Wednesday 23 April 2014

Makalah Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Abortus Spontan



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Abortus didefenisikan sebagai keluarnya janin belum mencapai viabilitas (yang mampu hidup diluar kandungan). Dan masa gestasi mencapai 22 minggu atau lebih, berat janin 500 gr atau lebih. Abortus lebih sering terjadi pada wanita berusia 30 tahun dan meningkatnya angka graviditas 6% kehamilan pertama atau kedua berakhir dengan abortus, angka ini meningkat menjadi 16% pada kehamilan ke-3 dan seterusnya (Hipokrates, 2002).Kejadian abortus sulit diketahui, karena sebagian besar tidak dilaporkan dan banyak dilakukan atas permintaan. Keguguran spontan diperkirakan sebesar 10% sampai 15% (Manuaba, 1998:214).
Insiden kehamilan diketahui secara klinis sebanyak 15%-25% diantara kehamilan ini mengalami komplikasi perdarahan pada trimester pertama, 50% dari ini mengalami abortus. Tidak ada bukti yang meyakinkan pengobatan manapun mempengaruhi hasil akhir. 95% kehamilan berlangsung lewat trimester pertama. Bila pada pemeriksaan USG terlihat aktivitas jantung janin (Indra, 2007).
Biasanya kejadian keguguran dilaporkan dalam angka kaguguran (abortion rate). Angka keguguran ialah jumlah keguguran dalam setiap 1000 kelahiran hidup. Dilaporkan besar angka keguguran berkisar antara 8,3 sampai 15 %. Angka ini diperkirakan lebih kecil daripada yang sebenarnya berdasarkan alasan-alasan di atas. Angka keguguran ini bersifat umum dan tidak memperhitungkan semua keguguran yang terjadi sejak kehamilan yang pertama. Angka keguguran yang spesifiklah jumlah keguguran dalam setiap 1000 kehamilan dihitung sejak kehamilan yang pertama pada setiap wanita yang pernah hamil pada satu populasi tertentu (dr. TMA Chalik 1997:2).
Menurut data WHO persentase kemungkinan terjadinya abortus cukup tinggi. Sekitar 15–40% angka kejadian, diketahui pada ibu yang sudah dinyatakan positif hamil, dan 60–75% angka abortus terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 12 minggu (Lestariningsih, 2008).
Diperkirakan frekuensi keguguran spontan berkisar antara 10-15 %. Namun demikian, frekuensi seluruh keguguran yang pasti sukar ditentukan, karena abortus buatan banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila telah terjadi komplikasi. Juga karena sebagian keguguran spontan hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga wanita tidak datang ke dokter atau rumah sakit (Rustam Muchtar, 1998: 211).
Di Indonesia, diperkirakan sekitar 2 – 2,5 % juga mengalami keguguran setiap tahun, sehingga secara nyata dapat menurunkan angka kelahiran menjadi 1,7 pertahunnya ( Manuaba, 2001 ).AKI di Indonesia masih di dominasi perdarahan 42 %, ekslamsi 13% & infeksi 10 % ( BKKBN, 2005 ).
Pada penelitian Thom terhadap 2.146 penderita dengan riwayat abortus satu kali, 94 orang (4,9%) menunjukkan adanya pertumbuhan janin yang terhambat pada kehamilan berikutnya, 174 orang (8,7%) melahirkan bayi prematur. Sedangkan dari 638 penderita dengan riwayat abortus 3 kali atau lebih, ternyata terjadi pertumbuhan janin yang terhambat pada 41 orang (6,4%), prematuritas pada 63 orang (10,8%) (Suryadi, 1994). Oleh karena itu, penulis membuat makalah dengan judul “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Abortus Spontan”

B.   Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian abortus?
2.      Apa saja jenis-jenis abortus?
3.      Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi abortus spontan?



C.   Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian abortus
2.      Untuk mengetahui jenis-jenis abortus
3.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi abortus spontan

















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.   Pengertian Abortus
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. (Mansjoer, Arif dkk, 2001). Aborsi adalah menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”. Berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.
Gugur kandungan atau aborsi adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran prematur.Abortus menurut terjadinya dibedakan atas dua golongan yaitu:
1.      Abortus spontan yairu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja atau dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
2.      Abortus provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja tanpa indikasi medis, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat.Abortus ini terbagi lagi menjadi:
a.       Abortus medisinalis (abortus therapeutica) yaitu abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.
b.      Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh tenaga tradisional.
           


B.   Jenis Abortus
Berdasarkan jenisnya abortus spontan dibagi menjadi abortus imminens, abortus insipien, abortus inkomplet, abortus komplet, missed abortion, abortus habitualis.
1.      Abortus imminens (threatened)
Abortus imminens dicurigai bila terdapat pengeluaran vagina yang mengandung darah, atau perdarahan pervaginam pada trimester pertama kehamilan. Suatu abortus imminens dapat atau tanpa disertai rasa mulas ringan, sama dengan pada waktu menstruasi atau nyeri pinggang bawah. Perdarahan pada abortus imminens seringkali hanya sedikit, namun hal tersebut berlangsung beberapa hari atau minggu.
2.      Abortus insipiens (inevitabble)
Merupakan suatu abortus yang tidak dapat dipertahankan lagi ditandai dengan pecahnya selaput janin dan adanya pembukaan serviks. Pada keadaan ini didapatkan juga nyeri perut bagian bawah atau nyeri kolik uterus yang lebat. Pada pemeriksaan vagina memperlihatkan dilatasi ostium serviks dengan bagian kantong konsepsi menonjol. Hasil pemeriksaan USG mungkin didapatkan jantung janin masih berdenyut, kantung gestasi kosong (5-6,5 minggu), uterus kosong (3-5 minggu) atau perdarahan subkhorionik banyak di bagian bawah.
3.      Abortus inkompletus (incomplete)
Abortus incompletus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa yang tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum. Pada USG didapatkan endometrium yang tipis dan irreguler.

4.      Abortus kompletus (complete)
Pada abortus kompletus semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil. Selain ini, tidak ada lagi gejala kehamilan dan uji kehamilan menjadi negatif. Pada pemeriksaan USG didapatkan uterus yang kosong.
5.      Missed abortion
Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.
6.      Abortus habitualis (habitual abortion)
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi berturut-turut tiga kali atau lebih. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, namun kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu.











BAB III
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Abortus Spontan

A.   Faktor Fetal
Penyebab yang paling sering menimbulkan abortus spontan adalah abnormalitas kromosom pada janin. Sekitar 2/3 dari abortus spontan pada trimester pertama merupakan anomali kromosom dengan ½ dari jumlah tersebut adalah trisomi autosom dan sebagian lagi merupakan triploid, tetraploid, atau monosomi 45x. Sekitar 5 % abortus terjadi karena faktor genetik. Paling sering ditemukannya kromosom trisomi dengan trisomi 16.
Lebih dari 60% abortus spontan yang terjadi pada trimester pertama menunjukkan beberapa tipe abnormalitas genetik. Abnormalitas genetik yang paling sering terjadi adalah aneuploidi (abnormalitas komposisi kromosom) contohnya trisomi autosom yang menyebabkan lebih dari 50% abortus spontan. Poliploidi menyebabkan sekitar 22% dari abortus spontan yang terjadi akibat kelainan kromosom. Sekitar 3-5% pasangan yang memiliki riwayat abortus spontan yang berulang salah satu dari pasangan tersebut membawa sifat kromosom yang abnormal. Identifikasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan kariotipe dimana bahan pemeriksaan diambil dari darah tepi pasangan tersebut. Tetapi tentunya pemeriksaan ini belum berkembang di Indonesia dan biayanya cukup tinggi.

B.   Faktor Maternal
1.      Faktor endokrin
Beberapa gangguan endokrin telah terlibat dalam abortus spontan berulang, termasuk diantaranya adalah diabetes mellitus tak terkontrol, hipo dan hipertiroid, hipersekresi luteinezing hormone, disfungsi fase luteal dan penyakit polikistik ovarium. Pada perkembangan terbaru peranan hiperandrogenemia dan hiperprolaktinemia telah dihubungkan dengan terjadinya abortus yang berulang.
2.      Faktor anatomi
Anomali uterus termasuk malformasi kongenital, defek uterus yang didapat (Astherman’s syndrome dan defek sekunder terhadap dietilestilbestrol), leiomyoma, inkompentensia serviks. Meskipun anomali-anomali ini sering dihubungkan dengan abortus spontan, insiden, klasifikasi dan peranannya dalam etiologi masih belum diketahui secara pasti. Abnormalitas uterus terjadi pada 1,9 % dalam populasi wanita, dan 13 sampai 30 % wanita dengan abortus spontan berulang. Penelitian lain menunjukkan bahwa wanita dengan anomali didapat seperti Asherman’s syndrome, adhesi uterus, dan anomali didapat melalui paparan dietilestilbestrol memiliki angka kemungkinan hidup fetus yang lebih rendah dan meningkatnya angka kejadian abortus spontan.
3.      Faktor Immunologi
Pada kehamilan normal, sistem imun maternal tidak bereaksi terhadap spermatozoa atau embrio. Namun 40% pada abortus berulang diperkirakan secara immunologis kehadiran fetus tidak dapat diterima. Terdapat antibodikardiolipid yang mengakibatkan pembekuan darah dibelakang ari-ari sehingga mengakibatkan kematian janin karena kurangnya aliran darah dari ari-ari tersebut.Respon imun dapat dipicu oleh beragam faktor endogen dan eksogen, termasuk pembentukan antibodi antiparental, gangguan autoimun yang mengarah pada pembentukan antibodi autoimun (antibodi antifosfolipid, antibodi antinuclear, aktivasi sel B poliklonal), infeksi, bahan-bahan toksik, dan stress.
4.      Trombofilia
Trombofilia merupakan keadaan yang berhubungan dengan predisposisi terhadap trombolitik. Kehamilan akan mengawali keadaan hiperkoagulasi dan melibatkan keseimbangan antara jalur prekoagulan dan antikoagulan. Trombofilia dapat merupakan kelainan yang herediter atau didapat. Terdapat hubungan antara antibodi antifosfolipid yang dapat dan abortus berulang dan semacam terapi dan kombinasi terapi yang melibatkan heparin dan aspirin telah direkomendasikan untuk menyokong pemeliharaan kehamilan sampai persalinan. Pada sindrom antifosfolipid, antibodi antifosfolipid mempunyai hubungan dengan kejadian trombosis vena, trombosis arteri, abortus atau trombositopenia. Namun, mekanisme pasti yang menyebabkan antibodi antifosfolipid mengarah ke trombosis masih belum diketahui.
5.      Infeksi
Infeksi-infeksi maternal yang memperlihatkan hubungan yang jelas dengan abortus spontan termasuk sifilis, parvovirus B19, HIV, dan malaria. Brusellosis, suatu penyakit zoonosis yang paling sering menginfeksi manusia melalui produk susu yang tidak dipasteurisasi juga dapat menyebabkan abortus spontan. Suatu penelitian retrospektif terbaru di Saudi Arabia menemukan bahwa hampir separuh (43%) wanita hamil yang didiagnosa menderita brusellosis akut pada awal kehamilannya mengalami abortus spontan pada trimester pertama atau kedua kehamilannya.
6.      Faktor-faktor eksogen
a.       Gas anestesi
Nitrat oksida dan gas-gas anestesi lain diyakini sebagai faktor resiko untuk terjadinya abortus spontan. Pada suatu tinjauan oleh Tanenbaum dkk, wanita yang bekerja di kamar operasi sebelum dan selama kehamilan mempunyai kecenderungan 1,5 sampai 2 kali untuk mengalami abortus spontan.
b.      Air yang tercemar
Beberapa penelitian epidemiologi telah mendapatkan data dari fasilitas-fasilitas air di daerah perkotaan untuk mengetahui paparan lingkungan. Suatu penelitian prospektif di California menemukan hubungan bermakna antara resiko abortus spontan pada wanita yang terpapar trihalometana dan terhadap salah satu turunannya, bromodikhlorometana. Demikian juga wanita yang tinggal di daerah Santa Clara, daerah dengan kadar bromida pada air permukaan paling tinggi tersebut, memiliki resiko 4 kali lebih tinggi untuk mengalami abortus spontan.
c.       Dioxin
Dioxin telah terbukti menyebabkan kanker pada manusia dan binatang, dan menyebabkan anomali reproduksi pada binatang. Beberapa penelitian pada manusia menunjukkan hubungan antara dioxin dan abortus spontan. Pada akhir tahun 1990, dioxin ditemukan di dalam air tanah, air minum, di kota Chapaevsk Rusia. Kadar dioxin dalam air minum pada kota itu merupakan kadar dioxin tertinggi yang ditemukan di Rusia, dan ternyata frekuensi rata-rata abortus spontan pada kota tersebut didapatkan lebih tinggi dari kota-kota yang lain.
d.      Pestisida
Resiko abortus spontan telah diteliti pada sejumlah kelompok pekerja yang menggunakan pestisida. Suatu peningkatan prevalensi abortus spontan terlihat pada istri-istri pekerja yang menggunakan pestisida di Italia, India, dan Amerika Serikat, pekerja rumah hijau di Kolombia dan Spanyol, pekerja kebun di Argentina, Petani tebu di Ukraina, dan wanita yang terlibat di bidang agrikultural di Amerika Serikat dan Finlandia. Suatu peningkatan prevalensi abortus yang terlambat telah diamati juga di antara wanita peternakan di Norwegia, dan pekerja agrikultur atau holtikultural di Kanada.
7.      Gaya hidup seperti merokok dan alkoholisme
Penelitian epidemiologi mengenai merokok tembakau dan abortus spontan menemukan bahwa merokok tembakau dapat sedikit meningkatkan resiko untuk terjadinya abortus spontan. Namun, hubungan antara merokok dan abortus spontan tergantung pada faktor-faktor lain termasuk konsumsi alkohol, perjalanan reproduksi, waktu gestasi untuk abortus spontan, kariotipe fetal, dan status sosioekonomi. Peningkatan angka kejadian abortus spontan pada wanita alkoholik mungkin berhubungan dengan akibat tak langsung dari gangguan terkait alkoholisme.

8.      Radiasi
Radiasi ionisasi dikenal menyebabkan gangguan hasil reproduksi, termasuk malformasi kongenital, restriksi pertumbuhan intrauterine, dan kematian embrio. Pada tahun 1990, komisi satu internasional terhadap perlindungan radiasi menyarankan untuk wanita dengan konsepsi tidak terpapar lebih dari 5 msv selama kehamilan. Penelitian-penelitian mengenai kontaminasi radioaktif memperlihatkan akibat Chernobly yang meningkatkan angka kejadian abortus spontan di Finlandia dan Norwegia.
9.      Penyakit-penyakit kronis yang melemahkan
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan ibu, misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan abortus; sebaliknya pasien penyakit tersebut sering meninggal dunia tanpa melahirkan.Adanya penyakit kronis (diabetes melitus, hipertensi kronis, penyakit liver/ ginjal kronis) dapat diketahui lebih mendalam melalui anamnesa yang baik. Penting juga diketahui bagaimana perjalanan penyakitnya jika memang pernah menderita infeksi berat, seperti apakah telah diterapi dengan tepat dan adekuat. Untuk eksplorasi kausa, dapat dikerjakan beberapa pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan gula darah, tes fungsi hati dan tes fungsi ginjal untuk menilai apakah ada gangguan fungsi hepar dan ginjal atau diabetes melitus yang kemudian dapat menimbulkan gangguan pada kehamilan seperti persalinan prematur.
10.  Faktor Nutrisi
Malnutrisi umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling besar menjadi predisposisi abortus. Meskipun demikian, belum ditemukan bukti yang menyatakan bahwa defisisensi salah satu/ semua nutrien dalam makanan merupakan suatu penyebab abortus yang penting.



BAB IV
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. (Mansjoer, Arif dkk, 2001).Abortus menurut terjadinya dibedakan atas dua golongan yaitu:
1.    Abortus spontan yairu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja atau dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
2.    Abortus provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja tanpa indikasi medis, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat.
Berdasarkan jenisnya abortus spontan juga dibagi menjadi abortus imminens, abortus insipien, abortus inkomplet, abortus komplet, missed abortion, abortus habitualis. Faktor-faktor yang mempengaruhi abortus spontan antara lain:
1.      Faktor fetal
2.      Faktor maternal (faktor endokrin, faktor anatomi, faktor imunologi, trombofilia, infeksi, faktor-faktor eksogen, gaya hidup seperti merokok dan alkoholisme, radiasi, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan, faktor nutrisi).

B.   Saran
a.       Kepada mahasiswa dapat lebih meningkatkan pengetahuannya mengenai hal-hal yang patologi dalam kehamilan khususnya abortus dalam kehamilan.
b.      Kepada instansi kesehatan maupun pemerintah dapat meningkatkan program kesehatan masyarakat, seperti penyuluhan dan upaya deteksi dini terhadap kehamilan-kehamilan yang beresiko.















DAFTAR PUSTAKA
Sujiatini dkk.2009. asuhan patologi kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Oxorn, H dan William RF. 1996. Ilmu kebidanan Fisiologi dan Patologi Persalinan. Jakarta: Yayasan Essentia Medica.

Manuaba, I.B.G. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC

Mochtar, Rustam. 2002. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC

Winkjosastro, hanifa. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBPSP

Obstetri Patologi. 1984. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad. Bandung: Elstar Offset

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Buku Acuan Nasional Maternal dan Neonatal. Jakarta: JPNKR-POGI

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment