi.
3)
Putaran paksi dalam
Pada presentasi belakang
kepala bagian yang terendah ialah daerah ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang
akan memutar ke depan ke bawah symphysis. Putaran paksi dalam mutlak perlu
untuk kelahiran kepala karena putaran paksi merupakan suatu usaha untuk
menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya bentuk bidang
tengah dan pintu bawah panggul. Putaran paksi dalam tidak tersendiri, tetapi
selalu kepala sampai hodge III, kadang-kadng baru setelah kepala sampai di
dasar panggul. Sebab-sebab putaran paksi dalam :
a)
Pada letak fleksi, bagian belakang
kepala merupakan bagian terendah ari kepala
b)
Bagian terendah dari kepala ini
mencari tahanan yang paling sedikit terapat sebelah depan atas dimana terdapat
haitus genitalis anatar muskulus levator ani kiri dan kanan
c)
Ukuran terbesar dari bidang tengah
panggul ialah diameter anteroposterior.
4)
Ekstensi
Setelah putaran paksi selesai dan kepala
sampai di dasar panggul, terjadilah ekstesni atau defleksi dari kepala. Hal ini
disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah ke depan
dan atas, sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk melaluinya.Kepala
bekerja 2 kekuatan, yang satu mendesaknya ke bawh dan satunya disebabkan
tahanan dasar panggul yang menolaknya ke atas. Resultantenya ialah kekuatan ke
arah ke depan atas. Setelah subocciput tertahan pada pinggir bawah symphysis
maka dapat maju karena kekuatan tersebut di atas bagian yang berhadapan dengan
subocciput, maka lahirlah berturut-turut pada pinggir atas perineum ubun-ubun
besar, dahi, hidung dan mulut dan akhirnya dagu dengan gerakkan ekstensi.
Subocciput yang menjadi pusta pemutaran disebut hypomoclion.
5)
Putaran paksi luar
Setelah kepala lahir, maka kepala anak
memutar kembali ke arah punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang
terjadi karena putaran paksi dalam. Gerakkan ini disebut putaran restitusi.
Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga belakang kepala berhadapan dengan tuber
ischiadicum. Gerakkan yang terakhir ini adalah putaran paksi luar yang
sebenarnya dan disebabkan karena ukuran bahu, menempatkan diri dalam diameter
anteroposterior dari pintu bawah panggul
6)
Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar bahu depan
sampai di bawah symphysis dan menjadi hypomoclion untuk kelahiran bahu
belakang. Kemudian bahu depan menyusul dan selanjutnya seluruh badan anak akhir
searah dengan paksi jalan lahir.
3.
Kala III ( Pelepasan Uri )
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai
lahirnya plasenta yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah bayi
lahir, uterus teraba keras. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi
untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Fisiologi Persalinan Kala Tiga.
Pada kala tiga persalinan, otot uterus
(miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah
lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat
perleketan placenta. Karena tempat perleketan menjadi semakin kecil, sedangkan
ukuran placenta tidak berubah maka placenta akan terlipat, menebal dan kemudian
lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, placenta akan turun bagian bawah
uterus atau kedalam vagina. Tanda-tanda lepasnya placenta mencakup beberapa
atau semua hal-hal dibawah ini:
a.
Perubahan bentuk dan tinggi
fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus
berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya dibawah pusat. Setelah uterus
berkontraksi dan placenta terdorong kebawah, uterus berbentuk segitiga atau
seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada diatas pusat (seringkali
mengarah kesisi kanan).
b.
Tali pusat memanjang. Tali pusat
terlihar menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahveld).
c.
Semburan darah mendadak dan
singkat. Darah yang terkumpul dibelakang placenta akan membantu mendorong
placenta keluar dan dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah
(retroplacenta pooling) dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan
dalam placenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersumbur keluar dari
tepi placenta yang terlepas.
Manajemen Aktif Kala Tiga
a.
Keuntungan-keuntungan manjemen
aktif kala tiga :
1).
Persalinan kala tiga yang lebih
singkat
2).
Mengurangi jumlah kehilangan darah
3).
Mengurangi kejadian retensio
palcenta
4).
Menghasilkan kontraksi uterus yang
lebih baik
b.
Manajemen Aktif kala tiga terdiri
dari tiga langkah utama:
1).
Pemberian suntikan oksitoksin
dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir
2).
Melakukan penegangan tali pusat
terkendali
3).
Masase fundus uteri
Pemberian Suntikan Oksitoksin
1).
Serahkan bayi yang telah
terbungkus kain pada ibu untuk diberi ASI
2).
Letakkan kain bersih diatas perut
ibu
3).
Periksa uterus untuk memastikan
tidak ada bayi yang lain.
4).
Beritahu ibu bahwa ia akan
disuntikan
5).
Segera(dalam 1 menit pertama
setelah bayi lahir) suntikan oksitoksin 10 unit IM pada 1/3 bagian atas paha
bagian luar (aspektus lateralis).
Jika oksitoksin tidak tersedia, minta ibu
untuk melakukan stimulasi putting susu atau menganjurkan ibu untuk menyusukan
dengan segera. Ini akan menyebabkan pelepasan oksitoksin secara alamiah. Jika
peraturan/patograf kesehatan memungkinkan, dapat diberikan misoprostol 600 mcg
(oral/sublingual).sebagai pengganti oksitoksin. Penegangan Tali Pusat
Terkendali :
1.
Berdiri disamping ibu
2.
Pindahkan klem (penjepit untuk
memotong tali pusat saat kala dua) pada tali pusat sekitar 5-20 cm dari vulva.
3.
Letakkan tangan yang lain pada
abdomen ibu (beralaskan kain) tepat diatas simfisis pubis. Gunakan tangan ini
untuk meraba kontraksi uterus dan menahan uterus pada saat melakukan penegangan
pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat
dengan satu tangan dan tangan yang lain (pada dinding abdomen) menekan uterus
ke arah lumbal dan kepala ibu (dorso kranial). Lakukan secara hati-hati untuk
mencegah terjadi inversio uteri.
4.
Bila placenta belum lepas, tunggu
hingga uterus berkontraksi kembali (sekitar dua atau tiga menit berselang)
untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat terkendali.
5.
Saat mulai kontraksi (uteus
menjadi bulat atau tali pusat menjulur) tegangkan tali pusat ke arah bawah,
lakukan tekanan dorso kranial hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri
bergerak ke atas yang menandakan placenta telah lepas dan dapat dilahirkan.
6.
Tetapi jika langkah 5 diatas tidak
berjalan sebagaimanan mestinya dan placenta tidak turun setelah 30-40 detik di
mulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan
lepasnya placenta, jangan teruskan tali pusat.
7.
Pegang klem dan tali pusat dengan
lembut dan tunggu sampai kontraksi berikutnya. Jika perlu, pindahkan klem lebih
dekat ke perineum pada saat tali pusat memanjang. Pertahankan kesabaran pada
saat melahirkan placenta.
8.
Pada saat kontraksi berikutnya
terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan tekanan dorso kranial pada
korpus uteri secara serntak. Ikuti langkah-langkah tersebut pada setiap
kontraksi hingga terasa placenta terlepas dari dinding uterus.
9.
Setelah placenta terlepas,
anjurkan ibu untuk meneran agar placenta terdorong keluar melalui introitus
vagina. Tetap tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai (mengikuti poros
jalan lahir).
10.
Pada saat placenta terlihar di
introitus vagina, lahirkan placenta dengan mengankat tali pusat ke atas dan
menopang placenta dengan tangan lainnya untuk meletakkan dalam wadah penampung.
Karena selaput ketuban mudah robek, pegang placenta dengan kedua tangan dan
secara lembut putas placenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.
11.
Lakukan penarikan dengan lembut
dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban.
12.
Jika selaput ketuban robek dan
tertinggal di jalan lahir saat melahirkan placenta, dengan hati-hati periksa
vagina dan serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari tangan anda atau klem DTT
atau steril atau forcep untuk keluarkan selaput ketuban yang teraba.
Jika placenta belum lahir dalam waktu 15 menit,
berikan oksitoksin 10 menit IM dosisi kedua. Periksa kandung kemih jika penuh
gunakan teknik aseptik untuk memasukkan kateter nelaton disinfeksi tingkat
tinggi atau steril untuk mengosongkan kandung kemih. Ulangi kembali penengangan
tali pusat dan tekanan dorso kranial seperti yang di uraikan di atas. Nasehati
keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika placenta belum lahir setelah
waktu 30 menit. Pada menit ke 30 coba lagi melahirkan placenta dengan melakukan
penegangan tali pusat untuk terakhir kalinya jika placenta tetap tidak lahir
rujuk segera. Ingat apabila placenta tidak lahir setelah 30 menit, jangan
mencoba untuk melepaskan dan segera lakukan rujukan.
Masase fundus uteri, Segera setelah plasenta lahir,
lakukan masase fundus uterus
a.
Letakkan telapak tangan pada
fundus uteri.
b.
Jelaskan tindakan kepada ibu,
katakan bahwa ibu mungkin merasa agak tidak nyaman karena tindakan yang
diberikan. Anjurkan ibu untuk enarik nafas dalam dan perlahan serta rileks.
c.
Dengan lembut tapi mantap gerakkan
tangan dengan arah memutar pada fundus uteri supaya uterus berkontraksi. Jika
uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik, lakukan penatalaksaaan atonia
uteri.
d.
Periksa plasenta dan selaputnya
untuk memastikan keduanya lengkap dan utuh :
e.
Periksa plasenta sisi maternal
(yang melekat pada dinding uterus) untuk memastikan bahwa semuanya lengkap dan
utuh (tidak ada bagian yang hilang)
f.
Pasangkan bagian-bagian plassenta
yang robek atau terpisah untuk memastikan tidak ada bagian yang hilang
g.
Pasangkan bagian-bagian sisi
foetal (yang menghadap bayi) untuk memastikan tidak ada bagian yang hilang
h.
Evaluasi selaput untuk memastikan
kelengkapannya
i.
Periksa uterus setelah satu hingga
dua menit untuk memastikan uterus berkontraksi. Jika uterus masih belum
berkontraksi baik, ulangi masase fundus uteri. Ajarkan ibu dan keluarganya cara
melakukan masase uterus sehingga mampu untuk segera mengetahui jika uterus
tidak berkontraksi baik.
j.
Periksa kontraksi uterus setiap 15
menit selama satu jam pertama pasca persalinan dan 30 menit selama satu jam
kedua pasca persalinan.
4.
Kala IV
Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2
jam pertama post partum. Observasi yang harus dilakukan pada kala ini adalah
tingkat kesadaran, tanda-tanda vital, kontraksi uterus dan perdarahan. Setelah
plasenta lahir :
a.
Lakukan rangsangan taktil (masase)
uterus untuk merangsang uterus berkontraksi baik dan kuat.
b.
Evaluasi tinggi fundus dengan
meletakkan jari tangan secara melintang dengan pusat sebagai patokan. Umumnya
tinggi fundus uteri setinggi atau beberapa jari di bawah pusat.
c.
Memperkirakan kehilangan darah
secara keseluruhan.
d.
Periksa kemungkinan perdarahan
dari robekan ( laserasi atau episiotomi ) pada perineum.
e.
Evaluasi keadaan umum ibu.
f.
Dokumentasikan semua asuhan dan
temuan selama persalinan kala empat di bagian belakang partograf, segera
setelah asuhan diberikan atau setelah penilaian dilakukan.
E. Memperkirakan Kehilangan
Darah
Satu
cara untuk menilai kehilangan darah adalah dengan melihat volume darah yang
terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol 500ml dapat menampung semua
darah tersebut. Jika darah bias mengisi dua botol, ibu telah kehilangan 1 liter
darah. Jika darah bisa mengisi setengah botol, ibu kehilangan 250ml darah.
Memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah satu cara untuk menilai kondisi
ibu. Cara tidak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah adalah melalui
penampakan gejala dan tekanan darah. Apabila perdarahan menyebabkan ibu lemas,
pusing, dan kesadaran menurun serta tekanan darah sistolik turun lebih dari
10mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah terjadi perdarahan lebih dari 500ml.
Bila ibu mengalami syok hipovolemik maka ibu telah kehilangan darah 50% dari
total jumlah darah ibu (2000-2500ml).Penting untuk selalu memantau keadaan umum
dan menilai jumlah kehilangan darah ibu selama kala empat melalui tanda vital,
jumlah darah yang keluar dan kontraksi uterus.Memeriksa Perdarahan dari
Perineum. Perhatikan dan temukan penyebab perdarahan dari laserasi atau robekan
perineum dan vagina.
F. Pencegahan Infeksi
Setelah
persalinan, dekontaminasi alat plastic, tempat tidur dan matras dengan larutan
klorin 0,5% kemudian cuci dengan deterjen dan bilas dengan air bersih. Jika
sudah bersih keringkan dengan kain bersih supaya ibu tidak berbaring diatas
matras yang basah. Dekontaminasi linen yang digunakan selama persalinan dalam
larutanklorin 0,5% dan kemudian cuci segera dengan air dan deterjen.
G. Pemantauan Keadaan Umum Ibu
Sebagian
besar kejadian kesakitan dan kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan pasca
persalinan terjadi selama 4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Karena alasan
ini sangatlah penting untuk memantau ibu secara ketat segera setelah persalinan.
Jika tanda-tanda vital dan kontraksi uterus masih dalam batas normal selama 2
jam pertama pasca persalinan, mungkin ibu tidak akan mengalami perdarahan pasca
persalinan.Selama 2 jam pertama pasca persalinan :
1.
Pantau tekanan darah, nadi, tinggi
fundus, kandung kemih, dan darah yang keluar setiap 15 menit selama 1 jam
pertama dan setiap 30 menit selama 1 jam kedua kala empat. Jika ada temuan yang
tidak normal, tingkatkan frekuensi observasi dan penilaian kondisi ibu.
2.
Masase uterus untuk membuat kontraksi
uterus menjadi baik setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit
selama 1 jam kedua kala empat. Jika ada temuan yang tidak normal, tingkatkan
frekuensi observasi dan penilaian kondisi ibu.
3.
Pantau temperature tubuh setiap
jam selama 2 jam pertama pasca persalinan. Jika meningkat, pantau dan
tatalaksana sesuai dengan apa yang diperlukan.
4.
Nilai perdarahan. Periksa perineum
dan vagina setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit selama 1
jam kedua kala empat.
5.
Ajarkan ibu dan keluarganya
bagaimana menilai kontraksi uterus dan jumlah darah yang keluar dan bagaimana
melakukan masase jika uterus menjadi lembek.
6.
Minta anggota keluarga untuk
memeluk bayi. Bersihkan dan bantu ibu untuk mengenakan baju atau sarung yang
bersih dan kering, atur posisi ibu agar nyaman, duduk bersandarkan bantal atau
berbaring miring. Jaga agar bayi tetap diselimuti dengan baik, bagian kepala
tertutup baik, kemudian berikan bayi ke ibu dan anjurkan untuk dipeluk dan
diberi ASI.
Jangan
gunakan kain pembebat perut selama 2 jam pertama pasca persalinan atau hingga
kondisi ibu sudah stabil. Kain pembebat perut menyulitkan penolong untuk
menilai kontraksi uterus secara memadai. Jika kandung kemih penuh, bantu ibu
untuk mengosongkan kandung kemihnya dan anjurkan untuk mengosongkan setiap kali
diperlukan. Ingatkan ibu bahwa keinginan untuk berkemih mungkin berbeda setelah
dia melahirkan bayinya. Jika ibu tidak dapat berkemih, bantu ibu dengan cara
menyiram air bersih dan hangat ke perineumnya. Berikan privasi atau masukan
jari-jari ibu kedalam air hangat untuk merangsang keinginan berkemih secara
spontan.
Jika
setelah berbagai upaya tersebut, ibu tidak dapat berkemih secara spontan,
mungkin perlu dilakukan kateterisasi. Jika kandung kemih penuh atau dapat
dipalpasi, gunakan teknik aseptic saat memasukkan kateter nelaton DTT atau
steril untuk mengosongkan kandung kemih. Setelah kandung kemih dikosongkan,
lakukan masase pada fundus agar uterus berkontraksi dengan baik.
Sebelum
meninggalkan ibu, pastikan bahwa ia dapat berkemih sendiri dan keluarganya
mengetahui bagaimana menilai kontraksi dan jumlah darah yang keluar. Ajarkan
pada mereka bagaimana mencari pertolongan jika ada tanda-tanda bahaya seperti :
1.
Demam
2.
Perdarahan aktif
3.
Keluar banyak bekuan darah
4.
Bau busuk dari vagina
5.
Pusing
6.
Lemas luar biasa
7.
Penyulit dalam menyusukan bayinya
8.
Nyeri pinggul atau abdomen yang
lebih hebat dari nyeri kontraksi biasa.
No comments:
Post a Comment